LaNyalla Sebut Sistem Bernegara Rumusan Pendiri Bangsa Belum Pernah Diterapkan Secara Benar

Kamis, 14 September 2023 – 18:26 WIB
Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti saat menjadi Keynote Speech di agenda Focus Group Discussion dengan tema "Membedah Proposal Kenegaraan DPD RI Menyempurnakan dan Memperkuat Sistem Bernegara Sesuai Rumusan Pendiri Bangsa" di Universitas Negeri Makassar (UNM) Kamis (14/9/2023). Foto: Dok Tim Media LaNyalla

jpnn.com, MAKASSAR - Sistem bernegara yang dirumuskan oleh para pendiri bangsa Indonesia belum pernah diterapkan pada masa Orde Lama maupun Orde Baru.

Padahal, sistem itulah yang mampu mewadahi semua elemen bangsa, sehingga benar-benar terwujud menjadi penjelmaan seluruh rakyat.

BACA JUGA: Akademisi: Proposal Kenegaraan Ketua DPD RI Solusi Perkuat Sistem Bernegara

Hal tersebut disampaikan Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti saat menjadi Keynote Speech di agenda Focus Group Discussion dengan tema "Membedah Proposal Kenegaraan DPD RI Menyempurnakan dan Memperkuat Sistem Bernegara Sesuai Rumusan Pendiri Bangsa" di Universitas Negeri Makassar (UNM) Kamis (14/9/2023).

Senator asal Jawa Timur itu membeberkan sistem yang berazas pada Pancasila itu belum pernah diterapkan di Era Orde Lama, karena pada saat itu perjalanan bangsa ini diwarnai dinamika politik yang kuat.

BACA JUGA: Kunjungi Pulau Untung Jawa, Ketua DPD RI Jelaskan Sistem Bernegara Sesuai Rumusan Pendiri Bangsa

Bahkan sempat berganti Sistem menjadi Negara Serikat. Yang pada akhirnya, melalui Dekrit 1959, Presiden Soekarno menjadikan sistem ini sebagai sistem demokrasi terpimpin.

Begitu pula dengan Era Orde Baru, imbuh LaNyalla, sistem ini tidak pernah diterapkan secara benar. Karena meskipun MPR RI adalah lembaga tertinggi negara yang memilih dan memberi mandat presiden, tetapi Presiden Soeharto mampu mereduksi kekuatan MPR, sehingga menjelma sebagai kekuatan presiden.

BACA JUGA: Raja dan Sultan jadi Saksi, Sidang DPD Menyepakati Penguatan Sistem Bernegara

Bukan penjelmaan rakyat yang utuh. Karena partai politik saat itu dikerdilkan. Utusan Daerah disempitkan representasinya, dan Utusan Golongan ditunjuk oleh presiden.

“Penyimpangan praktek dari Azas dan Sistem Tersendiri itulah yang kemudian dimanfaatkan oleh kelompok pendukung globalisasi melalui teori-teori Hukum Tata Negara ala Barat yang dijejalkan kepada para mahasiswa kita untuk melakukan penggantian sistem bernegara," kata pria yang lahir di Jakarta besar di Surabaya dan asli Bugis itu.

Pada Era Reformasi, masih kata LaNyalla, dengan dalih penguatan sistem presidensial, dengan dalih pemisahan kekuasaan, dengan dalih pendekatan trias politica dan sebagainya, kemudian dilakukan Amandemen Konstitusi di tahun 1999-2002.

“Mereka yang berada di MPR saat itu, merasa menjadi sebagai The Second Founding Fathers. Merasa yang paling mengerti dan mengalami suasana kebatinan sejarah kepulauan Nusantara dan sejarah kemerdekaan Indonesia, lantas mengubah total sistem bernegara yang pada akhirnya meninggalkan Pancasila," katanya.

Oleh karena itu, Ketua DPD mengajak semua komponen bangsa untuk kembali ke sistem tersendiri. Sistem pemikiran para pendiri bangsa itu adalah sistem yang sesuai dengan watak dasar bangsa kepulauan yang super majemuk ini.

Yaitu sistem yang mengikat antara Proklamasi Kemerdekaan dengan Konstitusi, yaitu Undang-Undang Dasar 1945 yang ditetapkan pada 18 Agustus 1945.

"Sehingga benar-benar terwujud menjadi Penjelmaan Seluruh Rakyat. Bukan Sistem Bernegara yang ditentukan oleh Partai Politik saja. Atau oleh Presiden terpilih saja. Tetapi benar-benar Sistem yang utuh. Inilah Sistem Majelis Syuro atau Majelis Permusyawaratan Rakyat," beber LaNyalla.

Dalam kesempatan tersebut, LaNyalla juga menyampaikan 5 Proposal Kenegaraan DPD RI. Dalam proposal tersebut, selain mengadopsi apa yang menjadi tuntutan reformasi, tentang pembatasan masa jabatan presiden dan menghapus KKN serta penegakan hukum dan HAM (lebih lengkap lihat grafis).

Sementara itu, Rektor UNM Profesor Husain Syam mengaku sangat berterima kasih dengan kehadiran Ketua DPD RI di kampusnya. Kata dia, pihaknya sangat bahagia menjadi bagian dari perjuangan DPD RI untuk memperbaiki sistem bernegara Indonesia.

"DPD di jaman pak Nyalla harus menjadi DPD yang menciptakan sejarah, DPD yang terus memberikan suara kebenaran, yang mempunyai taji. Semoga dengan FGD ini, para mahasiswa dan para dosen untuk tidak hanya menjadi penonton, tidak boleh pasrah, harus bergerak dan ikut serta dalam menentukan arah perjalanan bangsa," kata Husein Syam.

Di tempat yang sama, dosen Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Indonesia, Dr Mulyadi menegaskan bahwa proposal kenegaraan itu adalah jalan keluar terbaik bagi Indonesia dalam memperkuat sistem bernegaranya.

"Bandit-bandit politik itu juga ada yang lahir dari kampus, padahal kita harus bangun bangsa ini dari kampus juga. Sehingga sudah saatnya kalangan kampus menyadari persoalan mendasar yang dihadapi bangsa ini. Yaitu persoalan Konstitusi kita yang diacak-acak di tahun 1999 hingga 2002 itu," ujar Mulyadi.

Pengamat Ekonomi-Politik, Dr Ichsanuddin Noorsy menuturkan, rumusan yang ditawarkan oleh DPD RI sejalan dengan kehendak para pendiri bangsa. Dikatakannya, sejak awal memang para pendiri bangsa menolak sistem demokrasi liberal ala barat.

Tapi gerakan Reformasi pada tahun 1998 secara umum mendorong dua tuntutan yakni demokratisasi dan keterbukaan. Namun yang terjadi, Reformasi justru menggulirkan proses demokrasi Liberal yang jauh dari rumusan para pendiri bangsa.

"Akibatnya sekarang, pemegang kendali dan pemegang saham negara ini direduksi menjadi partai politik. Rakyat sudah tidak berdaya karena kekuasaan di partai politik. Solusinya adalah proposal kenegaraan DPD RI ini," tutur Ichsanuddin.

Salah satu penanggap, Mahasiswa UNM Muhammad Riyad mengatakan bahwa memang harus segera ada perubahan sistem bernegara agar tidak terjadi oligarki politik maupun oligarki ekonomi di Indonesia.

Penanggap lainnya, Hasnawi Haris berharap salah satu gagasan yang diusulkan adalah DPR dari unsur perseorangan yang dipilih lewat pemilu bisa terealisasi. Unsur perseorangan itu nantinya satu kamar di DPR yang selama ini merupakan representasi dari partai politik. "Sehingga DPD yang jadi anggota DPR Perseorangan nantinya lebih bertaji," katanya.

Dalam acara tersebut, LaNyalla didampingi Staf Khusus Ketua DPD RI Sefdin Syaifudin, Kabag Sekretariat Ketua Azmaryadhy Djunaedhy dan Staf Ketua Zaldy Irza Pahlevy Abdurrasyid.

Sementara tuan rumah dihadiri langsung Rektor UNM Profesor Husain Syam, Ketua Senat UNM, para Wakil Rektor, para Dekan dan Direktur PPS, para Ketua Lembaga, para Dosen, serta sejumlah mahasiswa UNM.(ray/jpnn)


Redaktur & Reporter : Budianto Hutahaean

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler