Lebanon Mencekam, Warga Biasa hingga Tokoh Agama Serukan Revolusi

Senin, 10 Agustus 2020 – 05:30 WIB
Warga Lebanon yang berunjuk rasa bentrok dengan polisi dalam aksi protes di lapangan Pahlawan, pusat kota Beirut, Lebanon. Foto: ANTARA/REUTERS/Mohamed Azakir

jpnn.com, BEIRUT - Sejumlah warga Lebanon pada Minggu (9/8) menyerukan pemberontakan berkelanjutan untuk menggulingkan para pemimpin mereka di tengah kemarahan publik atas ledakan dahsyat pekan ini di Beirut.

Para pengunjuk rasa telah meminta pemerintah untuk mengundurkan diri atas apa yang mereka sebut sebagai kelalaian yang menyebabkan ledakan. Kemarahan itu memuncak dan memicu keributan di Beirut pada Sabtu tengah hari (8/8).

BACA JUGA: Ledakan di Lebanon Menambah Penderitaan Pengungsi Palestina

Kepala Gereja Maronit Batrik Bechara Boutros al-Rahi mengatakan kabinet harus mundur jika tidak bisa mengubah cara pemerintahannya.

"Pengunduran diri seorang anggota parlemen atau menteri tidak cukup, seluruh pemerintah harus mengundurkan diri jika tidak dapat membantu negara pulih," kata dia dalam khotbah Minggu (9/8).

BACA JUGA: Kesedihan Azis Syamsuddin atas Tragedi Lebanon

Pada hari yang sama, Menteri Penerangan Manal Abdel Samad mengatakan dia mengundurkan diri dengan alasan ledakan dan kegagalan pemerintah untuk melakukan reformasi.

Sekitar 10.000 orang berkumpul di Martyrs 'Square, yang berubah menjadi zona pertempuran antara polisi dan pengunjuk rasa yang mencoba mendobrak penghalang di sepanjang jalan menuju parlemen. Beberapa demonstran menyerbu kementerian pemerintah dan Asosiasi Bank Lebanon.

BACA JUGA: Begini Nasib WNI Korban Ledakan Lebanon

Para pengunjuk rasa melawan lusinan tabung gas air mata yang ditembakkan ke arah mereka dan melemparkan batu dan petasan ke polisi anti huru hara, beberapa di antaranya dibawa ke ambulans. Seorang polisi tewas.

Palang Merah mengatakan telah merawat 117 orang karena cedera di tempat kejadian pada Sabtu, sementara 55 orang lainnya dibawa ke rumah sakit.

Tentara yang membawa senapan mesin ditempatkan di samping Martyrs 'Square.

"Orang-orang harus tidur di jalanan dan berdemonstrasi menentang pemerintah sampai pemerintah jatuh," kata pengacara Maya Habli, saat dia mengamati pelabuhan yang hancur karena ledakan.

Ledakan itu menewaskan 158 orang dan melukai lebih dari 6.000 orang, menghancurkan beberapa bagian kota dan memperparah krisis politik dan ekonomi selama berbulan-bulan. Sebanyak 21 orang masih dilaporkan hilang.

Perdana menteri dan kepresidenan mengatakan 2.750 ton amonium nitrat yang sangat eksplosif, yang digunakan untuk membuat pupuk dan bom, telah disimpan selama enam tahun tanpa tindakan pengamanan di gudang pelabuhan.

Pemerintah mengatakan akan meminta pertanggungjawaban pihak-pihak terkait. (ant/dil/jpnn)


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler