Lawan Trias Koruptika, Dewan Pembina UTA 45 Serukan Pembatasan Kekuasaan Partai

Kamis, 28 Desember 2023 – 08:18 WIB
Logo 17 partai politik peserta Pemilu 2024. Foto: ANTARA/HO- ilustrasi KPU.

jpnn.com, JAKARTA - Ketua Dewan Pembina Universitas 17 Agustus 1945 (UTA '45) Jakarta Rudyono Darsono menilai umur kekuasaan partai politik (parpol) perlu dibatasi seperti presiden.

Jika terus dibiarkan tanpa batas seperti sekarang, maka berpotensi akan membahayakan negara.

BACA JUGA: Sebut Jateng Bukan Kandang Satu Partai Saja, Anies: Warga Ingin Perubahan

"Kalau secara konstitusi tidak ada jalan yang mampu membatasi, karena pembodohan dan pemiskinan yang dipelihara oleh negara melalui sistem korupsi nasional yang dikendalikan oleh trias koruptica (eksekutif, legislatif dan yudikatif) yang saat ini terjadi, maka semua orang terdidik harus mau membagikan ilmu dan pengetahuannya untuk menyebarkan dan memberikan pemahaman kepada masyarakat kebanyakan demi NKRI," kata Rudy, Rabu (27/12).

Menurut dia, pasti ada risiko yang akan muncul ketika melawan pihak yang hendak mempertahankan kekuasaannya. Baik tekanan secara fisik maupun mental.

BACA JUGA: Waketum Partai Garuda Sebut Label Aktivis Tidak Serta Merta Bebas dari Hukum

"Dari kelompok yang pasti ingin mempertahankan kekuasaannya dengan segala cara, termasuk cara-cara barbar dan biadab," kata dia.

Kekuasaan partai politik, menurutnya, akan berdampak negatif jika dibiarkan terlalu lama.

BACA JUGA: Resmikan Kantor Partai di Tanah Kelahiran SBY, Hasto Sampaikan Perintah Megawati kepada Kader

"Partai politik apa pun yang telah berkuasa terlalu lama harus dilakukan evaluasi dan koreksi secara mendalam melalui proses pergantian atau pemilihan atas kekuasaan politik yang dijalankan lewat pemilu 5 tahunan. Seperti kekuasaan presiden," jelasnya.

"Walaupun dalam pemilihan partai politik tidak ada aturan konstitusi yang membatasi," imbuh Rudy.

Jika hal ini tak dilakukan, menurutnya negara akan rusak. Selama 10 tahun terakhir, kata Rudy, Indonesia telah terjebak dalam sistem ekonomi kanibalisme murni. Bukan lagi kapitalis atau sosialis atau kombinasi sosialis dan kapitalis.

"Di mana, trias koruptica mengendalikan negeri, si kaya bukan hanya bertambah kaya dengan bisnisnya, tapi juga sekaligus menghancurkan si miskin, dengan kekuasaan keuangan dan koneksi kekuasaan politik busuknya," tandas Rudy.

Ia mengatakan, dirusaknya sistem dan pelaksanaan penegakan hukum serta keadilan melalui kekuatan trias koruptica yang mengendalikan Indonesia, bukan hanya menciptakan konglomerasi busuk. 

Namun, sekaligus juga menciptakan rakyat miskin yang merata hampir di seantero Tanah Air.

"Ini dilakukan oleh politikus korup yang gemar menyalahgunakan kewenangannya demi seonggok harta haram untuk memperkaya diri sendiri dan kelompoknya, serta mempertahankan kekuasaan ke depan yang pasti membutuhkan banyak modal untuk membeli suara-suara rakyat yang memang sengaja dipelihara kebodohan dan kemiskinannya," ungkap Rudy.

"Sistem kanibalisme para pengusaha bandit, dengan menggunakan kekuatan keuangan dan koneksi kekuasaan lebih cenderung melakukan bisnis dengan cara yang kotor untuk menimbun pundi-pundi uangnya, sehingga Indonesia saat ini lebih dikenal dengan sebutan negara para mafia, yang dulu gelar ini lebih dikenal sebagai sebutan untuk negara para mafioso Italia dan di sebagian Amerika bagian selatan," katanya

Kekuasaan partai politik yang hampir dapat dikatakan absolut, lanjut Rudy, membuat penyalahgunaan kewenangan dan korupsi terjadi dengan sangat masif di semua lini.

Ini menjadi sangat berbahaya, karena berlangsung hampir tanpa pengawasan yang memadai.

Hal itulah yang menjadi penyebab atau pertimbangan utama, mengapa menurutnya kekuasaan partai politik harus dapat dibatasi dan dievaluasi.

"Kekuasaan yang berkepanjangan dan terlalu lama di era Reformasi saat ini, akan membuat Indonesia masuk kembali ke dalam situasi yang pasti lebih buruk dari rezim Orba maupun rezim Orla dan berpotensi memasuki pintu kehancuran untuk NKRI. Salam Pancasila dan salam NKRI. Bersama kita menjaga negeri," tandas Rudy. (dil/jpnn)


Redaktur & Reporter : M. Adil Syarif

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler