Sebagaimana diwartakan, pada saat krisis moneter 1997/1998, pemerintah menyuntikkan ratusan triliun Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) kepada bank-bank yang terancam bangkrut. Syaratnya, bank-bank tersebut menyerahkan asetnya sebagai jaminan. Aset yang kemudian dikelola BPPN itulah yang terus dilelang untuk mengganti uang negara yang dulu dikucurkan.
Hadiyanto mengakui, menjual aset eks BPPN bukan perkara gampang. Selain karena masalah hukum yang masih membelit sebagian aset tersebut, harga aset pun sering di bawah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Padahal, Ditjen Kekayaan Negara dituntut untuk bisa menjual aset tersebut di atas NJOP. "Jadi, penentuan harga jual ini pun tidak mudah," katanya.
Menurut dia, dalam penjualan aset eks BPPN, pemerintah memang sulit mencari untung. Karena itu, prioritasnya adalah bagaimana agar recovery aset bisa dilakukan secepatnya sehingga dana recovery bisa masuk ke kas negara. "Jadi, yang kita lakukan sekarang lebih pada pengembalian uang yang dulu sudah dikeluarkan negara," ucapnya.
Karena itu, upaya lelang pun terus dilakukan. Hadiyanto menyebut, pada November ini Ditjen Kekayaan Negara kembali melelang aset eks BPPN yang sebagian besar berupa proerti dalam bentuk bangunan atau tanah. "Itu ada yang belum terjual, kita lelang lagi," ujarnya.
Selain melalui DJKN, upaya recovery aset eks BPPN dilakukan PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA). Misalnya, PPA menangani penjualan aset eks BPPN di PT Bank Permata, PT Bank Panin, PT Jemblo Cable Company, dan PT Asia Natural Resources Rp 850 miliar, serta aset Grup Texmaco yang mencapai Rp 30 triliun. (owi/oki)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Proyeksi Laba 2012 Rp 207 T
Redaktur : Tim Redaksi