Lembaga Survei Jadi Ajang Bisnis Menggiurkan

Rabu, 18 Juli 2012 – 11:08 WIB
PENELITI PRIDE Indonesia Agus Herta Sumarto menyebutkan, bisnis survei saat pilkada sangat menggiurkan. Pasalnya, berdasarkan data penelitian PRIDE Indonesia, bisnis survei pemilukada ini bisa meraup keuntungan sebesar Rp 715,5 miliar. Analisis potensi ekonomi survei, satu kali pemilukada rata-rata 3-4 pasang calon.

Biaya satu kali survei sekitar Rp 150 hingga Rp 250 juta per calon untuk kabupaten/kotamadya. Dan dalam satu tahun minimal tiga kali survei. Jadi potensi ekonomi yang didapatkan dalam bisnis survei opini publik adalah Rp 150 juta dikali 3 pasang calon dikali 3 kali survei dikalikan 530 kabupaten/kotmadya dan provinsi. Hasilnya, prospek bisnis ini akan menghasilkan uang sebesar Rp 715,5 miliar.

“Ini peluang bisnis yang luar biasa. Sehingga banyak pihak yang kemudian berlomba-lomba melakukan survei, bahkan mendirikan lembaga survei,” ujarnya dalam Diskusi Survei Pemilukada DKI, Survei Ilmiah atau Dagang di Wisma Kodel, Jakarta, Selasa (17/7).

Dia sendiri mempertanyakan hasil survei yang dilakukan beberapa lembaga survei dalam pemilukada DKI putaran pertama yang menghasilkan hasil survei yang jauh berbeda satu sama lain. Padahal, lembaga survei ini menggunakan pertanyaan, responden, populasi dan metode yang sama serta waktu survei yang tidak jauh berbeda. “Jika hasilnya tidak sama, maka hasil survei patut dipertanyakan. Jangan-jangan unsur keilmiahannya telah hilang,” terangnya.

Dia mencontohkan hasil survei yang dilakukan Lingkaran Survei Indonesia (LSI) dan Cyrus Network, Puskaptis dan Median. Keempat lembaga survei ini menggunakan metode survei dan pertanyaan yang sama dengan waktu pelaksanaannya yang tidak jauh berbeda, namun hasilnya sangat berbeda sekali. Seperti hasil survei Puskaptis yang dilakukan pada 2-7 April, prediksi perolehan suara pasangan Fauzi Bowo (Foke)-Nachrowi Ramli (Nara) pada peringkat 1 meraih 47,22 persen dan pasangan Jokowi-Basuki peringkat kedua dengan suara 15,16 persen. Kemudian Cyrus Network melakukan survei sehari setlahnya yaitu 8-16 April. Hasilnya terlihat berbeda dari prediksi perolehan suara, yaitu Foke-Nara 42,40 persen dan Jokowi-Widodo 31,80 persen.

“Puskaptis dan Cyrus Network, melakukan survei hanya beda satu hari, namun selebihnya sama pelaksanaannya. Tapi hasil surveinya bedanya sangat besar, apa mungin opini masyarakat berubah dalam waktu 24 jam? Begitu juga dengan MEDIAN dan LSI. Ini yang saya bilang lembaga survei itu keilmiahannya sudah hilang,” bebernya.

Menurutnya, trik untuk melihat lembaga survei yang kredibel dan dapat dipertanggungjawabkan keilmiahannya,  dapat berdasarkan tiga hal. Yaitu, melihat track record lembaga survei itu, apakah hasil surveinya sering salah atau benar. Kemudian independensi lembaga survei yaitu siapa yang membiayai survei tersebut dan memiliki lembaga konsultan atau tidak.

“Inilah yang bisa jadi trik untuk melihat lembaga survei yang dipakai ilmiah atau tidak. Jadi kalau ada lembaga survei yang salah dicatat saja, biar terlihat track recordnya,” pungkasnya. (wok)
BACA ARTIKEL LAINNYA... JK tak Takut Dipecat Golkar

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler