"Rekruitmen dalam penjara benar-benar terjadi. Seperti yang di tanjung Gusta, itu betul-betul ada," ujar peneliti senior terorisme Sidney Jones dalam diskusi di Universitas Indonesia, Depok, Selasa (16/7). Kelompok Tanjung Gusta terkait dengan pelatihan bersenjata di Jalin Jantho Aceh dan perampokan bank CIMB Niaga, Medan.
Menurut Sidney, pengawasan narapidana kasus terorisme di penjara sangat lemah. Teroris yang dipenjara justru menjadi patron atau tokoh di balik jeruji besi. "Waktu kerusuhan itu, yang mengkomando adalah Wak Geng, dia adalah narapidana kasus teroris yang berbahaya," ujar wanita yang baru saja pensiun dari International Crisis Group itu.
Yang juga berbahaya adalah, tahun depan, 100 narapidana kasus terorisme akan bebas. "Siapa yang menjamin mereka tidak kembali ke jalan kekerasan," kata Sidney yang pada 2004 pernah diusir BIN dari Indonesia itu.
Menurut dia, musuh teroris saat ini lebih pada institusi kepolisian. "Ini semacam perang kecil antara polisi dan kelompok teroris. Mereka menuntut balas atau qisas kematian teman-temannya," katanya. Data Sidney yang juga dipresentasikan menyebut ada 103 orang terduga teroris yang tewas dalam operasi Densus 88 sejak tahun 2002.
Kelompok teroris Indonesia sekarang, lanjutnya, lebih amatir dan cenderung kurang profesional dibandingkan era Noordin M Top atau era Imam Samudra. "Mereka tidak banyak mendapatkan pelatihan di luar negeri. Saya istilahkan terrorist that cannot shoot straight (teroris yang tidak bisa menembak lurus)," kata Sidney yang sudah masuk ke Indonesia sebagai peneliti sejak 1978 itu.
Dia mencontohkan kelompok mujahidin Indonesia Timur di Poso yang dipimpin Santoso. "Dia itu orang biasa, pernah ditangkap tahun 2004 karena merampok truk. Dia juga tak punya pemahaman agama yang baik," katanya.
Salah satu buktinya adalah dalam video yang dirilis di youtube pekan lalu. "Santoso hanya menyebut muslimin di Poso untuk melawan polisi. Ini sempit sekali. Kenapa dia tidak sekalian minta dukungan ke Al Qaeda. Youtube itu mendunia lho," kata Sidney yang amat fasih berbahasa Indonesia ini.
Keterampilan baru yang dimiliki teroris generasi 2013 di Indonesia, menurut Sidney adalah keahlian berkomunikasi di internet. "Mereka punya skill cyber jihad. Ini yang cukup berbahaya karena jadi sarana komunikasi dan perekrutan kader" katanya.
Di tempat yang sama, Max Boon, salah seorang survivor korban bom Marriott 2009 berharap para korban bersatu dan mau bicara. "Saya sedang mengumpulkan para survivor untuk aliansi Indonesia damai," kata Max yang kehilangan dua kaki dan sekarang berkaki palsu itu.
Max asal Belanda dan sedang makan pagi bersama para eksekutif dan CEO di hotel saat bom meledak. "Saya tidak dendam dengan Dani Dwi Permana si pengebom, karena saya percaya dia juga korban," katanya.(rdl)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Usulkan Ditjen Bina Marga dan Hubda di Bawah Satu Menteri
Redaktur : Tim Redaksi