jpnn.com, JAKARTA - Komnas HAM menilai Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) gagal menciptakan lingkungan kerja yang sehat, aman, dan nyaman.
Komnas HAM menyimpulkan hal tersebut setelah menginvestigasi kasus pegawai KPI berinisial MS yang menjadi korban perundungan dan pelecehan seksual.
BACA JUGA: Begini Kondisi Terkini Korban Pelecehan Seksual di KPI
Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara mengungkapkan MS menjadi korban perundungan dari sesama pegawai KPI.
Beka menyatakan korban dirundung melalui candaan bersifat menyinggung dan meledek kondisi dan situasi kehidupan pribadi individu MS.
BACA JUGA: Baim Wong Terancam Diadukan ke Komnas HAM
"KPI gagal secara lembaga menciptakan lingkungan kerja yang sehat, aman, dan nyaman serta mengambil langkah-langkah yang mendukung pemulihan korban," kata dia dalam konferensi pers di kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Senin (29/11).
Beka melihat KPI secara institusi juga tidak memiliki regulasi internal dan perangkat-perangkat yang patut untuk mencegah tindak pelecehan seksual dan perundungan di lingkungan kerja.
BACA JUGA: Berita Terkini Soal Korban Pelecehan dan Perundungan di KPI Pusat
KPI bahkan tidak memiliki pedoman panduan dalam merespons serta menangani kasus pelecehan seksual dan perundungan.
"Kuat dugaan peristiwa perundungan juga terjadi pada pegawai KPI lainnya, tetapi hal ini dianggap sebagai bagian dari humor, candaan, lelucon yang menunjukkan kedekatan pertemanan rekan kerja," ungkap Beka.
Oleh karena itu, Komnas HAM menemukan adanya dugaan pelanggaran HAM dalam kasus perundungan yang menimpa MS. Bahkan, dalam kasus ini terdapat tiga pelanggaran HAM yang menimpa MS.
Tiga pelanggaran HAM tersebut di antaranya, hak atas rasa aman, bebas dari ancaman, kekerasan dan perlakuan tidak layak. Kedua, hak untuk bekerja dan memiliki tempat kerja yang adil dan aman. Ketiga, hak atas kesehatan fisik dan mental.
"Prinsip perlakuan sama di depan hukum, nondiskriminasi, tidak merendahkan harkat dan martabat seseorang merupakan prinsip-prinsip dasar dalam hak asasi manusia," kata Beka.
Beka juga mengungkapkan pelecehan seksual dan perundungan yang dialami oleh MS memunculkan banyak dampak secara psikis dan fisik. Beka menyatakan pihaknya telah memeriksa MS yang merupakan pegawai visual data dan 12 pegawai KPI selama proses investigasi ini.
"Peristiwa perundungan terhadap MS dalam bentuk candaan atau humor yang bersifat menyinggung dan meledek kondisi dan situasi kehidupan pribadi individu, kebiasaan dalam relasi antarpegawai di lingkungan KPI yang memuat kata-kata kasar dan seksis," kata Beka.
Beka menuturkan candaan itu seperti memaksa membuka baju, mendorong bangku, atau memukul.
Berdasarkan hasil keterangan, lanjut Beka, MS yang mulai bekerja di KPI pada Februari 2011 di Divisi Analis.
Pemantauan dengan status tenaga kontrak. Dia mengalami pelecehan seksual sejak 2015 di Gedung Bapeten, lantai 6, ruangan Visual Data KPI Pusat.
"Peristiwa pelecehan seksual ini terjadi sekitar pukul 12.00-13.00 WIB, saat waktu istirahat kerja. Pelaku pelecehan seksual sebanyak lima orang Staf Visual Data KPI, yakni RM, FP, RT, EO, serta CL dan disaksikan oleh satu orang Staf Visual Data, yakni SG," ucap Beka.
Berdasarkan keterangan MS, sejak 2012-2014, beberapa pegawai sering menyindir MS, terkait singkatnya masa penyetaraan gaji. Oknum pegawai KPI mulai merundung MS seperti pelaku RM menyuruh korban membelikan makan, tetapi MS menolak.
Selain itu, pada 2017, saat acara Bimtek di Resort Prima Cipayung, Bogor, pada pukul 01.30 WIB, MS saat itu sedang tidur. Lalu rekannya, RT dan IP mengangkat tubuh korban, kemudian melemparkan korban ke kolam renang dan bersama-sama menertawai korban.
Selain itu, pada 2019, pelaku TK pernah melempar atau membuang tas MS sampai keluar ruangan kantor dan menyingkirkan bangku kerja korban. Bahkan di bangku korban tertulis 'Bangku ini tak ada orangnya!'.
"Terduga pelaku FP pernah memukul kepala MS saat di lantai 6, Gedung KPI Lama, Jalan Gajah Mada Nomor 8. MS sempat mendorong pelaku, namun akhirnya dipisahkan oleh pegawai lainnya bernama DD. Selain itu, FP juga pernah melontarkan kata-kata seksis dan cabul kepada MS di grup percakapan WhatsApp internal pegawai visual data," papar Beka.
Sementara itu, terduga pelaku RT, pernah memasukkan plastik bekas air minum ke kepala MS. Namun, korban tidak melawan dan hanya bilang kepada pelaku untuk menghentikan tindakannya. Kejadian ini disaksikan oleh GT, salah seorang tenaga ahli koordinator.
"Akibat perundungan yang dialami oleh MS, korban mengalami stres berat terutama pascaperistiwa pelecehan seksual pada 2015 hingga sekarang. Trauma yang dialami MS juga berdampak pada terganggunya hubungan dengan istrinya," papar Beka.
Selain mempengaruhi kehidupan pribadi MS, lanjut Beka, korban sering merasa tidak nyaman di kantor karena harus bertemu dengan pelaku dan mengalami perundungan secara verbal. Akibat pelecehan seksual yang terjadi pada 2015 terhadap MS, korban mengalami Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD).
"Sebagaimana hasil pemeriksaan dan serangkaian tes psikologi yang dilakukan oleh Psikolog Puskesmas Tamansari dan Psikolog dari LPSK," pungkas Beka. (tan/jpnn)
Simak! Video Pilihan Redaksi:
Redaktur : Natalia
Reporter : Fathan Sinaga