JAKARTA - Kalangan DPR kini mulai mempersoalkan pelepasan harga pertamax ke pasaranSebab, hal itu bertentangan dengan konstitusi."Harusnya pemerintah tidak melepas harga pertamax ke pasar selama tidak ada dasar hukumnya,"ujar anggota Komisi VII DPR Muhammad Idris Lutfi, Selasa (23/3). Ia mengatakan, Mahkamah Konstitusi (MK) sudah membatalkan Undang-Undang Migas, sehingga tidak ada dasar hukumnya harga pertamax dilepas ke pasar.
Untuk diketahui, MK sudah menolak Undang-Undang No 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Migas) dan membatalkan Pasal 28 ayat 2 tentang pelepasan harga BBM ke pasar
BACA JUGA: Ekspor ke Jepang Meningkat pada Kuartal III
Idris melihat, alasan pemerintah tetap ngotot melepas harga BBM ke pasar karena menganggap pertamax bukan BBM non subsidi, sehingga harganya harus dilepaskan ke harga pasarMestinya kata Idris, pemerintah membaca semua hasil keputusan MK soal pembatalan Undang-Undang Migas
BACA JUGA: 2012, Pembangkit di Jawa Bebas BBM
"Jika undang-undang itu ditolak, maka undang-undang lama berlaku lagi sampai ada undang-undang baru," katanyaBACA JUGA: Klaim Surplus, Impor Beras Jalan Terus
Di tempat sama, anggota Komisi VII DPR dari Fraksi PAN Muhammad Syafrudin mengatakan, dilepasnya harga pertamax ke pasaran sangat tidak elokApalagi dasar hukumnya sudah dibatalkan MK"Saat ini harga pertamax cenderung terus mengalami kenaikan," katanya
Menurut Syafrudin, pihaknya sudah menanyakan ini kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), namun hingga kini belum ada jawabanPemerintah harusnya bisa menyikapi masalah iniSelain itu, kata dia, DPR terus menyelesaikan Undang-Undang MigasPihaknya tidak mau terburu-terburu dan gegabah dalam menyelesaikan undang-undang tersebut"Jangan sampai undang-undang itu nanti dibatalkan lagi oleh MKKita harus benar-benar teliti mengerjakan itu," tukasnya.
Namun, Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Karen Agustiawan menegaskan, pihaknya tidak akan memberikan subsidi kepada pertamaxMenurutnya, harga pertamax tetap akan mengikuti harga keekonomian.
Nombok Rp 6 Triliun
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Bambang Brojonegoro menjelaskan, dengan menggunakan asumsi Indonesia Crude Price (ICP) USD 80 per barel, maka penundaan pembatasan BBM bersubsidi akan menambah anggaran Rp 3,8 triliun.
Dengan kondisi harga minyak yang sedang tinggi, maka potensi penambahan anggarannya bisa mencapai dua kali lipat"Tinggal kita menghitung dampak dari kenaikan minyak internasional rata-rata tahunanKalau kita diminta, kita akan melakukan adjustment, tapi kita lihat bayangan subsidinya sekarang pakai patokan Rp 4-6 triliun tambahannya," ungkap Bambang.
Dia menjelaskan, asumsi itu terjadi jika pembatasan tidak dilakukan sama sekali tahun ini dan penambahan subsidi Rp 4-6 triliun jika asumsi harga ICP mencapai USD 90 per barrel.
Selain itu, dari sisi kuota juga harus diperhatikanSebab, dengan disparitas harga pertamax dan premium makin jauh akan mengakibatkan kemungkinan orang memakai premium makin tinggi"Jadi volumenya bisa lewat, itu ada tambahan subsidi,"katanya.
Meski demikian, menurut Bambang, pemerintah sudah menganggarkan penambahan subsidi tersebut pada risiko fiskalnyaSelain itu, penghematan anggaran belanja juga diklaim dapat membantu meminimalisasi penambahan subsidi tersebut(rr)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Relokasi Pembangkit Tak Terkait PON
Redaktur : Tim Redaksi