jpnn.com, JAKARTA - Pelaksanaan Konferensi Asia Afrika (KAA) pada 1955 yang diinisiasi Presiden Pertama RI Soekarno akan diteliti oleh sejumlah pakar dari berbagai negara.
Mereka ingin menghidupkan kembali nilai-nilai kolaborasi dalam peristiwa KAA dan bagaimana perannya pada sejarah dunia.
BACA JUGA: Megawati Sempat Peringati Presiden AS agar Tidak Menyerang Irak
Kegiatan ini pun dibuka dengan melaksanakan kegiatan Bandung Belgrade Havana in Global History and Perspective bertajuk Whats dreams, what challenge, what projects for a global future di Gedung Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) di kawasan Ampera, Jakarta Selatan, Senin (7/11).
Para peneliti itu ialah Annamaria Artner (Hungaria), Connie Rahakundini Bakrie (Indonesia), Isaac Bazie (Bukrina Faso/Canada), Beatriz Bissio (Brasil/Uruguay), Marzia Casolari (Italia), Gracjan Cimek (Poland), Bruno Drweski (Prancis/Polandia), Hilman Farid (Indonesia), Darwis Khudori (Indonesia/Prancis), Seema Mehra Parihar (India), Jean-Jacques Ngor Sene (Senegal/USA), Istvan Tarrosy (Hungaria), Rityusha Mani Tiwary (India), Nisar Ul Haq (India).
BACA JUGA: Pemerintah Pastikan Bung Karno Tak Pernah Berkhianat, Gelar Kepahlawanan Kembali Dipertegas
Sejumlah peneliti dari ANRI juga ikut dalam kajian ilmiah itu.
Kepala ANRI Imam Gunarto mengatakan konferensi yang dilaksanakan hari ini diikuti oleh seluruh negara. Dia mengatakan pihaknya ingin menggali spirit KAA untuk dihidupkan pada saat ini.
BACA JUGA: Konferensi Asia Afrika Tetap Digelar April
“Jadi, genetik, leadership Indonesia, yang kemudian sekarang diwujudkan dalam kepemimpinan G20 itu tidak muncul begitu saja. Tetapi ada gain-nya, sejak dulu kita itu bagian dari pewaris pimpinan dunia. Jadi, tidak heran kalau memang bangsa kita jadi bangsa pemimpin,” kata dia di sela-sela konferensi.
Salah satu peneliti Indonesia Darwis Khudori menambahkan KAA berangkat dari sebuah gerakan alternatif global. Dia mengatakan dunia sejak abad kelima didominasi oleh kekuatan Barat.
Mulai dari ekspedisi Christopher Colombus ke Amerika Selatan hingga pembunuhan di Amerika Latin.
“Bandung itu memberikan alternatif dia tidak memihak Barat maupun Blok Timur. Bandung itu merupakan manifestasi perjuangan melawan galaksi Barat,” jelas Khudori.
Dia menerangkan KAA itu kemudian banyak melahirkan gerakan yang sama di berbagai penjuru dunia. Dia mencontohkan Konferensi Kairo yang mengikuti gerakan KAA.
Khudori menilai KAA yang melahirkan Dasa Sila Bandung juga masih relevan dilaksanakan pada saat ini.
Sementara itu, anggota Komisi VI DPR RI Rieke Diah Pitaloka menilai semangat KAA masih relevan untuk saat ini. Rieke mengatakan dunia saat ini sedang mengarah pada perang dingin baru.
“Kalau melihat perang Rusia-Ukraina ini bukan hanya tentang Rusia dan Ukraina, ini persoalan dunia sehingga komitmennya bukan menyelesaikan perang dua negara tetapi komitmen bersama untuk dunia yang damai,” jelas Rieke. (Tan/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Historical Walk, Ketua MPR Ingin Semangat Konferensi Asia Afrika Kembali Digaungkan
Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga