jpnn.com - JAKARTA -- Seorang guru honorer di Blitar, Sri Haryadi mengaku beberapa kali mendapat intimidasi karena ia dianggap membongkar dugaan suap saat rekrutmen honorer K2. Intimidasi itu diakuinya berasal dari rekan sesama honorer di wilayahnya dan sejumlah oknum di sebuah forum honorer di Blitar.
"Mereka empat kali ke tempat saya, bisa sampai ratusan orang. Dikiranya saya yang lapor polisi kalau ada yang bayar uang supaya diloloskan. Padahal bukan saya yang melapor," ujar Sri dalam jumpa pers di kantor Indonesia Corruption Watch (ICW), Jakarta, Minggu, (16/3).
BACA JUGA: Dahlan Iskan Sempatkan Teleconference saat di Magelang
Menurut pengakuan Sri saat akan rekrutmen beberapa temannya diminta mengumpulkan uang oleh oknum pengurus forum jika ingin diloloskan. Sri mengaku ia termasuk yang menolak mengumpulkan uang. Sedang beberapa temannya ada yang tetap memberikannya.
Namun, saat hasil tes dikeluarkan kata Sri, honorer yang membayar ada pula yang tidak lolos rekrutmen. Belum lagi ditambah, adanya laporan ke polisi bahwa sejumlah honorer membayar.
Beberapa orang kata dia, mengira ia yang melaporkannya pada polisi. Oknum forum yang diduga meminta uang itu, dicurigai juga bekerja sama dengan oknum pemerintah kabupaten setempat.
BACA JUGA: Gelar Kampanye , Hatta Terus Dielukan Jadi Presiden
"Banyak kecurangan yang terjadi saat rekrutmen itu, yang juga dilakukan forum itu. Ada juga pemalsuan dokumen. Yang harusnya enggak ikut tes, malah ada namanya dan lolos," ungkap Sri.
Sri menyatakan selain meminta para tenaga honorer mengumpulkan uang, oknum pemkab dan forum honorer juga melakukan pungutan liar (pungli). Mereka meminta "biaya intip" sebesar Rp 20 ribu. Yang dimaksud biaya intip adalah biaya jika para peserta honorer K2 ingin mengetahui nomor seleksinya terlebih dahulu.
BACA JUGA: Dongkrak Suara PAN, Hatta Garap Wilayah Banyumasan
"Saya rasa itu hanya akal-akalan mereka saja. Itu ada ratusan orang ikut tes, kalau dihitung semua bayar 20 ribu, mereka pasti dapat banyak, bisa puluhan juta. Demi selembar kertas nomor seleksi, kami disuruh bayar itu," beber Guru SMP 1 Kademangan, Blitar itu.
Selain biaya intip, para peserta rekrutmen juga diminta uang Rp 500 ribu perorang jika tidak ingin dipindahtugaskan setelah lolos nanti.
"Jadi ya, kalau saya sudah ngajar di SMP, biar enggak dipindah setelah lolos, saya harus bayar 500 ribu itu. Saya enggak mau bayar," tegasnya.
Berbagai ancaman ini, kata Sri, memang sempat membuatnya takut. Namun, karena mendapat banyak dukungan ia pun bersedia membantu Koalisi LSM Pemantau CPNS untuk menelusuri penyimpangan rekrutmen honorer yang terjadi di wilayahnya.
Nantinya, koalisi juga akan membawa Sri ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) agar mendapat perlindungan khusus setelah mengalami banyak intimidasi tersebut. (flo/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Rhoma Irama, Mahfud MD dan JK Dongkrak Suara PKB
Redaktur : Tim Redaksi