jpnn.com, JAKARTA - Mantan anggota DPR Lily Wahid merasa prihatin karena masyarakat Indonesia seolah sudah melupakan musyawarah mufakat.
Menurut Lily, masyarakat sekarang ini lebih memilih menggunakan suara terbanyak dalam memutuskan sesuatu daripada kesepakatan bersama.
BACA JUGA: Bamsoet akan Kaji Usulan Pengembalian UUD 1945
“Itu menjadi sesuatu yang berbahaya bagi bangsa ini karena masyarakat sekarang ini sedang berada di titik yang kalau kamu tidak sependapat sama saya berarti kamu bukan teman saya,” ujar Lily, Selasa (3/4).
Cucu pendiri Nahdlatul Ulama (NU) KH Hasyim Asy’ari ini menambahkan, zaman dulu musyawarah sudah menjadi jalan tengah dalam menghadapi masalah sehari-hari.
BACA JUGA: Lily Wahid: Pelajaran Kebangsaan Bisa Lewat Film
Berbagai masalah di tengah masyarakat diperbincangkan bersama dan mencari solusi yang terbaik.
Saat ini, kondisi masyarakat telah berbeda dalam menyikapi perbedaan. Perbedaan diselesaikan dengan cara voting tanpa memikirkan maslahat untuk masyarakat.
Menurut dia, kultur musyawarah mufakat telah menjadi landasan negara yang ditinggalkan, baik dalam pemerintah maupun masyarakat.
“Masyarakat terkadang juga tidak mampu menyelesaikan persoalan perbedaan karena lunturnya kultur musyawarah. Adanya perbedaan ekonomi menjadikan suatu alasan mengapa perbedaan agama menjadi sesuatu yang diributkan,” ujar Lily.
Dia mencontohkan penyerangan rumah ibadah dan sebagainya yang terjadi beberapa waktu lalu.
“Mungkin dulu ada juga. Namun, itu karena hanya emosi sesaat dan hanya di suatu daerah, bukan yang menjadi berita nasional seperti saat ini,” imbuh perempuan kelahiran Jombang, Jawa Timur, itu.
Lily menilai rentannya perpecahan di tengah masyarakat karena komunikasi tidak lagi diselesaikan dengan musyawarah.
Salah satu imbasnya sekarang radikalisme dan terorisme semakin subur karena tidak ada wadah untuk mengutarakan pendapat dalam diskusi bersama.
“Saya melihat fenomena radikalisme terorisme ini memang dimasukkan ke Indonesia dengan berbagai cara dan rupa dan dengan ketersediaan media yang akhirnya menyulut fanatisme yang tidak perlu,” ujar Lily.
Karena itu, Lily mengimbau masyarakat agar tidak mudah tersulut emosi dengan provokasi yang dapat memecah belang bangsa.
“Bangsa ini akan kuat dengan musyawarah dan akan terpecah belah ketika kultur ini menjadi luntur,” tegas Lily. (jos/jpnn)
Redaktur & Reporter : Ragil