"Dengan kemenangan ini berarti keputusan Amir Syamsuddin dinyatakan batal dan tidak sah. Artinya, kepengurusan kami yang dianggap sah," kata Amelia A Yani menanggapi keputusan PTUN Jakarta di Kantor DPP PPRN, Jalan Jambu, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (25/7).
Dalam amar putusan PTUN Jakarta yang dibacakan Selasa (24/7) oleh Ketua Majelis Hakim, I Nyoman Harnanta dan anggota masing-masing Amir Fauzi dan Marsinta Uli Saragih menyatakan bahwa SK Menkumham yang mengesahkan kubu DL Sitorus dianggap bertentangan dengan pasal 32 UU No 2 tahun 2011 tentang Partai Politik dan azas-azas umum pemerintahan yang baik.
Makanya dalam pertimbangannya pada putusan perkara nomor: 43/G/2012/PTUN-Jakarta, Majelis hakim TUN mewajibkan SK Menteri Hukum dan HAM No. M. HH.17.AH.11.01 Tahun 2011 tanggal 19 Desember 2011 tentang pengesahan anggaran dasar, anggaran rumah tangga dan susunan kepengurusan PPRN Periode 2011-2016 dinyatakan batal dan tidak sah oleh pengadilan.
Setelah membatalkan SK Menkumham, hakim juga memerintahkan Amir mencabut SK tersebut dan menhukum Amir sebagai tergugat untuk membayar seluruh biaya perkara. "Jadi ini betul-betul keputusan yang adil. Kebenaran memang tak bisa dikalahkan dengan kekuasaan," lanjut Amelia.
Amelia menjelaskan penerbitan SK Menkumham sebelum dibatalkan PTUN Jakarta memang sempat meresahkan kader-kader PPRN yang di daerah yang menyelenggarakan Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) seperti Kota Kupang, Halmahera Tengah, Buleleng dan Buton. Perpecahan itu terjadi karena adanya kepengurusan ganda dan beberapa anggota dewan juga diancam dipecat jika tidak mengikuti kepengurusan DL Sitorus.
"Namun, Amir telah melakukan kekeliruan dan kesalahan kalkulasi politik. Ia mengira dengan menerbitkan SK DL Sitorus secara otomatis semua kader PPRN akan beralih. Kenyataannya, justru kebijakan itu membuat kader kamis solid dan bersatu melawan kebijakan Amir Syamsuddin," kata Amelia. (awa/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Bawaslu: Pengawasan Pemilukada DKI tak Maksimal
Redaktur : Tim Redaksi