jpnn.com, JAKARTA - Ketegangan pernah melingkupi Markas Komando Pasukan Khusus (Kopassus) di Cijantung, Jakarta Timur, pada Maret 1983 atau menjelang Sidang Umum MPR.
Saat itu, Prabowo Subianto yang masih berpangkat kapten berencana menculik sejumlah jenderal, termasuk Letnan Jenderal Benny Moerdani.
BACA JUGA: Pesan KSAD Jenderal Dudung untuk Kopassus: Semoga Makin Militan dan Dicintai Rakyat
Prabowo yang sebelumnya menimba ilmu di Grenzschutzgruppe (GSG) 9 -pasukan taktis antiteror di Kepolisian Federasi Jerman- mencurigai Benny hendak melakukan coup d'etat atau kudeta.
Jabatan Benny Moerdani waktu itu kepala Pusat Intelijen Strategis (Pusintelstrat). Kini, Pusintelstrat bernama Badan Intelijen Strategis (BAIS).
BACA JUGA: Mengunjungi Rumah Warisan Slamet Riyadi Penggagas Kopassus
Sintong Panjaitan dalam bukunya, Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando, mengisahkan tentang Luhut Binsar Pandjaitan tiba-tiba dikejutkan oleh laporan anak buahnya yang sedang bersiaga penuh di Cijantung, Jakarta Timur.
Saat peristiwa itu terjadi, Sintong merupakan komandan Grup-3/Sandiyudha Kopassus yang bertugas di Makassar.
BACA JUGA: Dirgahayu Kopassus, Sejarah Pembentukan, Lambang, dan Maknanya
Kala itu, Luhut yang masih berpangkat mayor dipercaya menjadi komandan Detasemen 81/Antiteror Kopassus. Adapun Prabowo masih berpangkat kapten dan menjadi wakil Luhut di detasemen yang kini dikenal dengan nama Satuan Penanggulangan Teror (Satgultor) 81 itu.
Luhut pun mencoba mencari informasi dari anak buahnya soal penyebab Detasemen 81 bersiaga. "...atas perintah Wakil Komandan Kapten Prabowo, mereka sudah membuat rencana mengambil Letjen LB Moerdani dan beberapa perwira tinggi ABRI lainnya," begitulah informasi yang diterima Luhut, sebagaimana diceritakan ulang dalam buku Sintong.
Buku suntingan wartawan senior Hendro Subroto itu memerinci sejumlah jenderal yang akan diciduk Prabowo melalui operasi tertutup.
Selain LB Moerdani, petinggi lain di ABRI yang masuk dalam daftar operasi penculikan itu ialah Letjen Soedharmono, Marsekal Madya Ginandjar Kartasasmita, dan Letjen Moerdiono.
Luhut tak bisa memahami alasan Prabowo bakal menculik LB Moerdani. Sebab, dua bulan sebelumnya, Prabowo masih memuji-muji tentara senior bernama asli Leonardus Benjamin Moerdani itu.
Prabowo juga pernah mengajak Luhut mendukung Benny segera menjadi menteri pertahanan dan keamanan (menhankam) merangkap Panglima ABRI. Namun, Luhut tak mau ikut ajakan juniornya di militer itu.
"Pangkat saya baru mayor. Pak Benny sudah jenderal. Saya enggak mau ikut-ikutan soal itu," ucap Luhut.
Tentara berdarah Batak itu pun mewanti-wanti pasukannya tidak keluar dari kantor. Luhut mengumpulkan seluruh anak buahnya di Detasemen 81/Antiteror menginap di ruang kerjanya di Markas Kopassus, Cijantung.
Syahdan, Luhut memanggil Prabowo. Namun, justru Prabowo yang menarik Luhut ke luar dari kantor.
Prabowo menyampaikan informasi kepada Luhut bahwa seluruh ruangan tempat dua perwira menengah ABRI itu berkantor telah disadap. Benny, tutur Prabowo kepada Luhut, mau melakukan coup d'etat.
"Pak Benny sudah memasukkan senjata," kata Prabowo seperti tertulis dalam buku terbitan 2009 itu.
Namun, Luhut mementahkan informasi dari Prabowo. Informasi soal LB Moerdani memasukkan senjata memang benar adanya.
Di antara senjata itu bedil AK-47, senapan laras panjang SKS, dan senjata antitank buatan Prancis.
Walakin, senjata itu akan disalurkan ke pejuang Mujahiddin di Afghanistan yang sedang memerangi pasukan Uni Soviet.
Luhut menyebut Benny tengah melakukan operasi intelejen untuk meningkatkan peran Indonesia dalam perjuangan di Asia.
"Nothing to do with coup d'etat (tak ada hubungannya dengan kudeta, red)," ucap Luhut. (JPNN.com)
Redaktur & Reporter : M. Kusdharmadi