jpnn.com - BALIKPAPAN - Polda Kaltim punya unit khusus yang bertugas mengawasi media sosial (medsos).
Mereka mengenakan setelan bak reporter televisi. Kemeja merah dipadukan celana krem dengan logo Divisi Humas Polri di bagian lengan dan tulisan polisi di bagian punggung.
BACA JUGA: Panglima TNI: Bila Perlu Sampai 2018 di Sini
Para personel dengan seragam baru ini bertugas di bagian dokumentasi serta penyampaian informasi Polri ke masyarakat.
Mereka juga ada yang bertugas sebagai pasukan dunia maya (Cyber Troops).
BACA JUGA: Di Aksi 1212, Kapolri Beri Pesan ke Muslim Bandung Soal Hari Raya Natal
Kabid Humas Polda Kaltim Kombes Pol Fajar Setiawan menjelaskan, tugas cyber troops melakukan pengawasan media social.
Mereka juga bertugas menyebar berita positif yang terkait dengan kinerja Polri. Serta melakukan counter issue, klarifikasi terhadap hal-hal yang tidak benar.
BACA JUGA: Hanya Karena Pandangan Dihajar Anak Anggota Dewan
Hasil pantauan tim ini diteruskan ke Subdit Perbankan Pencucian Uang dan Kejahatan Dunia Maya (PPUKDM) Direktorat Kriminal Khusus (Ditkrimsus) Polda Kaltim.
Dengan begitu, kepolisian juga bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informasi untuk membahas isi konten yang tidak layak, yang dapat dinilai sebagai konten yang bernuansa pelanggaran hukum.
Dijelaskan, kegiatan pembinaan terhadap netizen jadi penting. Bukan berarti sifatnya pengendalian, tapi lebih kepada pembinaan membangun kesadaran hukum.
“Perlu tingkat pemahaman dan kesadaran masyarakat bahwa media sosial itu tidak digunakan secara sembarangan. Karena sudah ada aturan hukum,” jelasnya.
Terpisah, Direktur Kriminal Khusus Kombes Pol Rosyanto Yudha Hermawan menyebut kejahatan di dunia maya, pembuktiannya tak berbeda dengan kejahatan biasa. Minimal ada dua alat bukti didukung keterangan saksi korban.
Namun, tak mudah menelusurinya. Butuh perangkat komputer canggih didukung sumber daya manusia (SDM) yang menguasai teknologi informasi.
Alat bukti berupa situs internet, halaman media sosial, serta bukti pendukung lainnya.
Setelah pelaku tertangkap, penyidik wajib membuktikan jika pelaku memang yang berbuat. Bisa melalui warung internet, handphone atau laptop.
Kendalanya, ketika diduga pelaku atau korban berada di luar Indonesia, akan terkendala yurisdiksi hukum. Karena setiap negara berbeda. Ketika pelaku beraksi di Indonesia, kemudian korbannya di luar negeri, otomatis ada pengaduan dari korban.
Ketika ada koordinasi dengan kepolisian setempat, Interpol dan lainnya, bisa saja diungkap.
“Tinggal koordinasi dengan kepolisian di negara tersebut,” terangnya.
Kejahatan dunia maya beraneka ragam. Di antaranya memasukkan data atau informasi ke internet tentang sesuatu hal yang tidak benar, tidak etis, dan dapat dianggap melanggar hukum atau mengganggu ketertiban umum.
Misal, pemuatan berita bohong atau fitnah yang akan menghancurkan martabat diri pihak lain.
”Hal-hal yang berhubungan dengan pornografi atau pemuatan suatu informasi yang merupakan rahasia negara, atau caci maki,” jelasnya. (aim/rsh/k15/sam/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pilkada Aceh Barat Daya, Ini Kriteria yang Diinginkan Warga
Redaktur : Tim Redaksi