jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat meminta pemerintah memberikan perhatian lebih terhadap permasalahan kanker, dengan menjamin tersedianya pelayanan yang berkualitas, aman, tepat waktu, tepat sasaran.
"Sehingga menjamin hasil terapi memberikan kualitas hidup setinggi mungkin untuk pasien," ujar Lestari Moerdijat dalam keterangan resminya yang diterima JPNN hari ini.
BACA JUGA: Kapolres Jaksel Hingga Dirlantas Polda Metro Jaya Kebagian Mutasi, nih Daftarnya
Laporan Kementerian Kesehatan menyebutkan penderita kanker di Indonesia semakin meningkat dalam kurun lima tahun terakhir. Pada tahun 2013 prevalensi kanker di Indonesia sebanyak 1,4 per seribu penduduk meningkat menjadi 1,79 per seribu penduduk pada tahun 2018.
Secara spesifik, data Globocan (Global Cancer Observatory) menunjukkan bahwa angka kejadian tertinggi di Indonesia untuk laki-laki adalah kanker paru-paru sebesar 19,4 per 100.000 penduduk dengan rata-rata kematian 10,9 per 100.000 penduduk. Diikuti kanker hati sebesar 12,4 per 100.000 penduduk dengan rata-rata kematian 7,6 per 100.000 penduduk.
BACA JUGA: Remaja 15 Tahun Dijajakan Secara Online, Tarif Sekali Kencan Lumayan
Sedangkan untuk perempuan, kanker payudara masih menjadi yang tertinggi dengan 42,1 per 100.000 penduduk dengan rata-rata kematian 17 per 100.000 penduduk, diikuti kanker leher rahim sebesar 23,4 per 100.000 penduduk dengan rata-rata kematian 13,9 per 100.000 penduduk.
Dari segi pembiayaan, penyakit kanker menyerap anggaran besar yang disediakan pemerintah melalui BPJS Kesehatan. Laporan BPJS Kesehatan menyebutkan dari 2014-2018, penyakit kanker menghabiskan biaya Rp13,3 triliun dari total biaya penyakit katastropik sebesar Rp78,3 triliun.
BACA JUGA: Berita Duka, Abu Bakar Meninggal Dunia secara Mengenaskan
Melihat data tersebut, Legislator NasDem Lestari Moerdijat yang biasa disapa Rerie mengatakan, pemerintah harus menekan trend meningkatnya jumlah penderita kanker khususnya kanker payudara sekaligus menurunkan angka kematian akibat kanker. Caranya dengan membuka akses seluasnya bagi masyarakat melakukan deteksi dini dengan mudah dan terjangkau agar sejak awal masyarakat mengetahui adanya kanker tersebut.
Rerie mengutip Dr Inez Nimpuno yang juga seorang penyintas mengatakan tingginya angka kematian penderita kanker di Indonesia karena beberapa hal. Di antaranya, belum cukupnya jumlah rumah sakit dan fasilitas kesehatan yang menangani kanker, pelayanan kesehatan belum memadai dan belum berkualitas, sistem pelayanan kesehatan belum mempunyai kerangka yang jelas mengenai layanan pasien kanker yang berkesinambungan sejak didiagnosa sampai tahap paliatif, dan program jaminan nasional kesehatan (JKN/BPJS) belum bisa menjamin layanan terapi kanker secara memadai.
Berkaitan dengan kesadaran masyarakat, Inez Nimpuno mengatakan masyarakat terlambat berobat, atau datang ke dokter setelah stadium lanjut. Penanganan kanker yang terlambat dipastikan menyebabkan angka kematian tinggi.
Sedangkan terkait akses pelayanan kesehatan, Inez mengatakan kurangnya jumlah tenaga kesehatan dengan keahlian yang memadai untuk penanganan kanker, obat dan alat kesehatan yang tidak selalu tersedia, fasilitas kesehatan untuk layanan terapi kanker yang lengkap tidak mencukupi dalam kuantitas dan kualitas dan secara geografis hanya tersedia di kota besar.
‘’Pemerintah perlu memperbanyak rumah sakit dan tenaga medis yang berkualitas di daerah untuk melayani penyintas kanker. Jangan membiarkan penyintas kanker menderita dan akhirnya meninggal hanya karena terbentang jarak yang jauh dari rumah sakit yang memungkinkan mereka berobat,’’ kata Rerie.
Untuk memperkecil risiko masyarakat terkena kanker, Rerie mendesak pemerintah melakukan program nasional deteksi dini yang memadai dengan cara mudah dan terjangkau. Deteksi dini semacam itu sudah dilakukan dalam kasus kanker leher rahim.
‘’Kita menyadari program deteksi dini kanker tentu memakan biaya yang tidak sedikit. Tetapi negara semestinya berpihak pada penyelamatan jiwa rakyat,’’ tambah Rerie lagi.
BACA JUGA: TNI Ringkus 4 Pelaku Penyelundupan Mobil asal Malaysia di Perbatasan
Mengenai jaminan kesehatan melalui APBN dalam program JKN/BPJS, Legislator NasDem itu mengatakan pemerintah harus terus menyiapkan obat-obatan yang dibutuhkan penyintas kanker. Dia mengapresiasi pemerintah melalui Menteri Kesehatan Letnan Jenderal TNI (Purn) Terawan Agus Putranto yang telah mendengarkan suara para penyintas kanker payudara HER2 dengan menanggung kembali penggunaan obat trastuzumab oleh BPJS mulai 1 April 2020.(jpnn)
Redaktur & Reporter : Budi