Larangan Duduk Ngangkang Masih Imbauan

Sabtu, 05 Januari 2013 – 06:36 WIB
JAKARTA - Aturan baru Pemkot Lhokseumawe, Aceh yang berisi himbauan agar perempuan tidak duduk mengangkang saat bermotor, menuai sejumlah kecaman.

Namun, Kemendagri menilai terlalu dini jika mengecam aturan tersebut. Sebab, aturan pemkot Lhokseumawe tersebut baru berupa imbauan, bahkan belum masuk dalam Rencana Perda.

"Jadi terlalu dini kalau sudah ada yang mengatakan aturan tersebut bias gender dan diskrimnatif,"jelas Juru Bicara Kemendagri Reydonnyzar Moenek di Jakarta, kemarin (4/1).

Pria yang akrab disapa Donny itu menguraikan, aturan terkait perilaku perempuan muslim tersebut, baru sebatas ajakan dan himbauan dari Walikota Lhokseumawe.

Bahkan, aturan tersebut belum dimasukkan dalam Rancangan Perda. Saat ini, aturan tersebut masih dalam tahap uji publik atau evaluasi. "Kalau masih dalam bentuk Raperda, sifatnya masih preventif. Nanti kalau sudah jadi Perda, baru bisa represif," urainya.

Sebelum disahkan, kata Donny, seluruh peraturan buatan pemerintah daerah harus dikonsultasikan kepada Kemendagri, termasuk rencana larangan perempuan duduk mengangkang tersebut.

Namun, Donny mengakui terkait otonomi khusus di Aceh, pihaknya harus menghormati unsur-unsur dalam aturan Perda yang bersangkutan dengan sistem nilai atau norma khusus yang berlaku. "Ya kita harus menghormati. Karena di sana kan berlaku norma-norma khusus. Kalau memang dipandang perlu ya tidak apa-apa (disahkan),"ujarnya.

Meski begitu, Donny meyakinkan, sekalipun aturan tersebut nantinya disahkan menjadi Perda, pasti terdapat sejumlah penyesuaian. Selain itu, Kemendagri masih bisa melakukan klarifikasi terhadap Perda.

"Meskipun sudah menjadi perda, kalau dirasa ada yang perlu diperbaiki, ya masih bisa kami klarifikasi kembali. Tapi, pastinya nanti ada penyesuaian-penyesuaian sesuai hasil uji publik,"imbuh dia.

Sementara itu, salah satu pihak yang mengecam keras rencana Perda tersebut adalah Komnas Perempuan. Menurut Komisioner Komnas Perempuan Neng Dara Affiah, rencana aturan tersebut tidak produktif serta tidak memiliki manfaat bagi perempuan di daerah tersebut.

"Peraturan itu dibuat harus memiliki manfaat bagi warga, terutama perempuan. Kalau tidak ada manfaatnya, hanya menghabiskan dana daerah saja. Sementara kemungkinan yang dirugikan lebih banyak adalah perempuan,"tegasnya di Jakarta, kemarin.

Dara melanjutkan, seharusnya pemerintah justru membikin aturan yang memiliki banyak manfaat. Misalnya, memperbanyak lembaga-lembaga layanan korban kekerasan yang diintegrasikan di sejumlah puskesmas. Dengan begitu, perempuan korban kekerasan memiliki akses terhadap perlindungan hukum dan pemulihan psikologisnya.

"Sementara aturan itu, tidak ada manfaatnya. Kalau memang perempuan yang duduk mengangkang itu diduga tidak sesuai dengan syariat Islam, apa tolak ukur ketidak sesuaiannya. Argumentasi akademis ini harus melalui pengujian publik,"tegasnya.

Sebelumn ya, Pemerintah kota Lhokseumawe tengah menyiapkan aturan yang tidak biasa. Dinas Syariat Islam membuat draf berisi himbauan agar perempuan tidak duduk mengangkang. "Draf sedang disiapkan oleh Dinas Syariah, jadi nomor berapa himbauan itu nanti ketika sudah siap," kata Sekretaris Daerah Kota Lhokseumawe, Dasni Yuzar, Kamis lalu.

Dasni mengatakan draf itu memang baru disiapkan. Mulai Senin depan, pengumumannya akan di tempelkan di sejumlah tempat-tempat umum. Sejumlah spanduk dan baliho pun sudah disiapkan. (Ken)



BACA ARTIKEL LAINNYA... Perbanyak Rumah Khusus Pekerja Non Formal

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler