jpnn.com, JAKARTA - Presiden Jokowi berkali-kali menyampaikan pentingnya sekolah vokasional untuk mencetak sumber daya manusia (SDM) yang handal, trampil dan siap kerja guna menghadapi tantangan di masa depan.
Menurut anggota Komisi X DPR RI, Andreas Pereira, langkah yang dilakukan oleh Jokowi itu adalah tepat untuk menghadapi kompetisi global. Menurutnya, SDM Indonesia harus kompetitif dan produktif dalam dunia kerja, yang salah satunya melalui peningkatan mutu pendidikan vokasi.
BACA JUGA: Link and Match Dunia Vokasi Perlu Kompetensi dan Koordinasi Sinergis
"Ini juga akan mendorong Indoensia untuk keluar dari middle income trap country menuju developed country. Kalau bicara produktivitas nasional, Salah satu langkahnya adalah pendidikan vokasional," kata legislator yang membidangi pendidikan itu saat dihubungi wartawan, Selasa (24/12).
Andreas mengatakan, pendidikan vokasional akan melahirkan tenaga kerja trampil yang inovatif dan siap kerja. Apalagi, menurutnya, Indonesia akan juga akan mengalami bonus demografi.
BACA JUGA: Pemerintah Didorong Membangun Sekolah Vokasi di Natuna
"Kita sedang dan akan mengalami bonus demografi di mana generasi milenial usia kerja kita yang mencapai hampir 40 persen dari penduduk Indonesia," ujar Andreas.
"Mereka (generasi muda) ini harus disiapkan menjadi tenaga kerja produktif. Kalau tidak, akan terjadi pengangguran besar-an yang akan menyebabkan bencana untuk bangsa ini," sambungnya.
BACA JUGA: Pelajari Pelatihan Vokasi, Kirgizstan Kunjungi 4 Balai Latihan Kerja
Dihubungi terpisah pakar kebijakan publik Univesitas Trisakti, Trubus Rahardian, mengatakan, Jokowi memang di periode kedua ini lebih fokus pada pengembangan SDM di samping yang lainnya.
Jokowi, kata dia, ingin Indonesia memiliki SDM terutama generasi muda yang kompetitif dalam rangka memasuki era revolusi industru 4.0 dan society 4.0.
"Karena itu pengembangan SDM-nya lebih menekankan profesional, apeks inovasi dan aspek vokasi dan aspek jaringan dan pembangunan kapasitas capacity bulding karena arahnya Indonesia Emas 2045. Jadi hampir semua SDM diarahkan ke sana," kata Trubus.
Yang dilakukan Jokowi, kata Trubus, sebenarnya bukan hal baru selama terkait pembangunan SDM. Hanya saja, menurutnya, apa yang disampaikan Jokowi berusaha mejauhi jargon dan lebih bersifat praktik.
"Jadi praktik-praktik profesional itu mislanya seseorang diberi pelatihan-pelatihan, penambahan skill salah satu unsurnya dia meluncurkan tiga kartu itu, Katu Prakerja salah satunya," ujar Trubus.
Menurut Trubus, Kartu Prakerja itu diharapkan memberi bekal kepada calon pencari kerja fresh graduate untuk memperoleh pekerjaan dengan menambah skill keterampilan melalui pendidikan latihan dan yang lainnya.
"Itu dianggap oleh Pak Jokowi langkah yang paling strategis untuk percepatan pengemabngan SDM," jelas dia.
Meski begitu, lanjut Trubus, dari sisi kebijakan publik dirinya tidak menyetujui sepenuhnya terhadap apa yang disampaikan Jokowi. Karena, menurutnya, untuk mencapai SDM yang profesional butuh proses.
"Jadi ada input, proses, sampai output. Nah prosesnya ini kan harus melalui bertahap. Jadi tidak bisa manusia itu seperti yang dibayangkan Pak Presiden seperti AI, artificial intelligence. Jadi semuanya bisa serta instan cepat seperti itu, memang di negara-negara lain seperti Korea Selatan itu memang layanan publik atau birokrasi bisa cepat karena adanya artificial intelligence. Pertanyaannya, apakah di Indonesia bisa?" tandasnya. (dil/jpnn)
Redaktur & Reporter : Adil