Hari Raya Idul Fitri bagi umat Muslim di seluruh dunia adalah perayaan kemenangan setelah berhasil melewati Ramadan dan berkumpul dengan keluarga besar.

Bagi mereka yang tinggal di Australia, ini adalah kali pertama mereka bisa kembali ke Indonesia sejak pandemi COVID-19.

BACA JUGA: Keluarga Putra Siregar Ungkap Alasan Berlebaran Tanpa Tamu, Oh Ternyata

Salah seorang di antara warga asal Australia tersebut Andrian Wiguna, yang minggu lalu terbang dari ibu kota negara bagian Australia Selatan, Adelaide, ke Jakarta lewat Singapura.

Perjalanan pulang kali ini bersama istrinya Ade Suwando dan putra mereka Aristo terasa berbeda dengan perjalanan pulang terakhir kali Andrian di tahun 2019.

BACA JUGA: Kota Terkaya China Lockdown Berkepanjangan, Anak-Anak Jadi Korban

"Ketika itu di bandara yang menjemput adalah kakak laki-laki saya, istrinya, dan ibu saya," kata Andrian kepada ABC.

Namun ketiga orang tersayangnya tersebut telah meninggal dunia pada tahun 2021, hanya berselang sekitar tiga bulan.

BACA JUGA: Tiket Kereta Arus Balik Masih Tersedia, Harga Lebih Murah, Catat Tanggalnya!

Kakak laki-lakinya meninggal karena COVID di bulan Juli, kakak ipar perempuannya meninggal karena kanker di bulan November dan dua minggu kemudian ibu Andrian juga berpulang karena COVID.

Dia tidak bisa mengunjungi pemakaman mereka karena saat itu Australia menutup perbatasan perjalanan internasional selama delapan belas bulan karena pandemi.

"Tentu saja sekarang rasanya berbeda sekali ketika kami tiba di Indonesia lagi tanpa kehadiran mereka lagi," katanya.

Untuk Lebaran kali ini, Andrian hanya bisa 'menemui' ibu, kakak laki-lakinya, dan iparnya, di makam mereka, sambil menaikkan doa bagi ketenangan mereka.

Tapi lebih dari itu, Andrian yang kini hanya punya satu kakak perempuan, juga mengemban misi lain selama kepulangannya.

Ia merasa harus membantu mengurusi tiga anak yang masih remaja yang ditinggal oleh keluarga kakaknya.

"Kami sedang mengadakan diskusi mengenai masa depan mereka, mempertimbangkan apa yang terbaik bagi mereka terkait perwalian, apakah mereka misalnya bisa tinggal bersama kami di Australia atau mereka lebih baik tinggal di Jakarta," katanya.

"Jadi sekarang ini pulang Lebaran, bukan sekadar merayakan Idul Fitri saja, namun saya juga harus membantu mengurus masalah keluarga yang lain." Merayakan Lebaran bersama keluarga setelah sekian tahun

Untuk pertama kalinya dalam dua tahun terakhir, pemerintah Indonesia mengizinkan masyarakat untuk mudik Lebaran, dengan cuti bersama selama 10 hari sejak 30 April untuk merayakan Hari Raya Idul Fitri.

Diperkirakan sekitar 85 juta orang akan melakukan pergerakan selama masa liburan panjang tersebut, dan merupakan gelombang mudik Lebaran terbesar dalam sejarah Indonesia.

Sebelum pandemi, pergerakan terbesar warga selama Lebaran adalah sekitar 30 juta orang.

Pergerakan tinggi ini karena sejak 8 Maret, perjalanan di dalam negeri sudah tidak perlu lagi melakukan tes PCR dan RAT negatif, dan sejak 5 April, kedatangan internasional tidak lagi harus menunjukkan hasil tes PCR negatif ketika tiba di Indonesia.

Didi Rullianda yang sudah menjadi warga negara Australia, tinggal di Melbourne sejak tahun 2002.

Namun, ia selalu berusaha pulang ke Indonesia guna merayakan Lebaran bila memungkinkan.

Dia sekarang berada di Indonesia bersama putranya Raihan, karena istrinya yang menderita kanker masih harus melanjutkan perawatan.

"Saya sudah begitu rindu dengan keluarga saya di Indonesia, jadi setelah berbicara dengan istri, dia mengizinkan saya untuk pulang tahun ini," kata Didi kepada wartawan ABC Indonesia Sastra Wijaya.

Didi yang bekerja menjadi konsultan IT mengatakan perasaannya selama dua tahun terakhir ini naik-turun karena mengkhawatirkan keadaan keluarganya saat ia hanya bisa mengikuti berita mengenai COVID-19 Indonesia dari Australia.

Angka resmi menunjukkan lebih dari 150 ribu warga Indonesia meninggal karena COVID, yang sebagian besar terjadi semasa gelombang varian Delta tahun lalu.

Didi merasa beruntung bahwa anggota keluarganya di Jakarta tidak ada yang menjadi korban COVID.

Ia mengaku lega bisa mengunjungi neneknya, Sumidah, yang sudah berusia 86 tahun di Purbalingga, Jawa Tengah, pada lebaran tahun ini.

Monalisa Hainsworth juga merasa senang bisa mengunjungi Indonesia lagi untuk merayakan Lebaran meski pada awalnya dia tidak berencana untuk berkunjung saat sekarang ini.

"Seminggu sebelumnya saya memutuskan untuk pulang setelah saya mendapat izin cuti sebulan dari tempat kerja saya," kata Monalisa.

"Ini adalah untuk pertama kalinya saya merasakan Idul Fitri bersama orang tua dan keluarga besar saya dalam 10 tahun terakhir," kata Monalisa yang biasanya pulang tak bertepatan dengan lebaran. 'Laut tenang di antara gelombang'

Presiden Joko Widodo memperbolehkan mudik tahun ini setelah kasus COVID menurun tajam selama beberapa pekan terakhir.

Selama sepekan terakhir, kasus baru di Indonesia berkisar antar 100 sampai 600 per hari, dengan jumlah kematian berkisar antara 20 sampai 40 orang.

Tanggal 5 Mei tercatat adanya 250 kasus baru dan 19 kematian.

Ini sangat berbeda jauh dengan angka kasus di bulan Februari di tengah puncak gelombang varian Omicron di mana angka kasus satu satu hari bisa mencapai 64.700, yang bahkan melebihi jumlah kasus semasa gelombang Delta tahun 2021.

Hampir 80 persen dari jumlah target populasi 208 juta warga Indonesia sudah mendapatkan dua dosis vaksin.

Riris Andono Ahmad, epidemiolog dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, menggambarkan situasi di Indonesia saat ini seperti "laut yang tenang di antara gelombang."

"Sepanjang virus ini masih menyebar di seluruh dunia, maka kemungkinan munculnya varian baru tetap ada," kata Dr Andono Ahmad.

"Indonesia baru saja mengalami gelombang besar kasus Omicron, yang bahkan lebih buruk dibandingkan Delta dalam jumlah kasus."

"Tingkat vaksinasi dua dosis sudah cukup tinggi, jadi secara keseluruhan sudah terbentuk pertahanan yang cukup bagus untuk beberapa bulan mendatang."

Bagi Andrian Wiguna, perayaan Lebaran tahun ini di Indonesia diwarnai dengan kesedihan, namun juga ada hal yang  melegakan dan menggembirakan baginya karena bisa melihat sendiri bagaimana keadaan tiga keponakannya menjalani kehidupan sehari-hari setelah kehilangan kedua orang tua mereka.

"Saya bisa melihat sendiri keadaan mereka yang cukup baik, lebih baik dari dugaan saya sebelumnya sejak kehilangan orang tua mereka," katanya.

Lihat artikelnya dalam bahasa Inggris di sini.

BACA ARTIKEL LAINNYA... Mudik-Balik Horor

Berita Terkait