LBH Pelita Umat Sebut UU Cipta Kerja Berpotensi Melenyapkan Aset Negara

Kamis, 08 Oktober 2020 – 06:37 WIB
Aksi unjuk rasa mahasiswa tolak UU Cipta Kerja di Kawasan Jababeka, Cikarang, Kabupaten Bekasi, Rabu (7/10). Foto: Dean Pahrevi/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Pengacara sekaligus Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pelita Umat Chandra Purna Irawan, menyampaikan penilaian terhadap materi Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker) yang telah disetujui DPR menjadi UU pada 5 Oktober 2020.

Chandra dalam pendapat hukumnya menyampaikan penafsiran terkait Bab X UU Cipta Kerja.

BACA JUGA: Kecewa RUU Cipta Kerja Disahkan, Melanie Subono: Hai Para Pengkhianat, Tidur Tenang Semalam?

Dia pun mengatakan pendapatnya ini sebagai bentuk kepedulian terhadap negara, serta memiliki dasar hukum dan argumentatif.

Dalam pendapat hukumnya, Chandra menuliskan 5 poin mengenai Bab X UU Cipta Kerja yang mengatur tentang Investasi Pemerintah Pusat dan Kemudahan Proyek Strategis Nasional.

BACA JUGA: Wakil Ketua MPR: Pemerintah Harus Mengevaluasi Pengesahan RUU Cipta Kerja

Dia pun berpendapat bahwa ketentuan di Bab X berpotensi membuat aset negara lenyap.

"Pertama, bahwa berdasarkan Bab sepuluh tentang investasi, RUU Omnibus Law ini akan melahirkan lembaga baru yang berbadan hukum, lembaga baru tersebut bernama Lembaga Pengelola Investasi (LPI)," ucap Chandra, Rabu (7/10).

BACA JUGA: Informasi Terbaru dari Kepala BKN soal SK PPPK, Jangan Kaget ya

Kedua, bahwa investasi pemerintah pusat yang dilakukan oleh lembaga itu bersumber dari aset negara, aset badan usaha milik negara, dan/atau sumber lain yang sah.

Aset negara dan aset badan usaha milik negara yang dijadikan investasi pemerintah pusat pada Lembaga (LPI0red) dipindahtangankan menjadi aset lembaga yang selanjutnya menjadi milik dan tanggung jawab lembaganya.

Ketentuan ini tertuang dalam Pasal 157 ayat (2) RUU Cipta Kerja yang berbunyi "Aset negara dan aset badan usaha milik negara yang dijadikan investasi Pemerintah Pusat pada Lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipindahtangankan menjadi aset Lembaga yang selanjutnya menjadi milik dan tanggung jawab Lembaga."

Ketiga, bahwa terdapat adanya potensi hilangnya hak pengelolaan negara atas aset-aset dan kekayaan negara dengan berubahnya kata 'aset negara' menjadi 'aset lembaga' dan kata 'kerugian negara' menjadi 'kerugian lembaga'.

Jika aset negara yang dipindahtangankan oleh Lembaga Pengelola Investasi (LPI), kata Chandra, aset tersebut tidak lagi disebut sebagai aset negara, tetapi aset lembaga.

Keempat, menurut Chandra bahwa apabila LPI tidak dapat mengelola investasinya atau mengalami kerugian ataupun mengalami kejadian luar biasa yang menyebabkan kerugian, negara dapat berpotensi kehilangan aset-asetnya.

"Apabila kerugian tersebut hanya disebut kerugian lembaga, maka negara berpotensi kehilangan hak penguasaan terhadap aset-aset tersebut," sebut Ketua Eksekutif Nasional BHP KSHUMI ini.

Kelima, Chandra menyatakan bahwa apabila terjadi sebagaimana yang dimaksud dalam nomor tiga dan empat. Maka hal tersebut dapat dinilai bertentangan dengan UUD 1945.

Diketahui, RUU Ciptaker yang telah disetujui DPR menjadi UU pada Senin (5/10) lalu mendapat penolakan dari banyak pihak.

Selain dua partai di DPR, yakni Demokrat dan PKS, berbagai elemen buruh juga menggelar mogok nasional menolak UU dengan konsep omnibus law itu.(fat/jpnn)

 

Video Terpopuler Hari ini:


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler