BANDARLAMPUNG - Pemerintah Provinsi Lampung memastikan siap jika relokasi ibu kota negara benar-benar terwujud. Berbagai kajian yang pernah dilakukan akademisi pada 2009-2010 lalu, Lampung paling layak.
Dari 12 calon ibu kota pemerintahan yang pernah diusulkan pada tahun 2011 silam (hingga saat ini mangkrak di Istana Negara, Red), yakni Palangkaraya, Lampung, Sentul, Karawang, Lebak, Kuningan, Indramayu, Cirebon, Sulawesi Barat, Papua, Purwokerto, dan Makassar, hanya Lampung yang sudah memiliki kajian segala aspek.
Provinsi paling ujung Sumatera ini memiliki kelebihan. Dari sisi cost pemerintahan, doktor dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Teuku Abdullah Sani mengatakan, Lampung relatif aman dibandingkan daerah-daerah pilihan lainnya.
’’Di sana (Lampung, Red) bakal ada Jembatan Selat Sunda (JSS) yang nantinya terhubung dengan Tol Cipularang. Ini menjadi jalur ekonomi paling baik di Indonesia. Apalagi Lampung memiliki SDM (sumber daya manusia) murah, SDA (sumber daya alam) juga ada, dan air bersih yang sangat memungkinkan,’’ terang Sani dalam bahan masukan yang dirangkum tim kajian Lampung yang disampaikan ke Radar Lampung (Grup JPNN).
Sedangkan ditilik dari sisi geografi, Guru Besar Geografi Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof. Sutikno mengatakan, di Sumatera, khususnya di Lampung, tersedia lahan memadai. Utamanya di kawasan timur Bukit Barisan. ’’Lahan yang tersedia sangat memungkinkan,” papar Sutikno.
Dari sisi etnologis, Lampung sangat heterogen. Dari 7,5 juta penduduknya, populasi suku Jawa mendominasi hingga 61 persen, Sunda 11 persen, sedangkan etnis Lampung hanya 25 persen. Kuatnya dominasi masyarakat Jawa membuat Lampung disebut ’’Indonesia Mini’’ atau juga dijuluki ’’Jawa Utara”.
Dilihat dari aspek litologi, batuan wilayah Lampung didominasi ofiolit yang mempunyai densitas rapat massa tertinggi di Sumatera. Itu berarti Lampung sangat tahan terhadap gempa besar. ’’Ini mengindikasikan bidang sesar di Lampung sulit bergeser saat terjadi gempa,” ujar Sigit Sukmono, ahli geologi ITB.
Terpisah, Ketua DPRD Lampung Marwan Cik Asan menilai sudah saatnya dimulai lobi-lobi informal ke tingkat pusat guna merealisasikan wacana itu. Pasalnya, menurut dia, lobi informal yang dilakukan sejak jauh hari tentu dapat lebih memberikan pengaruh terhadap kebijakan pemerintah pusat.
’’Mulailah melakukan komunikasi informal. Baik dari tingkat daerah ke tingkat provinsi. Atau para wakil rakyat di DPR ke pemerintah pusat. Sehingga nantinya wacana itu dapat terwujud. Dulu pernah diusulkan, tetapi masih jadi kajian Istana,’’ kata ketua termuda dalam sejarah lembaga legislatif Lampung ini.
Marwan menyebut, dirinya bahkan sudah mulai membuka keran komunikasi informal terkait hal tersebut. Meski masih dalam taraf internal Partai Demokrat tempatnya bernaung. ’’Untuk ini, semua pihak harus melakukan lobi,” tegasnya.
Dia meyakini pembicaraan informal yang intens dengan pemerintah pusat dapat memuluskan rencana tersebut manakala memang benar-benar telah dicapai kesepakatan formalnya. ’’Yang paling penting sekarang adalah melakukan lobi serempak dan mengoptimalkan potensi akses yang ada serta menjadikan Lampung sebagai prioritas utama sebagai alternatif pusat pemerintahan,” ujar Marwan.
Diketahui, wacana memindahkan ibu kota dari DKI Jakarta bukan barang baru. Tahun 2009 lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pernah mengemukakan skenario perpindahan tersebut.
Presiden menawarkan tiga skenario pemindahan ibu kota negara pada Agustus 2010 yang perlu didiskusikan oleh publik. Skenario pertama adalah mempertahankan Jakarta sebagai ibu kota, pusat pemerintahan, sekaligus kota ekonomi dan perdagangan. ’’Pilihan atas opsi ini berkonsekuensi pada pembenahan total atas soal macet, banjir, transportasi, permukiman, dan tata ruang wilayah,’’ katanya.
Skenario kedua, membangun ibu kota yang benar-benar baru. Perlu dibangun ’’totally new capital’’. Sedangkan skenario ketiga, ibu kota tetap di Jakarta, namun memindahkan pusat pemerintahan ke lokasi lain. Atas tiga skenario itu, Presiden SBY mengajak semua komponen bangsa untuk membahas secara terbuka, matang, dan komprehensif. Karenanya hingga kemarin, usulan 12 calon ibu kota yang pernah digagas masih menjadi kajiannya.(wdi/ary/p3/c1/ary)
Dari 12 calon ibu kota pemerintahan yang pernah diusulkan pada tahun 2011 silam (hingga saat ini mangkrak di Istana Negara, Red), yakni Palangkaraya, Lampung, Sentul, Karawang, Lebak, Kuningan, Indramayu, Cirebon, Sulawesi Barat, Papua, Purwokerto, dan Makassar, hanya Lampung yang sudah memiliki kajian segala aspek.
Provinsi paling ujung Sumatera ini memiliki kelebihan. Dari sisi cost pemerintahan, doktor dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Teuku Abdullah Sani mengatakan, Lampung relatif aman dibandingkan daerah-daerah pilihan lainnya.
’’Di sana (Lampung, Red) bakal ada Jembatan Selat Sunda (JSS) yang nantinya terhubung dengan Tol Cipularang. Ini menjadi jalur ekonomi paling baik di Indonesia. Apalagi Lampung memiliki SDM (sumber daya manusia) murah, SDA (sumber daya alam) juga ada, dan air bersih yang sangat memungkinkan,’’ terang Sani dalam bahan masukan yang dirangkum tim kajian Lampung yang disampaikan ke Radar Lampung (Grup JPNN).
Sedangkan ditilik dari sisi geografi, Guru Besar Geografi Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof. Sutikno mengatakan, di Sumatera, khususnya di Lampung, tersedia lahan memadai. Utamanya di kawasan timur Bukit Barisan. ’’Lahan yang tersedia sangat memungkinkan,” papar Sutikno.
Dari sisi etnologis, Lampung sangat heterogen. Dari 7,5 juta penduduknya, populasi suku Jawa mendominasi hingga 61 persen, Sunda 11 persen, sedangkan etnis Lampung hanya 25 persen. Kuatnya dominasi masyarakat Jawa membuat Lampung disebut ’’Indonesia Mini’’ atau juga dijuluki ’’Jawa Utara”.
Dilihat dari aspek litologi, batuan wilayah Lampung didominasi ofiolit yang mempunyai densitas rapat massa tertinggi di Sumatera. Itu berarti Lampung sangat tahan terhadap gempa besar. ’’Ini mengindikasikan bidang sesar di Lampung sulit bergeser saat terjadi gempa,” ujar Sigit Sukmono, ahli geologi ITB.
Terpisah, Ketua DPRD Lampung Marwan Cik Asan menilai sudah saatnya dimulai lobi-lobi informal ke tingkat pusat guna merealisasikan wacana itu. Pasalnya, menurut dia, lobi informal yang dilakukan sejak jauh hari tentu dapat lebih memberikan pengaruh terhadap kebijakan pemerintah pusat.
’’Mulailah melakukan komunikasi informal. Baik dari tingkat daerah ke tingkat provinsi. Atau para wakil rakyat di DPR ke pemerintah pusat. Sehingga nantinya wacana itu dapat terwujud. Dulu pernah diusulkan, tetapi masih jadi kajian Istana,’’ kata ketua termuda dalam sejarah lembaga legislatif Lampung ini.
Marwan menyebut, dirinya bahkan sudah mulai membuka keran komunikasi informal terkait hal tersebut. Meski masih dalam taraf internal Partai Demokrat tempatnya bernaung. ’’Untuk ini, semua pihak harus melakukan lobi,” tegasnya.
Dia meyakini pembicaraan informal yang intens dengan pemerintah pusat dapat memuluskan rencana tersebut manakala memang benar-benar telah dicapai kesepakatan formalnya. ’’Yang paling penting sekarang adalah melakukan lobi serempak dan mengoptimalkan potensi akses yang ada serta menjadikan Lampung sebagai prioritas utama sebagai alternatif pusat pemerintahan,” ujar Marwan.
Diketahui, wacana memindahkan ibu kota dari DKI Jakarta bukan barang baru. Tahun 2009 lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pernah mengemukakan skenario perpindahan tersebut.
Presiden menawarkan tiga skenario pemindahan ibu kota negara pada Agustus 2010 yang perlu didiskusikan oleh publik. Skenario pertama adalah mempertahankan Jakarta sebagai ibu kota, pusat pemerintahan, sekaligus kota ekonomi dan perdagangan. ’’Pilihan atas opsi ini berkonsekuensi pada pembenahan total atas soal macet, banjir, transportasi, permukiman, dan tata ruang wilayah,’’ katanya.
Skenario kedua, membangun ibu kota yang benar-benar baru. Perlu dibangun ’’totally new capital’’. Sedangkan skenario ketiga, ibu kota tetap di Jakarta, namun memindahkan pusat pemerintahan ke lokasi lain. Atas tiga skenario itu, Presiden SBY mengajak semua komponen bangsa untuk membahas secara terbuka, matang, dan komprehensif. Karenanya hingga kemarin, usulan 12 calon ibu kota yang pernah digagas masih menjadi kajiannya.(wdi/ary/p3/c1/ary)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ambil E-KTP Ditarik Bayaran
Redaktur : Tim Redaksi