jpnn.com, JAKARTA - TaxPrime berencana melakukan sosialisasi insentif perpajakan dan kepabeanan, serta pemanfaatannya untuk meminimalkan sengketa harga transfer dan menarik investasi ke Indonesia, guna mengawal pemulihan ekonomi.
Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan, di samping memberikan insentif, pemerintah dan DPR secara simultan juga melakukan reformasi perpajakan bidang regulasi.
BACA JUGA: Naysilla Mirdad Segera Menikah dan jadi Mualaf?
Salah satunya dengan melahirkan Rancangan Undang-Undang (RUU), tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) pada 7 Oktober 2021, yang disahkan menjadi UU Nomor 7 Tahun 2021.
“Penyusunan UU HPP memiliki tujuan untuk memperbaiki aturan perpajakan, memperluas basis pajak, serta meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak agar tercipta penerimaan pajak berkelanjutan. Diharapkan pada 2023 tingkat defisit pembiayaan kembali ke tiga persen dari produk domestik bruto, meningkatkan pertumbuhan, dan mendukung percepatan peningkatan perekonomian,” ujar Suryo Utomo dalam webinar Akselerasi Pemulihan Ekonomi Nasional 2021/2022: Arah Strategi Kebijakan Investasi, Kepabeanan, dan Perpajakan; Peluang dan Tantangan.
BACA JUGA: First Warriors Ultimate Battle Championship Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Kreatif
Senior Advisor TaxPrime Machfud Sidik menyatakan, upaya pemerintah dalam menangani sektor fiskal terutama pajak dimulai dari terbitnya Undang-Undang Cipta Kerja dan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan adalah persoalan yang sangat kompleks.
Bersamaan dengan itu, otoritas pajak juga perlu menyiasati persaingan global yang terkait dengan dinamika transaksi digital dan Base Erosion and Profit Shifting (BEPS).
BACA JUGA: Investasi Telkom Group di Perusahaan Rintisan Makin Moncer
“Tiap tahun upaya untuk mengoptimalkan atau mengurangi beban pajak diberbagai kebijakan perpajakan multinational corporation kisarannya 240 miliar dollar AS atau dua kali cadangan devisa Indonesia. Sehingga otoritas pajak harus mengantisipasi hal itu,” kata Machfud.
Dia juga menyoroti aturan Pajak Penghasilan Orang Pribadi di dalam UU HPP, yang sudah mengarah kepada high network individual yang dinilai sudah tepat.
Sementara individual income tax di sektor usaha kecil dan menengah juga perlu digali, namun jangan sampai mematikan bisnisnya.
“Tentunya perbaikan administrasi menjadi sangat penting bagi otoritas pajak, termasuk juga bagaimana mengurangi unnecessary dispute,” imbuh Machfud.
Sementara, Managing Partner Taxprime Muhamad Fajar Putranto mengatakan salah satu faktor utama dalam produksi adalah terkait energi, apalagi Indonesia memiliki batu bara yang melimpah.
“Jadi, Indonesia itu berlimpah batu baranya. Jadi, kalau misalnya ada investor, hal terpenting yang mereka pikirkan dari sisi produksi itu adalah sisi electricity-nya dan bahan baku,” ujarnya.
Di samping itu, Fajar menyebut ada tiga faktor lainnya, yaitu masalah legal certainly.
Hal tersebut perlu diperhatikan dan harus dijaga oleh pemerintah Indonesia, jangan sampai tidak dapat dijamin terkait dengan kepastian hukum.
Faktor kedua adalah kemudahan berinvestasi dan faktor ketiga adalah terkait risiko bisnis.
“Saya lihat risiko bisnis di Indonesia tidak dapat terukur yang paling besar adalah sisi hukum dan berikutnya adalah pajak,” imbuhnya.
Fajar lantas mengimbau perusahaan, agent dan lainnya untuk memberikan masukan kepada owner terkait dengan kondisi Indonesia dalam berinvestasi.
“Karena bisnis itu intinya kepandaian kita untuk melihat sesuatu yang berbeda sedikit, maka dari glitch tersebut nah itu namanya profit,” sebut Fajar.(chi/jpnn)
Redaktur & Reporter : Yessy