LaNyalla: Masa Depan Indonesia Harus Dipersiapkan dari Sekarang

Jumat, 11 November 2022 – 16:58 WIB
Ketua DPD RI LaNyalla Mattalitti (tengah). Foto: Tim DPD RI

jpnn.com - SEMARANG - Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti mengatakan Indonesia harus melakukan reposisi untuk menghadapi perubahan global di masa depan.

"Kita harus memperkuat keunggulan. Masa depan Indonesia harus dipersiapkan dari sekarang," kata LaNyalla saat mengisi dialog publik Kebangsaan dan Tata Negara Indonesia di Kantor Daerah DPD RI Jawa Tengah, Jumat (11/11).

BACA JUGA: LaNyalla Kutip Sebuah Hadis saat Bicara soal Kedaulatan Ekonomi

LaNyalla mengatakan setiap negara memiliki keunggulan berbeda. Ada yang memiliki keunggulan kompetitif, ada pula yang memiliki keunggulan komparatif.

Korea Selatan misalnya, mereka sudah meluncurkan posisi masa depannya sebagai negara industri senjata dan alat berat di Asia.

BACA JUGA: LaNyalla Bicara soal Peternak Kecil & Subsidi Pakan Ternak

Sementara itu, Arab Saudi meluncurkan Saudi Vision 2023 dengan membangun kota baru di Kota Neom sebagai magnet pariwisata dunia.

"Arab Saudi mulai menyadari bahwa minyak mereka akan habis dan menjadi energi yang bukan primadona lagi," tutur LaNyalla. 

BACA JUGA: Minta Masukan, Wantimpres Kunjungi DPD RI, LaNyalla: Kami Ini Jembatan Daerah & Pusat

Uni Emirat Arab konsisten dengan membangun ikon raksasa yang menjadi magnet dunia. Saat ini, mereka sedang menyiapkan Replika Bulan di Dubai. Dengan demikian, turis mancanegara tak perlu naik SpaceX untuk ke Bulan, cukup ke Dubai.

 Tiongkok sudah memulai proyek menyulap kawasan gurun mereka menjadi hijau. Gurun yang bisa ditanami," kata LaNyalla.

Contoh lainnya adalah Amerika Serikat yang tetap memastikan keunggulan kompetitif mereka sebagai garda terdepan ekonomi. Karena, ratusan perusahaan raksasa dunia dimiliki oleh warga negara Amerika dan berkantor pusat di Amerika.

Sebut saja Apple, Alphabet, yang merupakan induk usaha Google, Microsoft, Tesla, Facebook, Zoom, JP Morgan, Bank of America, Chevron, Freeport McMoran, Citibank, KFC dan ratusan lainnya. 

"Mereka semua tidak memindahkan kantor atau unit usahanya keluar dari Amerika Serikat, sehingga miliaran US Dolar keuntungan mereka terdistribusi menjadi pemasukan pajak bagi pemerintah Amerika Serikat," ujar LaNyalla.

Begitu pula industri lainnya, seperti industri film Hollywood yang sampai hari ini mampu mencetak laba miliaran US Dolar dari monetize royalty atas pemutaran film-film produksi mereka di ratusan negara di dunia. Dan industri-industri lainnya, termasuk farmasi, vaksin dan obat-obatan serta industri militer dan penerbangan.


Foto: Tim DPD RI

Lantas bagaimana dengan Indonesia? Apa yang harus disiapkan?

Menurut LaNyalla, Indonesia adalah negara yang memiliki keunggulan komparatif. 

"Indonesia adalah negara yang memiliki anugerah yang diberikan oleh Allah SWT melalui iklim di garis khatulistiwa, tanah yang subur, laut yang luas, garis pantai terpanjang kedua di dunia, hutan dengan bio-diversity yang lengkap, sumber daya alam dan mineral di dalam bumi, serta alam yang sangat indah," tutur LaNyalla.

Senator asal Jawa Timur itu melanjutkan, Indonesia merupakan negara kepulauan yang jarak bentang dari Sabang sampai Merauke sama dengan jarak dari London sampai Kazakhstan. Sedangkan bentangan dari Miangas sampai Pulau Rote sama dengan jarak dari Moskow sampai Kairo.

"Sudah seharusnya Indonesia menjadi negara unggul dan kuat, karena memiliki keunggulan komparatif. Oleh karena itu, sering saya katakan bahwa Indonesia seharusnya menjadi harapan hidup penduduk bumi. Karena Indonesia sangat bisa menjadi lumbung pangan dunia, sekaligus penyedia oksigen bagi penduduk bumi melalui hutan Indonesia," tuturnya.

Ia menambahkan, Indonesia juga sangat bisa menjadi surga pariwisata alam yang natural. 

Namun, yang terjadi justru paradoksal di masyarakat. Jutaan rakyat Indonesia sangat miskin. Dan ratusan juta lainnya rentan menjadi miskin. Sementara hanya segelintir orang yang memiliki kekayaan dan menguasai sumber daya alam dan lahan di Indonesia. 

"Yang terjadi, makin hari oligarki ekonomi makin membesar dan menguasai apa saja. Termasuk menguasai cabang-cabang produksi yang penting bagi hajat hidup orang banyak," kata LaNyalla.

Dia menyatakan seharusnya ekonomi Indonesia dijalankan dengan tiga pilar utama yakni koperasi atau usaha rakyat, perusahaan negara dan swasta, baik swasta nasional maupun asing. Ada pula pembagian tegas antara public goods yang harus dikuasai negara dan wilayah commercial goods yang bisa dikerjakan oleh swasta nasional maupun asing, serta irisan di antara keduanya, dimana negara harus sebagai mayoritas pengendali.

"Konsep inilah yang tertuang dalam Pasal 33 naskah Asli Undang-Undang Dasar 1945 beserta penjelasannya. Sebelum dilakukan Amendemen Konstitusi pada tahun 1999 hingga 2002 silam," kata LaNyalla.

"Itulah mengapa saya menawarkan gagasan untuk kita mengingat dan membaca kembali pikiran para pendiri bangsa. Tentang sistem demokrasi dan sistem ekonomi yang paling sesuai dengan bangsa yang super majemuk ini. Bangsa yang sangat luas dan kaya akan sumber daya alam ini," ujar LaNyalla.

Hadir dalam dialog itu, senator asal Jawa Tengah, Bambang Sutrisno dan Abdul Kholik, Kepala Kantor DPD RI Jawa Tengah Fahri Okta Syakban beserta jajaran, narasumber dari Sekolah Tinggi Agama Islam Setia Wali Sembilan Semarang, M Adib Ridwan Azizy, M.H dan puluhan mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Islam Setia Wali Sembilan Semarang. (*/jpnn)


Redaktur & Reporter : Mufthia Ridwan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler