Gunung Agung Erupsi

Lihat, Pengungsi Gunung Agung Tak Setegang Dahulu

Kamis, 30 November 2017 – 09:57 WIB
Anak-anak pengungsi bermain bola di areal GOR Swecapura, Rabu (29/11). Foto: Agung Bayu/Bali Express

jpnn.com, KLUNGKUNG - GOR Swecapura, Klungkung, Bali kembali penuh oleh pengungsi Gunung Agung sejak status gunung api tertinggi di Pulau Dewata itu dinaikkan ke level IV (Awas) Senin (27/11) kemarin. Pengungsian kali ini berbeda dari sebelumnya, d imana yang sebelumnya tampak raut wajah merenung, kini masyarakat mulai ceria dan menikmati suasana.

Berdasarkan pantauan Bali Express, berbagai kegiatan mengisi hari-hari pengungsi di GOR Swecapura. Masyarakat usia remaja dan dewasa tampak sibuk dengan aktivitasnya dalam membuat kerajinan tas dari serat akar pohon. Sementara, anak-anak terlihat asik bermain sepak bola yang dikordinir satu orang wasit yang merupakan salah seorang relawan.

BACA JUGA: Misteri Putih dan Kelabu Asap Gunung Agung

Ketut Wenten Yasa misalnya, pria asal Desa Selat Duda ini terlihat apik dalam mengerjalan kerajinan tas dari serat akar pohon. Pihaknya mengaku telah menekuni pekerjaan ini sejak 17 tahun lalu. Harganya pun mencapai Rp 75 ribu untuk satu buahnya. Hanya saja, keuntungan yang didapat dalam menekuni pekerjaan ini tergolong sedikit. “Sedikit untungnya, masih tipis, karena bahan baku semua beli,” ujarnya.

Dia mengaku menekuni pekerjaan ini hanya sekadar untuk mengisi waktu luang agar tidak stres saja. “Iya isi waktu luang saja, hitung-hitung dapat uang, dari pada tidak ada kegiatan,” katanya.

BACA JUGA: Ini Daftar Destinasi Top selain Bali Versi Media Inggris

Wenten mengaku telah mengungsi sejak dua hari lalu bertepatan dengan naiknya status Gunung Agung menjadi awas. Namun, pengungsian kali ini menurutnya tidak setegang sebelumnya. Lantaran pihaknya sudah mngetahui ke mana harus mengungsi. “Ya dulu belum tahu mau ke mana, sekarang sudah tahu kalau ke sini pasti ditampung, jadi agak santai, datangnya juga sendiri,” tandasnya.

Di lain pihak, terlihat anak-anak sedang asik bertanding sepak bola. Bahkan keceriaan tampak di raut wajah mereka. Bola pun ditendang hingga waktu tak terasa telah berlalu. “Kondisi inilah yang ingin kami ciptakan bagi psikologis anak-anak di pengungsian,” ujar relawan asal Desa Serongga Kelod, Gianyar, Ketut Suparta yang memimpin jalannya pertandingan bola ini.

BACA JUGA: Luhut Pantau Gunung Agung Bali via Video Conference

Menurut pria yang juga memiliki klub sepak bola ini, tinggal di pengungsian merupakan sesuatu yang tidak diharapkan semua orang. Untuk itu, membangkitkan semangat dan membuat titik fokus baru merupakan hal yang penting untuk anak-anak.

“Mereka masih anak-anak, kalau terus berdiam diri pada akhirnya akan murung, kasian psikologisnya,” kata Suparta.

Untuk itulah pihaknya yang kebetulan mempunyai peralatan sepak bola lengkap memberikan pelatihan dan sarana permainan bagi anak-anak pengungsian. “Karena sebelumnya tidak ada yang mengatur, jadi yang main tidak merata besar kecilnya, sekarang kan sama rata, jadi sebanding,” pungkasnya.

Salah seoarang anak, I Made Surya mengaku sangat bahagia di pengungsian. Selain dengan adanya teman baru yang bisa diajak bermain, pihaknya mengaku memiliki banyak pengalaman yang berharga. “Kami ceria, sehingga tidak numplek di tenda saja, kali ini ada permainan,” ungkapnya. (bx/gus /bay/yes/jpr)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ingat, Stok Pangan Bali Tinggal Tersisa untuk 3 Bulan Saja


Redaktur & Reporter : Adek

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler