jpnn.com, KEDIRI - Bisnis jual beli satwa lindung (Apendiks) di Kota Kediri, Jatim tidak lagi menjadi sesuatu yang tersembunyi.
Di sudut lingkungan Pasar Setonobetek, sangat mudah dijumpai berbagai macam hewan.
BACA JUGA: Hutan Sangat Strategis Menunjang Kecakapan Prajurit TNI
Mulai mamalia hingga burung yang dilindungi.
Hewan-hewan tersebut berada di dalam kandang yang ditumpuk hingga menjulang.
BACA JUGA: Lihat Nih, Panglima TNI Lepas Harimau Sumatera
Jika dilihat lebih jeli, sebagian besar hewan yang dikurung itu tampak kurus dan tak terawat.
Namun, jika jauh lebih jeli lagi, beberapa hewan tersebut bukan hewan yang biasa diperjualbelikan.
BACA JUGA: Ssst, Pelihara Buaya Bisa Dipenjara 5 Tahun, Denda Rp 100 Juta
Ya, beberapa kandang berisi hewan langka yang bahkan tidak boleh diambil atau ditangkap dari habitatnya.
Di pasar itu, satwa-satwa tersebut justru dipajang tanpa ditutup-tutupi.
Salah seorang penjual yang menggunakan sepeda motor membawa beberapa kandang berisi hewan langka di belakang sepedanya.
Misalnya, landak dan musang. Ada juga hewan lainnya, tetapi bukan termasuk satwa yang dilindungi seperti burung gagak.
Namun, hewan-hewan yang mahal tidak diletakkan di kandang, tetapi di kantong kain yang biasa dipakai untuk membungkus snack pengajian.
"Ini Rp 500 ribu saja," ujar penjual bernama Gun (nama samaran), sambil mengeluarkan seekor kucing hutan dari kantong tersebut.
Ironisnya, tawar-menawar dilakukan di tempat yang semua orang bisa melihat, bahkan ikut menawar.
Di sudut lain, masih banyak penjual hewan langka. Di lapak milik Pap (nama samaran), lebih banyak lagi hewan langka yang dijual.
Semua hewan langka yang dimiliki Gun berada di lapak sekaligus rumah Mbak Pap.
Misalnya, Nycticebus coucang (kukang/malu-malu) serta beberapa jenis elang seperti elang brontok hitam dan elang ular bido.
Berjarak beberapa meter dari lapak Pap, ada lapak milik On (nama samaran).
Namun, lapak tersebut tak terlihat dari luar. Hanya ada beberapa kayu tenggeran burung yang di atasnya terdapat Lorius domicellus (nuri kepala hitam).
On tidak akan mengarahkan sembarangan orang ke tempat itu.
Di dalam ruangan tersebut, ada tiga burung kakaktua besar jambul kuning (Cacatua galerita). Harganya Rp 3 juta untuk yang paling besar.
Semua hewan tersebut merupakan satwa yang dilindungi undang-undang.
Menurut pasal 21 ayat 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tertulis jelas bahwa setiap orang dilarang untuk menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa atau bagian tubuh satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup atau mati, serta mengeluarkan satwa dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau luar Indonesia.
Kegiatan jual beli hewan yang dilindungi tersebut ternyata sudah berjalan puluhan tahun.
Koi (nama samaran) mengungkapkan, sejak 1996 dirinya mengetahui kegiatan itu.
"Sebelum tahun itu juga sudah ada," terangnya.
Dia pernah terjun langsung dalam bisnis semacam itu sejak 2001.
Namun, anehnya, kegiatan tersebut seakan tak tercium polisi sama sekali. Begitu juga Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA).
Koi menyangkal, sejak berhenti dari bisnis tersebut, dirinya berbalik arah menjadi pemeran kegiatan itu.
Dia sampai mengecek ke segala penjuru bagaimana bisa bisnis seperti itu tak tercium petugas kepolisian.
"Sudah saya laporkan, baik ke BKSDA maupun kepolisian. Semua nggak berani berkutik karena ada backing," terangnya.
Sampai saat ini, para penjual masih bebas memperdagangkan satwa liar yang dilindungi.
Kasatreskrim Polresta Kediri AKP Ridwan Sahara menyatakan, pihaknya akan menyelidiki hal tersebut. "Ya, akan kami lidik," ujarnya. (c3/c21/diq/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Mengaku Bawa Gudeg, Ternyata Mau Selundupkan Satwa
Redaktur & Reporter : Natalia