jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi XI DPR RI Andreas Eddy Susetyo meminta pemerintah dan Bank Indonesia (BI) diminta benar-benar serius dalam mengendalikan inflasi.
Menurutnya, ada tujuh kunci yang harus dilaksanakan secara paralel agar inflasi benar-benar terjaga.
BACA JUGA: Inflasi Malaysia di Bulan Juli Masih Tinggi, Harga Pangan Parah
“Memang pengendalian inflasi ini tidak bisa hanya ditumpukan kepada BI dan pemerintah, harus disokong semua komponen bangsa secara bersama-sama dalam semangat gotong royong demi menyelamatkan perekonomian nasional," kata Andreas, di Jakarta Kamis (1/9).
Pemerintah menetapkan angka inflasi 2023 sebesar 3,6 persen (yoy).
BACA JUGA: Luhut Binsar Beberkan Strategi Pemerintah untuk Menekan Inflasi, Jika BBM Naik
Namun, target ini harus dibarengi dengan kerja ekstra mengingat adanya ketidakpastian faktor global dan kewaspadan karena hingga Juli 2022 saja, inflasi mencapai 4,94 persen (yoy).
Andreas menyebut meski angka itu relatif terjaga dibanding negara lain, tetapi harus diwaspadai.
BACA JUGA: Inflasi Global Makin Mencekik, Harga PlayStation 5 Ikut Naik
"Inflasi kelompok pangan bergejolak (volatile foods) yang sangat tinggi, yaitu 11,47 persen (yoy) padahal angka maksimal aman berada di kisaran 4-5 persen," Andreas.
Andreas memaparkan ada tujuh hal penting yang harus dilukan untuk menakhlukan inflasi.
"Melalui kebijakan maupun aksi nyata yang bersifat operasional dalam rangka pengendalian inflasi," ungkapnya.
Pertama, kata Andreas, adalah penguatan sinergi Pemerintah Pusat dan Daerah dengan Bank Indonesia (BI).
“Saya akan terus memantau Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (Gernas PIP) BI bersama dengan Tim Pengendalian Inflasi Pusat dan Daerah (TPIP & TPID) yang sekarang sudah bergaung hampir di semua provinsi," ungkapnya.
Kedua, sambung Andreas, ketersediaan komoditas dan menekan disparitas harga antardaerah.
Dia menilai perlu kelangkaan satu komoditas bisa memberi efek domino terhadap komoditas lainnya.
"Disparitas harga antardaerah harus diturunkan dengan menjamin ketersediaan pasokan serta kelancaran distribusi lintas daerah," kata Andreas.
Ketiga, adalah, ketahanan pangan nasional dijaga dengan meningkatkan tata kelola pangan.
Andreas menyebut sektor pertanian harus diperkuat karena memegang peran utama menghadapi resesi ekonomi.
Untuk itu, Andreas mengatakan diperlukan sistem pangan dan pertanian yang tangguh secara berkelanjutan.
“Penyiapan ketersediaan pangan harus diantisipasi, sehingga saat situasi global benar-benar tak terkendali, minimal kita mempunyai kecukupan pasokan pangan,” ungkap Andreas.
Legislator Fraksi PDI Perjuangan itu mengatakan yang keempat adalah TPID perlu meningkatkan sinergi dan TPIP.
Dalam hal ini TPID harus melakukan terobosan berbasis gerakan gotong-royong baik antar-TPID kabupaten/kota maupun antar-TPID Provinsi dalam arah yang sama yakni “perang” menekan laju inflasi di bawah koordinasi TPIP.
Tugas TPID sekarang jauh lebih berat karena targetnya bukan hanya inflasi di daerah masing-masing namun juga memitigasi daerah yang surplus dan defisit pangan.
“Selain itu harus mampu menyusun langkah-langkah antisipasi melalui strategi keterjangkauan harga, ketersediaan pasokan, kelancaran distribusi, dan komunikasi efektif,” katanya.
Kemudian kunci kelima, tambah Andreas, yakni pengendalian beberapa harga komoditas yang diatur pemerintah (administered price) harus tetap memerhatikan daya beli masyarakat.
Komoditas itu antara lain, harga BBM bersubsidi, tarif listrik, harga elpiji, tarif angkutan, dll.
Komoditas ini memiliki efek kejut yang signifikan terhadap inflasi.
“Kebijakan menaikkan harga komoditas tersebut harus memperhatikan secara cermat dan komprehensif sehingga tidak menghantam daya beli masyarakat yang sekarang sedang turun," ucapnya.
Selanjutnya yang keenam, adalah Instrumen fiskal harus dioptimalkan sebagai shock absorber (peredam) misalnya melalui penebalan jaring pengaman sosial untuk masyarakat menengah-bawah.
Dia mengatakan subsidi beberapa komoditas antara lain, pupuk, kedelai, dan minyak goreng.
Selain itu penyaluran bantuan sosial untuk masyarakat berupa, Bantuan Langsung Tunai (BLT) minyak goreng, BLT dana desa, hingga Bantuan Subsidi Upah (BSU) harus terus disempurnakan sehingga bisa tepat sasaran dan efektif.
Ketujuh, kata Andreaa, pemerintah daerah juga dapat mengoptimalkan dana tak terduga dalam APBD.
"Alokasi dana tak terduga 2022 mencapai Rp 14 triliun, namun sampai dengan Agustus 2022 baru digunakan Rp 1,8 triliun. Dana tak terduga dalam APBD dapat digunakan pemda untuk memberikan subsidi atau kompensasi," tegas Andreas. (mcr10/jpnn)
Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:
Redaktur & Reporter : Elvi Robiatul