Ledia Hanifa: Anggaran Pendidikan di Indonesia Sangat Rumit

Rabu, 11 Desember 2019 – 07:32 WIB
Anggota Komisi X DPR Ledia Hanifah saat berbicara di diskusi bertema pendidikan yang digagas Center for Regulations and Development Analysis di Jakarta, Selasa (10/12). Foto: Mesya/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (kemendikbud) mengklaim anggaran pendidikan Indonesia terendah di dunia.

Menurut Plt Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Kemendikbud Totok Suprayitno, rendahnya anggaran ini dilhat dari jumlah yang diterima per siswa per tahun.

BACA JUGA: Anggaran Triliunan, Mutu Pendidikan Indonesia Masih Jeblok

"Kalau dilihat dari anggaran pendidikan untuk siswa, Indonesia paling rendah loh. Hanya USD 1700 per siswa per tahun. Atau kalau dirupiahkan menjadi Rp 23,8 juta (USD 1 = Rp 14 ribu)," kata Totok dalam diskusi pendidikan yang digagas Center for Regulations and Development Analysis di Jakarta, Selasa (10/12).

Totok yang juga merangkap kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kemendikbud menambahkan, untuk meningkatkan mutu pendidikan, pemerintah sudah melakukan deregulasi. Mulai dari undang-undang, Perpres, dan seterusnya. Jangka pendeknya misalnya membebaskan guru-guru dari ikatan yang tidak perlu.

BACA JUGA: Nadiem Makarim Harus Pikirkan Materi Pendidikan Bernuansa Toleransi

"Kami akan segera mengeluarkan edaran dari mendikbud supaya guru terbebas dari rutinitas yang tidak perlu. Termasuk pengawasnya. Jangan sampai ikatan yang membelenggu pembelajaran menjadi penghambat dari proses yang kreatif itu," terangnya.

Ledia Hanifah dari Komisi X DPR RI yang ikut dalam diskusi mengungkapkan, masalah anggaran pendidikan di Indonesia sangat rumit. Dana Rp 300 triliun sudah digelontorkan pusat ke daerah. Namun, Pemda tidak mau diskusi dengan DPRD karena menganggap itu dana pusat.

Sementara DPR RI tidak bisa mengawasi dana tersebut karena sudah jadi kewenangan daerah. "Jadi yang kami lihat, pemda menyusun anggaran pendidikan menunggu dana pusat dulu. Setelah itu baru dia tambahkan. Jangan heran 99 persen pemda tidak memenuhi kewajiban alokasi anggaran pendidikan 20 persen.

Hal lainnya, anggaran pendidikan 20 persen harusnya di luar gaji. Namun, karena ada judicial review terhadap UU Sistem Pendidikan Nasional dan dimenangkan Mahkamah Konstitusi, makanya 20 persen itu sudah masuk gaji. Sementara gaji ini porsinya paling besar.

"Ini sebenarnya yang harus ditata kembali. Pemda maupun pusat harus sama-sama mengalokasikan dana pendidikan 20 persen di APBN/APBD. Selama ini pusat sudah memenuhi. Tinggal daerah yang belum," tandasnya. (esy/jpnn)


Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler