Lemahkan Dakwaan Jaksa, Saksi Sebut Kerjasama Indosat-IM2 Sah

Kamis, 21 Maret 2013 – 20:06 WIB
JAKARTA - Sidang perkara kasus IM2 dengan terdakwa Indar Armanto, bekas Direktur Utama PT Indosat Multi Media (IM2) kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Kamis (21/3). Persidangan kali ini, mengagendakan pemeriksaan saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Agung.

Kedua saksi tersebut adalah Titon Dutomo, Direktur Penataan Sumber Daya Kementerian Komunikasi dan Informatika dan Bertiana Sari adalah pejabat di lingkungan Kemenkominfo.

Untuk kesekian kalinya, saksi yang dihadirkan justru melemahkan dakwaan jaksa. Saksi Titon misalnya, secara tegas menyatakan kerjasama antara PT Indosat Tbk, sebagai penyelenggara jaringan dengan anak usahanya, PT IM2 sebagai penyelenggara jasa internet adalah sah. “Karena undang-undang yang memerintahkan demikian," kata Titon menjawab pertanyaan Jaksa Fadhil Z Harahap.

Di depan persidangan, Titon juga menjelaskan bagaimana operator telekomunikasi bisa mendapatkan hak sebagai penyelenggara jaringan di frekuensi 2,1 (3G). Menurut Titon, pada 2006 silam, pemerintah mengadakan lelang soal frekuensi 3G tersebut. Ketika itu ada lima peserta tender dengan Indosat sebagai pemenang tender.
Selanjutnya, Titon menyatakan, Indosat sebagai penyelenggara jaringan sebenarnya juga sebagai penyelenggara jasa telekomunikasi. “Karena Indosat punya izin keduanya,” tambahnya.

Ditegaskan, jika kemudian Indosat bekerjasama dengan IM2 itu juga bukan masalah karena kerjasama ini memang dianjurkan pemerintah demi memperluas penggunaan internet. Itulah sebabnya, menjadi hal yang lazim bila ada kerjasama bisnis antara penyelenggara jaringan dengan penyelenggara jasa telekomunikasi. 

"Dalam kerjasama ini, sebagai penyelenggara jasa, IM2 adalah penyewa dari penyelenggara jaringan. Karena itu, sebagai penyewa, IM2 tentu harus membayar sewa. Namun bukan membayar BHP (biaya hak penyelenggaraan) frekuensi,” imbuhnya.

Pengacara terdakwa, Luhut MP Pangaribuan lebih jauh juga bertanya soal BHP frekuensi ini. Titon pun lebih detail menjelaskan, sebenarnya penyelenggara jasa, seperti IM2, hanya membayar penerimaan negara bukan pajak (PNBP) komunikasi dan USO (universal service obligation). “Penyelenggara jasa karena tidak ada penetapan menteri bahwa mereka memakai frekuensi tertentu,” terang Titon.

Saksi kedua yang diajukan jaksa, Bertiana Sari, Kepala Bagian Hukum Kemenkominfo, juga menyatakan hal senada.

Di depan persidangan, Bertina menyatakan, sebagai penyelenggara jaringan, Indosat berhak bekerjasama dengan pihak lain, termasuk dengan anak usahanya. Namun demikian, untuk BPH telekomunikasi sepenuhnya menjadi tanggungjawab penyelenggara jaringan.

"Nah, seandainya BHP telekomunikasi tidak dibayarkan oleh penyelenggara jaringan, sanksinya pun berupa sanksi administrasi, berupa denda sebesar 2 persen per bulan dari nilai kewajiban BHP hingga pencabutan izin," tegas Bertiana.

Bertiana menyebutkan, pihak yang berhak untuk menjatuhkan sanksi bila pengguna jaringan tidak memenuhi kewajibannya kepada negara adalah Penyidik Pegawai Negeri Sipil Kemenkominfo. "jadi sesuai dengan sesuai undang-undang adalah Penyidik Pegawai Negeri Sipil Kemenkominfo, bukan jaksa atau polisi," pungkasnya. (fuz/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kebakaran Kantor Setneg, Ada Sabotase?

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler