jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi IV DPR RI Johan Rosihan meminta pemerintah melakukan validasi data seakurat mungkin agar tidak ada ketimpangan pengelolaan pupuk.
"Daerah yang overdosis supaya ada pola penyaluran yang berbasis kebutuhan dosis pupuk setiap daerah," kata Johan Rosihan dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (7/4).
BACA JUGA: Perbaikan Skema Distribusi Pupuk Subsidi, Kementan Sampaikan 3 Usulan ke DPR
Menurut dia, kelangkaan pupuk hampir terjadi setiap tahun karena anggaran yang tidak memadai.
"Tetapi penggunaan pupuk bersubisidi di beberapa daerah malah cenderung overdosis," kata dia.
BACA JUGA: Mentan Syahrul Yasin Limpo: Pupuk Subsidi di Karawang Aman
Hal itu, lanjut Johan, dibuktikan dari data BPS yang menyebutkan, sebanyak 51,91 persen petani belum memupuk sesuai dosis anjuran.
Johan juga menyampaikan, anggaran untuk pupuk subsidi 2021 ini mengalami penurunan dibanding tahun lalu.
BACA JUGA: Mentan Syahrul Pastikan Stok Pupuk 2021 Aman
Alokasi pupuk yang disubsidi berjumlah sembilan juta ton, sementara itu jumlah kebutuhan pupuk secara keseluruhan setiap tahun berkisar 23 juta ton dan tahun ini alokasi tersedia hanya sembilan juta ton.
"Jadi persentase ketersediaan pupuk bersubsidi hanya sekitar 40 persen dari kebutuhan pupuk,” ujar Johan.
Dia menyebutkan, lemahnya pengawasan dan tidak ada sanksi tegas terhadap berbagai penyimpangan penyaluran membuat persoalan pupuk terus terjadi.
Hal itu, ungkap dia, berpotensi menimbulkan penimbunan oleh oknum dan penyimpangan penjualan pupuk yang tidak sesuai ketentuan.
Ketua DPP PKS ini berharap adanya efisiensi pemupukan basis data lahan untuk mendukung kebutuhan dan alokasi pupuk bersubsidi.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Suwandi dalam Rapat dengan Komisi IV DPR RI, Jakarta, Senin (5/4), menyebutkan pupuk bersubsidi berkontribusi dalam meningkatkan produksi gabah dan beras nasional pada 2020 dan 2021.
Suwandi mengungkapkan, produktivitas gabah di Indonesia 2020 sebesar 5,19 ton per hektare, lebih tinggi dari Thailand 3,09 ton per hektare, India 3,88 ton per hektare, Malaysia 4,08 ton per hektare, dan Filipina 3,97 ton per hektare. Kendati jumlah tersebut masih berada di bawah Vietnam dengan produksi 5,82 ton per hektare.
Berdasarkan kajian Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian (PSEKP) pada 2020, penggunaan pupuk urea, SP-36, dan NPK berpengaruh positif dengan nilai elastisitas 0,026, yaitu apabila penggunaan pupuk meningkat 10 persen maka produksi akan meningkat sebesar 0,26 persen.
Suwandi mengemukakan berdasarkan data BPS, produksi gabah kering giling (GKG) Indonesia pada 2020 sebanyak 54,65 juta ton atau setara beras 31,33 juta ton yang dihasilkan dari luas lahan panen 10,66 juta hektare.
Sementara kebutuhan beras untuk konsumsi masyarakat Indonesia dalam setahun sebanyak 29,37 juta ton, artinya secara nasional surplus sebanyak 1,97 juta ton beras. Sedangkan total surplus beras secara kumulatif sejak 2018 hingga 2020 sebanyak 8,72 ton. (antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : Elvi Robia