LE: Langkah Erick Thohir Benahi Kinerja BUMN Perlu Didukung

Senin, 06 Juli 2020 – 18:00 WIB
Menteri BUMN Erick Thohir. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Ketua Dewan Pakar Indonesia Maju Institut (IMI) Lukman Edy menilai, sosok Erick Thohir masih mampu menunjukkan sikap profesional dan tegas dalam mengambil kebijakan di Kementerian BUMN.

Meskipun belakangan sepak terjangnya mendapat sorotan, tetapi banyak pihak menaruh harapan terhadap mantan Ketua TKN Jokowi - Ma'ruf Amin itu, untuk bisa memperbaiki kinerja perusahaan pelat merah terutama dalam masa sulit akibat pandemi Covid-19.

BACA JUGA: Presiden Diminta Segera Copot Erick Thohir dari Menteri BUMN, Ternyata Ini Penyebabnya

"Erick Thohir butuh waktu untuk menata BUMN seluas-luasnya," kata Lukman Edy di Jakarta, Senin (6/7).

LE -- sapaan Lukman Edy, mengatakan bahwa Presiden Jokowi sudah memberikan kepercayaan penuh kepada pengusaha yang pernah menjadi presiden Inter Milan tersebut.

BACA JUGA: Istri Kedua Berkehendak, Polisi Pun Dibuat tak Berdaya

Hal tersebut jelas menjadi tantangan bagi Erick untuk terus berkiprah melakukan efisiensi dan transformasi di BUMN.

Terkait kebijakan Erick memasukkan 22 anggota Polri dan TNI aktif sebagai komisaris di berbagai BUMN, dinilai LE masih dalam koridor yang mengedepankan profesionalitas.

BACA JUGA: Rajin Kritik BUMN, Adian Napitupulu Bakal jadi Wamen? Ini Analisis Pengamat

Hal itu juga tidak ada sangkut pautnya dengan wacana kembalinya Dwifungsi ABRI, seperti masa Orde Baru.

"Isu ini (dwifungsi-red) sama sekali ahistoris dan mengada-ada. Terhapusnya dwifungsi ABRI ditandai dengan terpisahnya TNI dan Polri," tegas pria asal Riau ini.

Dia juga menjelaskan bahwa kedua institusi itu juga telah diatur dengan UU yang berbeda.

TNI sebagai kekuatan militer untuk menjaga kedaulatan negara, sedangkan Polri menjadi kekuatan sipil untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat.

"Jadi kalau Polisi banyak mengisi jabatan sipil, seharusnya tidak dipermasalahkan lagi," kata mantan legislator Senayan ini.

Lebih jauh dijelaskan LE, dihapusnya dwifungsi ABRI menegaskan TNI tidak boleh masuk dalam wilayah politik praktis.

Berbeda dengan masa Orde Baru yang memposisikan militer dalam Fraksi ABRI di parlemen.

"Pada saat itu, ABRI bisa jadi anggota DPR, DPRD dan secara sistematis ada representasinya dalam kepemimpinan di daerah sebagai gubernur atau gubernur. Sekarang jabatan politik praktis tersebut harus melalui partai politik sebagai simbol supremasi sipil," terangnya.

Baik di UU Pemilu maupun pemilihan kepala daerah, semuanya jelas diatur bahwa TNI dan Polri tidak memiliki hak suara untuk memilih.

Apalagi untuk dipilih. Mereka harus mundur dari jabatan aktifnya kalau mau mencalonkan diri, menduduki kursi legislatif maupun pimpinan eksekutif.

"Apalagi untuk mencalonkan diri jadi presiden dan wakil presiden," tukas mantan ketua Pansus RUU Pemilu DPR ini.

LE menegaskan bahwa peran para anggota TNI dan Polri aktif di BUMN tidak menyalahi konsep trias politica yang membagi kekuasaan negara pada tiga elemen, yakni; eksekutif, legislatif, dan yudikatif.

"Ketiganya tidak boleh campur aduk, tetapi tetap ada check and balances. Legislatif-lah yang dianggap sebagai simbol supremasi sipil, untuk mewakili kekuatan rakyat itu sendiri," ujar LE.

Pihaknya menambahkan, upaya menggiring opini bahwa prajurit TNI masuk dalam BUMN adalah kesalahan konstitusional karena mengembalikan dwifungsi ABRI yang sudah diberangus, merupakan pandangan yang menyesatkan dan menggiring opini sesat. (fat/jpnn)

Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler