jpnn.com - JAKARTA - Koordinator Gerakan Indonesia Bersih (GIB) Adhie Massardi mengkritisi langkah Gubernur DKI Jakarta Basuki T Purnama yang melibatkan personil TNI dalam penertiban kawasan hiburan malam Kalijodo. Menurutnya, langkah tersebut jelas merupakan bentuk penyalahgunaan wewenang dan pelanggaran terhadap hak-hak warga sipil.
"Penggunaan tentara bersenjata lengkap dari kesatuan di bawah komando Panglima Kodam Jaya, Mayjen Teddy Lhaksamana untuk “memerangi” warga (sipil) agar hengkang dari kawasan yang akan dibebaskan Pemprov DKI, bukan saja merupakan pelanggaran berat terhadap (nilai-nilai) demokrasi, bahkan melanggar hak-hak sipil. Karena dalam situasi perang sekalipun, militer bersenjata tidak boleh dihadapkan untuk memerangi masyarakat sipil," tulis Adhie dalam keterangan persnya, Senin (22/2).
BACA JUGA: 4 Tempat Brondong Bisa Dapat Tante Kesepian
Adhie mengatakan, tidak ada alasan sama sekali bagi Ahok mengerahkan TNI dalam penertiban Kalijodo selain untuk melakukan intimidasi. Pasalnya, tentara bersenjata lengkap hanya dikerahkan untuk menghadapi ancaman besar dari musuh negara.
Dia akui bahwa personil TNI tidak berperan aktif dalam penertiban Kalijodo. Namun, kehadiran mereka saja sudah cukup untuk membuat warga takut dan merasa terintimidasi.
BACA JUGA: SIMAK! Pengakuan Tante Cantik Sang Pemelihara Brondong
"Rakyat Indonesia mungkin saja percaya 100 persen kepada Pangdam Jaya, bahwa pasukan bersenjata lengkap yang “kongkow” di Kalijodo bukan untuk mengintimidasi. Tapi merupakan “hak psikologis” warga Kalijodo untuk merasa terintimidasi dengan kehadiran tentara bersenjata lengkap itu. Karena hari-hari sebelumnya mereka sudah terteror oleh ancaman pengusiran Pemprov DKI," papar dia.
Adhie pun mengingatkan bahwa pelibatan TNI dalam penertiban atau penggusuran warga sipil adalah cara khas rezim represif Orde Baru. Sesuatu yang selama bertahun-tahun dengan susah payah berusaha dihilangkan dari Indonesia oleh para pejuang demokrasi.
BACA JUGA: "Dia adalah Tante Pertama Dalam Sejarah Perjalanan Saya"
Karena itu, langkah Ahok kembali menarik militer ke panggung politik untuk mengamankan kekuasaannya sama saja membawa Indonesia mundur ke masa kelam tersebut. Selain itu, berpotensi menyebabkan citra militer tercoreng. Bahkan, bukan tidak mungkin TNI kembali dianggap sebagai musuh rakyat sebagaimana di zaman Orba.
"Apakah Ahok lupa bahwa dirinya bisa menjadi penguasa di Ibukota merupakan bagian dari berkah demokrasi? Dan apakah Ahok paham bahwa kekuatan utama demokrasi adalah dialog, dialog dan dialog?" tegas mantan juru bicara Presiden Abdurrahman Wahid ini. (dil/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Begini Cara Si Brondong Mendapatkan Mangsa Tante Kesepian
Redaktur : Tim Redaksi