jpnn.com, JAKARTA - Pengamat politik dari Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Airlangga Pribadi Kusman menilai langkah Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) menyusun visi-misi dan program koalisi dinilai cukup progresif.
Namun, muncul juga dugaan upaya tersebut hanya sebatas untuk buying time.
BACA JUGA: Pengamat: Penting KIB Membangun Koalisi Besar untuk Stabilitas Pemerintahan
“Itu langkah progresif, tetapi kalau langkah itu hanya buying time, kita takutnya antiklimaks. Akhirnya sekadar politik transaksional. Jangan sampai langkah-langkah KIB yang sampai sekarang ini kelihatannya bagus, jangan sampai menjadi antiklimaks,” tegas Airlangga di Jakarta, Kamis (25/8/2022).
Airlangga menilai KIB melangkah secara progresif dengan catatan visi-misi dan program selanjutnya menjadi jalan bagi proses penjaringan calon presiden dan pelibatan calon bersama dengan uji publik.
BACA JUGA: LSI: Kelompok Moderat Cenderung Merapat ke KIB
Untuk itu, Airlangga menilai sikap KIB tidak ingin terburu-buru dalam melangkah sebagai bentuk kehati-hatian.
Menurut dia, KIB mempertimbangkan dan melihat arah dan proses politik sebelum memutuskan penentuan nama calon presiden (capres).
BACA JUGA: Visi-Misi KIB Harus Dieksekusi Orang yang Tepat, Siapa Dia?
Dalam pandangan Airlangga, KIB sedang membangun, memperkuat, memperindah mesin politik terlebih dahulu.
Setelah itu, barulah mereka akan melihat calon-calon yang akan tampil sejalan atau tidak dengan program tersebut.
Menurut dia, kalau KIB memang berorientasi pada visi misi, maka akan lebih baik jika calon-calon yang akan dirangkul KIB juga ditampilkan dalam momen-momen politik bersama dengan publik.
Kendati KIB mendahulukan program dibandingkan menjual figur nama capres, namun kata Airlangga langkah KIB ini tidak relevan jika dibandingkan dengan pengusungan capres di Amerika.
Pasalnya, partai di Indonesia sebagian besar tidak bisa sendirian mengusung capres tanpa adanya koalisi.
“Kalau Amerika itu prosesnya konvensi berbasis pada partai politik. Demorat punya konvensi sendiri, Republik juga demikian, tetapi kalau di Indonesia, model konvensi tidak relevan karena setelah konvensi dia harus membangun koalisi lagi,” ujarnya.
Sebelumnya, Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Suharso Monoarfa menyampaikan, dalam waktu dekat Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) akan kembali menggelar pertemuan.
Pertemuan tersebut dilakukan untuk menyampaikan program-program KIB kepada publik pada Oktober 2022 mendatang. Sementara terkait penetapan capres, ia menyebut belum akan dilakukan dalam waktu dekat.
Rakyat Penasaran
Sementara itu, Ketua Network for Indonesia Democratic Society (Netfid) Dahlia Umar mengatakan bahwa KIB berupaya tetap berada di orbit, tetap berada dalam perbincangan meski mereka belum memiliki Capres dan Cawapres.
“Mereka harus tetap berada di orbit trending partai yang diperbincangkan. Jelang pemilu mereka ingin dikenal, pertama mereka punya capres duluan. Ada yang curi start punya capres duluan, eksis, yang belum punya mereka harus mencari cara lain, salah satunya dengan mengenalkan program,“ kata Dahlia, Kamis (25/8).
Namun dengan KIB mengajukan program terlebih dahulu, ini malah bikin masyarakat nantinya penasaran.
“Ada storyline, jagoan datang duluan, ada story yang datang belakangan tetapi dia udah bilang kisi kisi. Nah, ini yang bikin masyarakat penasaran,” sebut Dahlia.
Dengan strategi ini, KIB kata dia berupaya mengamankan dulu koalisi mereka untuk kemudian beralih pada ‘belanja tokoh’.
Menurut Dahlia, paling aman memang untuk mengamankan format koalisi dulu sehingga memenuhi syarat minimal 20 persen. Adapun siapa capres dan cawapres tinggal membaca analisis internal, siapa yang paling menguntungkan saat mengajukan calon.
“Itu memang butuh waktu karena mereka harus mengukur koalisi lawan juga nantinya,“ tegas Dahlia.(fri/jpnn)
Redaktur & Reporter : Friederich Batari