“Untuk bisa mendongkrak PAD, kita akan segera mengusulkan ke DPRD agar (lapang) futsal bisa dijadikan objek pajak. Karena keberadaannya sudah sangat menjamur dan dibutuhkan masyarakat,” ujarnya kepada Radar (Grup JPNN), Minggu (5/5).
Pihaknya sudah pernah berkoordinasi dengan pemerintah pusat melalui Kemenkeu, terkait soal pajak untuk lapangan futsal. Namun oleh Kemenkeu, futsal tetap masuk kategori olahraga, bukan permainan ketangkasan sehingga tidak bisa dikenakan pajak hiburan seperti halnya biliard. “Yang jadi masalahnya saat ini futsal tetap bagian dari olahraga. Kecuali kalau ada pertandingan dan penyelenggara mengenakan tiket masuk, baru boleh dikenakan pajak. Tapi untuk tempat permainannya sama dengan fasilitas olahraga lain seperti lapangan basket,” tuturnya.
Namun, kata Agus, sebenarnya jika pemkot dan DPRD berniat memasukkan lapangan futsal sebagai salah satu objek pajak --dalam Perda Pajak Hiburan-- yang kini tengah direvisi dan dievaluasi oleh Kemenkeu. “Tidak apa-apa juga kalau pemkot mau memasukkan, toh nanti mereka akan mengevaluasi lagi dan siapa tahu bisa lolos. Jangan sampai ada daerah lain yang juga mengajukan dan disetujui, kita juga yang rugi,” ujarnya.
Jika memungkinkan, pihaknya ingin menjadikan lapang futsal sebagai objek pajak baru. Seperti halnya SPA dan salon yang kini sudah dikenakan pajak. “Saya optimis jika futsal bisa dipungut pajak, maka pencapaiannya akan lebih besar dibanding pajak parkir,” tuturnya.
Sementara itu salah seorang pengelola lapang futsal di Jalan Gunung Roay, Muhamad Ridwan (29) mengatakan jika memang ada usulan agar tempat futsal di kenakan pajak, pihaknya ingin terlebih dahulu mengetahui teknis penarikan atau mekanisme penarikannya. “Kalau memang itu kebijakan pemerintah, kita mengikuti saja. Namun jangan sampai membebani kita sebagai penyedia tempat futsal dengan pajak yang besar,” tandasnya. (kim)
BACA ARTIKEL LAINNYA... 40 Ribu E-KTP Warga Surabaya Bermasalah
Redaktur : Tim Redaksi