Senyawa yang terdapat pada perairan laut yang terkontaminasi minyak seperti Poliaromatik Hidrokarbon (PAH), ujarnya, bersifat toksit atau beracun, mutagen atau penyebab penyakit dan seringkali bersifat karsinogen atau penyebab kanker, sehingga tak bisa dibiarkan.
"Selama ini lautan yang kontaminasi tumpahan minyak baru bisa benar-benar bersih setelah 1-2 tahun kejadian tumpahan minyak, contohnya bocornya tanker di Spanyol," katanya.
Cemaran minyak di laut bisa diatasi secara fisik dengan mengambili minyak dari lingkungan, seperti yang dilakukan nelayan petambak yang kemudian menjual kembali tumpahan minyak tersebut.Selain itu juga dengan menggunakan cara kimia dengan menambahkan bahan kimia tertentu ke lingkungan laut untuk mengikat tumpahan minyak, ujarnya, namun cara ini tidak ramah lingkungan.
"Sedangkan bioremediasi atau teknik penanggulangan tumpahan minyak dengan menggunakan mikroba, masih belum dilakukan di Indonesia, padahal lautan Indonesia memiliki banyak jenis mikroba pemakan minyak," katanya.Saat ini pihaknya masih dalam taraf melakukan isolasi sejumlah mikroba dan mencari karakternya secara genetik, serta melihat bagaimana secara molekuler, kemampuan mikroba mendegradasi minyak.
Ia juga menyebutkan ada dua teknik bioremediasi terhadap cemaran minyak, yakni dengan bio-augmentasi atau menebar bakteri pemakan minyak ke lingkungan tercemar minyak dan bio-stimulasi atau memberi mineral untuk merangsang pertumbuhan mikroba di daerah tercemar."Saya lebih berat ke teknik bio-stimulasi karena jika menggunakan teknik bio-augmentasi belum tentu bakteri baru tersebut cocok di kawasan itu," katanya.(aj/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... ASEAN Summit, Bahas Kejahatan Transnasional
Redaktur : Tim Redaksi