jpnn.com - JAKARTA - DPR harus mempunyai standar yang jelas pada saat melakukan fit and proper test. Dengan begitu bisa menghindari dugaan negatif ketika pelaksanaannya.
Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia Estu Dyah mengatakan, apabila DPR tidak punya standar khusus dalam melakukan fit and proper test, maka bisa memunculkan penilaian negatif terkait proses pemilihannya. Pandangan negatif itu seperti pemilihan didasarkan pada suka atau tidak suka.
BACA JUGA: MENGEJUTKAN! Haji Lulung Sebut Ada Pengerahan Orang Australia di Pilgub 2012
"Kita patut curiga proses yang berjalan di DPR suka atau tidak suka, tidak berdasarkan standar objektif. Ini sangat penting bagi DPR untuk menentukan suatu standar,” kata Estu dalam konferensi pers di kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Menteng, Minggu (8/11).
Hal itu diungkapkan Estu menanggapi fit and proper test calon komisioner Komisi Yudisial yang dilakukan Komisi III DPR. DPR menyetujui lima dari tujuh calon komisioner KY untuk menjadi komisioner KY periode 2015-2020. Hal ini diputuskan setelah Komisi III DPR menggelar fit and proper test.
BACA JUGA: Calon Hanya Dua Pasang Rawan Konflik, Ini Alasannya
Adapun lima calon komisioner KY yang disetujui Komisi III DPR adalah Joko Samito, Maradaman Harahap, Farid Wajdi, Sumartoyo, dan Sukma Violetta. Sedangkan, dua calon yang ditolak adalah Wiwiek Awiati dan Harjono.
Pendapat senada disampaikan peneliti Indonesia Legal Roundtable Revki Saputera. Ia menyebut, DPR belum memiliki standar terukur pada saat melakukan fit and proper test.
BACA JUGA: Didukung Karena Dikenal Kreatif dan Inovatif
Revki mencontohkan pada saat fit and proper test calon komisioner KY. Saat itu, anggota dewan bisa menanyakan langkah apa yang akan ditempuh para calon untuk menghadapi tantangan yang dihadapi KY. “Namun sekarang seolah-olah tidak punya guideline,” ungkapnya. (gil/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Haji Lulung Dipastikan Maju di Pilgub DKI
Redaktur : Tim Redaksi