Perbatasan Australia masih ditutup dan hanya warga Australia, penduduk tetap atau permanent resident (PR), dan anggota keluarga dekatnya yang bisa datang ke Australia.

Rika Shears, asal Jawa Barat, dan suaminya Thomas Shears dari negara bagian Victoria memutuskan pulang ke Australia pada akhir pekan lalu.

BACA JUGA: Percepat Penerimaan Dokumen, Bea Cukai Perak Kenalkan Aplikasi Sipinter  

Sejak awal pandemi virus corona Pemerintah Australia sudah mengimbau warganya yang masih ada di luar negeri untuk pulang ke negaranya.

Rika mengaku ia tidak mau dipisahkan dari Thomas, karenanya ikut suaminya untuk pulang ke Victoria, negara bagian dengan ibu kota Melbourne.

BACA JUGA: Bea Cukai Awasi Pemulangan TKI asal Malaysia dan Tawau

Setelah tiba dengan selamat di Australia dan kini sedang menjalani karantina di salah satu hotel, Rika dan Thomas menceritakan pengalaman seru mereka berangkat dari Bandung. Photo: Kondisi Rika dan Thomas baik-baik saja saat menjalani karantina wajib di sebuah hotel dekat bandar udara Melbourne. (Koleksi pribadi)

 

BACA JUGA: GoFood Terapkan 6 Protokol Sesuai Pedoman BPOM

Kebingungan menuju Jakarta

Rika mengaku, perjalanan dari Bandung ke Jakarta adalah bagian yang "paling ribet" dari semua rangkaian perjalanan ke Australia di tengah pandemi virus corona.

"Karena ada aturan PSBB yang aturannya berubah-ubah terus," kata Rika saat dihubungi lewat telepon oleh Erwin Renaldi dari ABC Indonesia.

Salah satu yang membuat keduanya "stress" sebelum berangkat adalah aturan soal Surat Izin Keluar Masuk DKI Jakarta.

"Aturannya memang tertulis jelas, bahkan ada website-nya, tapi tidak jelas bagi mereka yang ingin melintasi DKI Jakarta," jelas Rika. Tiga tahapan pelonggaran di Australia
Pelonggaran aturan pembatasan pergerakan aktivitas di Australia akan dilakukan secara bertahap.

 

Sebelum berangkat sudah beberapa kali Rika mencoba menghubungi 'call centre' tetapi nomor tersebut tidak aktif, belum lagi situsnya juga 'down' atau tidak bisa diakses.

Berangkat dari Bandung dengan menggunakan 'shuttle bus' menuju bandara udara Soekarno Hatta di Tangerang, Rika mengaku melewati dua titik pemeriksaan di Karawang dan Bekasi.

"Ada perasaan deg-deg-an karena kami tidak bisa mendapat surat itu, takut kalau disuruh putar balik ke Bandung," jelasnya.

Namun, karena mereka memilih menggunakan 'shuttle bus' jalur yang mereka lewati berbeda dengan lokasi titik pemeriksaan. Kabin yang kosong Photo: Pesawat penumpang yang kosong dan hanya mengangkat kurang dari 20 orang dari Jakarta ke Melbourne. (Koleksi pribadi)

 

Tiba di bandara Soekarno-Hatta, Rika dan Thomas mengaku mengatakan melihat pemandangan yang tidak pernah ia lihat sebelumnya.

"Sepi banget, tapi serem sepinya, enggak ada siapa-siapa," kata Thomas Shears yang fasih berbahasa Indonesia kepada ABC.

Ia menjelaskan tiket pesawat tujuan Melbourne masih tersedia, meski dengan frekuensi terbang hanya sekali seminggu.

"Booking gampang, cuma mahal saja," jelasnya, "sekali jalan itu sekitar Rp 7,5 juta … bukan return [pulang pergi] karena tidak bisa".

Anda bisa menonton rekaman video 'Ngobrol Bareng Soal Virus Corona Dari Australia' di Facebook ABC Indonesia. External Link: Facebook Live Facebook

 

Ketika masuk ke dalam pesawat, keduanya mengatakan "rasanya luar biasa", karena biasanya ramai oleh penumpang.

"Rasanya juga lebih aman … karena pesawatnya kosong, tidak harus duduk samping orang lain," ujar Thomas.

Di kabin mereka hanya ada tiga orang dari total penumpang yang berjumlah kurang dari 20 orang.

Sejak mendarat, keduanya beserta penumpang lainnya sudah diberitahu jika mereka harus menjalani karantina wajib selama 14 hari.

Proses menuju imigrasi diakui oleh keduanya berjalan lancar, termasuk saat pengambilan barang-barang. Photo: Suasana bandar udara di Melbourne yang jauh sangat sepi dibandingkan biasanya, karena masih ditutupnya perbatasan internasional. (Koleksi pribadi)

 

"Semuanya proses cepat banget dan semuanya profesional banget," kata Thomas.

"Mulai turun pesawat disambut orang Department of Health, ada perawat banyak, mereka memastikan tidak ada gejala COVID-19," tambahnya. Kami menjawab pertanyaan seputar virus corona: Apakah Australia siap dengan gelombang kedua virus corona? Apa penjelasan di balik angka kematian di Indonesia? Siapa pasien pertama COVID-19 yang mengubah kehidupan dunia?

 

Usai melewati semua proses keluar bandara udara kemudian mereka dibawa menuju bis 'Skybus' untuk dibawa ke hotel tempat mereka akan dikarantina, yang lokasinya tidak jauh dari bandara. Biaya karantina ditanggung pemerintah

Di negara bagian Victoria biaya karantina bagi mereka yang pulang ke Australia ditanggung oleh pemerintah.

Tidak hanya kamar hotel, tapi juga makanan, seperti yang diceritakan oleh Thomas.

"Makanan tiga kali sehari diantar ke kamar," jelas Thomas, yang juga mengatakan mereka bisa memilih makanan sesuai kebutuhan pola makan. Photo: Makanan disajikan dan dikirim langsung ke kamar hotel tiga kali sehari untuk Rika dan Thomas. (Koleksi pribadi)

 

Sebagai Muslim mereka hanya memilih makanan yang halal dan tambahan bagi Rika yang hanya mengkonsumsi daging ayam saja.

Mereka menjelaskan selama di karantina mereka tidak boleh keluar kamar, kecuali diminta atau diberikan kesempatan untuk keluar.

"Misalnya hari ini kita boleh keluar untuk berjalan kaki di tempat parkir bandara selama 25 menit tapi itu pun dijaga oleh delapan orang," jelas Rika.

Mereka sama sekali tidak bisa keluar atau bermain-main dengan aturan karantina, karena bisa mendapat ancaman denda hingga AU$20.000, atau hampir Rp200 juta.

"Di lantai kami ada yang menjaga di depan pintu, 24 jam secara bergantian, mereka adalah private security [bukan polisi]," kata Tom. Photo: Makanan yang disediakan juga mengikuti kebutuhan diet tiap-tiap individu, termasuk daging halal. (Koleksi pribadi)

 

Mereka mengatakan fasilitas yang disediakan lainnya adalah tes virus corona gratis dengan metode 'swab' yang dilakukan di hari ketiga dan hari kesebelas.

Dari perhitungan mereka, diperkirakan biaya yang ditanggung oleh pemerintah untuk mereka berdua bisa mencapai AU$6.000 atau lebih dari Rp60 juta.

"Kami juga ditelepon ke kamar setiap hari untuk ditanya kondisi kesehatan, jika ada kebutuhan atau makanan yang kurang," jelas Rika.

Sebelum ke Melbourne, pasangan Shears mengaku sudah menjalani isolasi mandiri selama tiga bulan dengan diam di rumah mereka di Bandung.

"Jadi ini sama saja seperti di rumah, bedanya kami dilayani … justru lebih baik daripada isolasi mandiri di rumah," kata Rika.

Keduanya kini mengaku lega karena sudah berada di Melbourne dengan selamat dan bisa menjalani karantina dengan lancar.

"Lega namun tetap khawatir dengan keluarga saya yang berada di Indonesia mengingat masih tingginya kasus disana," ujar Rika.

Ikuti perkembangan terkini soal pandemi virus corona di Australia hanya di ABC Indonesia

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kepolisian Australia Khawatir Demo Black Lives Matter Bikin Corona Makin Menggila

Berita Terkait