jpnn.com - Olahraga bela diri sudah sangat melekat dengan Letjen Richard Tampubolon. Bela diri turut membentuk karakter dan mental tentara yang lama berkarier di Komando Pasukan Khusus atau Kopassus TNI AD itu.
Lahir di Jakarta pada 24 Mei 1969, pria berdarah Batak dengan nama panjang Richard Taruli Horja Tampubolon itu mengenal tinju saat masih duduk di bangku SMP di Palembang, Sumatera Selatan (Sumsel).
BACA JUGA: Mayjen Richard Tampubolon Minta Prajurit TNI Meningkatkan Kemampuan Tempur
Ayah Richard, Mula Jadi Tampubolon, adalah perantau asal Balige Sumatera Utara (Sumut).
Ketika Richard masih belia dan tinggal di Palembang, ayahnya adalah ketua Komisi Tinju Indonesia (KTI) Sumsel.
BACA JUGA: Kabar Baik dari Mayjen TNI Richard Tampubolon soal Situasi di Wisma Atlet
Dari situlah tentara yang kini menjabat Inspektur Jenderal TNI AD itu mengenal olah raga bela diri, khususnya boksen atau tinju.
Menurut Richard, seni bela diri menggembleng mentalnya untuk tidak gampang menyerah dalam menghadapi masalah.
BACA JUGA: Kemenpora Resmi Membubarkan Satlak Prima
Kegemarannya akan olahraga bela diri pun kian terlatih saat alumnus SMA Xaverius 2 Palembang itu masuk Akademi Militer (Akmil) di Magelang pada 1989.
"Bela diri prinsipnya sama dengan tentara,” katanya.
Richard menjelasan di militer ada istilah biltus atau akronim dari pengambilan keputusan. Biltus, katanya, juga ada dalam olahraga bela diri.
“Kapan harus menyerang, kapan harus bertahan," tuturnya.
Di Akmil, minat Richard tidak hanya pada tinju, tetapi juga pencak silat dan karate. Hobinya akan seni bela diri pun kian menemukan jalan ketika abiturien Akmil 1992 itu bergabung dengan Kopassus.
Jabatan terakhir Richard di pasukan elite TNI AD itu ialah sebagai Wakil Komandan Jenderal (Wadanjen) Kopassus. Dia juga pernah dipercaya menjadi komandan Komando Operasi Khusus (Koopsus) TNI.
Sebagai tentara, Richard pernah menjalankan berbagai operasi di medan tempur. Ketika masih menjabat Wadanjen Kopassus, dia dipercaya menjadi Kepala Operasi (Kaops) Satgas Nemangkawi I yang bertugas memburu kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Papua.
Adapun saat mengemban jabatan komandan Koopsus TNI, Richard dipercaya memimpin perburuan terhadap kelompok teroris Ali Kalora di wilayah Poso, Sulawesi Tengah (Sulteng).
Pada 2016, Richard juga terlibat dalam upaya pembebasan WNI yang disandera kelompok Abu Sayyaf di Filipina.
Medan tempur lain bagi Richard ialah Timor Timur (kini Timor Leste) dan penanganan konflik di Ambon, Maluku.
Richard punya kredo soal keterkaitan bela diri dengan kecintaannya kepada bangsa dan NKRI. "Bela diri berarti bela bangsa," katanya.
Pengalaman Richard pun tidak sebatas di medan tempur. Dia pernah terlibat dalam Satuan Pelaksana Program Indonesia Emas (Satlak Prima) 2011 yang bertugas menyusun program bagi atlet andalan.
Di Satlak Prima, Richard ditugaskan menggembleng mental dan karakter kontingen Indonesia pada SEA Games 2011 Jakarta-Palembang.
“Kami menyusun kurikulum khusus dari pendidikan militer Kopassus untuk pembentukan karakter atlet,” ujarnya.
Oleh karena itu, mantan Pangdam XVI/Pattimura tersebut menegaskan pentingnya karakter dan mental atlet.
“Pembentukan karakter dan mental sangat penting bagi atlet saat menghadapi pertandingan," katanya.
Memang banyak yang mengkhawatirkan upaya Richard menerapkan pendidikan ala Kopassus kepada para atlet yang akan berlaga di SEA Games 2011. Ada kekhawatiran bahwa para atlet bakal cedera.
Namun, kecemasan itu tidak terbukti. “Buktinya zero accident,” ucapnya.
Indonesia pun menjadi juara SEA Games 2011. Capaian Kontingen Merah Putih pada saat itu ialah 154 medali emas.
Memang itu capaian 10 tahun lalu. Walakin, Richard tetap siap menyumbangkan kontribusinya yang terbaik bagi olahraga Indonesia.
Dia mengaku siap jika dipercaya memimpin organisasi cabang olahraga (cabor) tertentu. “Ketika saya dibutuhkan, saya siap,” kata mantan Kepala Staf Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Kaskogabwilhan) I itu.
Richard menuturkan terdapat tiga hal penting untuk pembinaan atlet, yakni perencanaan yang baik, pembentukan mental, dan dukungan sains bagi olahraga atau sport science.
“Seorang atlet dengan skill hebat sekalipun ketika berpikir pesimistis sebelum bertanding, sesungguhnya dia sudah kalah saat itu juga,” kata Richard.
Selain itu, Richard juga menggarisbawahi pentingnya organisasi yang solid. Menurut dia, organisasi yang solid akan menciptakan ekosistem yang baik.
“Misalnya, harus punya tim pelatih hebat, memiliki tim sport science, termasuk dukungan tim medis dan masseur (terapis olahraga) mumpuni, serta memiliki perencanaan dan target yang terukur,” ulasan Richard.(jpnn.com)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Peristiwa Maret 1983 di Markas Kopassus, Kisah soal Prabowo Mau Menculik Letjen LB Moerdani
Redaktur : Antoni
Reporter : Tim Redaksi