jpnn.com - JAKARTA –Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah yang baru disahkan dalam rapat paripurna DPR RI, Jumat (26/9) ternyata tidak berlaku bagi seluruh daerah di Indonesia.
Salah satunya bagi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Karena Aceh merupakan satu dari empat daerah istimewa di Indonesia, sehingga yang berlaku adalah undang-undang terkait kekhususan Aceh.
BACA JUGA: Komisi VI DPR Setujui Pagu Anggaran 4 Kementerian
“Sebuah daerah yang menjalankan otonomi daerah khusus dan istimewa, itu tidak berlaku UU Pilkada, sepanjang undang-undang kekhususan daerah tersebut mengaturnya. Misalnya untuk Aceh, setahu saya itu kan dalam undang-undang (tentang Aceh) calon kepala daerah harus bisa baca Alquran dan harus beragama Islam,” ujar Kepala Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri (Kapuspen Kemendagri) Dodi Riadmadji, saat dihubungi JPNN di Jakarta, Jumat (26/9) petang.
Selain itu dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006, tentang Pemerintahan Aceh, kata Dodi, juga disebutkan pemilihan gubernur dilaksanakan secara demokratis yang dilaksanakan berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Demikian juga dengan pemilihan bupati/wali kota, dalam Pasal 1 Ayat 9, juga dikatakan melalui proses demokratis yang dilakukan berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
BACA JUGA: Dipanggil KPK, Bonaran Situmeang Mangkir
“Jadi UU (tentang Aceh) bilang begitu. Jadi tidak terikat dengan UU Pilkada yang disahkan. Karena memang demikian aturan hukumnya dan kita harus taati aturan hukum yang berlaku,” katanya.
Selain terhadap Aceh, hal yang sama kata Dodi, juga berlaku bagi DKI Jakarta. Sebagai daerah khusus ibukota, DKI memiliki undang-undang tersendiri. Pada Pasal 10 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 Tentang Pemerintahan Daerah Khusus Jakarta, dinyatakan, DKI Jakarta dipimpin satu orang gubernur dibantu satu orang wakil gubernur yang dipilih secara langsung melalui pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah. Sementara pada Pasal 19 disebutkan, wali kota/bupati diangkat oleh gubernur atas pertimbangan DPRD Provinsi DKI Jakarta dari pegawai negeri sipil (PNS).
BACA JUGA: Jimly Asshiddiqie: UU Pilkada Harusnya Tidak Pukul Rata
“Jadi DKI yang otonomi itu provinsi, itu pemilihan gubernur dilakukan secara langsung. Karena memang bunyi undang-undangnya demikian. Untuk Daerah Istimewa Yogyakarta juga selama ini kan tidak pernah dilakukan pemilihan. Dalam Undang-Undang Nomor 13 tahun 2012 tentang Keistimewaan Yogyakarta, diatur posisi Gubernur dijabat oleh Sultan Hamengku Buwono dan Wakil Gubernur dijabat Adipati Paku Alam,” ujarnya.
Bagi Papua dan Papua Barat juga akan berlaku hal yang sama. Aturan pemilihan kata Dodi akan mengikuti Undang-Undang Otonomi Khusus Papua. Kalau memang dalam Rancangan Otsus Papua yang sebentar lagi akan disahkan disebut, kepala daerah dipilih oleh DPRD, maka undang-undang tersebutlah yang berlaku.
Artinya, meski bunyi pengaturan pemilihan kepala daerah sama dengan yang diatur pada UU Pilkada, tapi pemberlakuannya tidak menggunakan undang-undang yang sama. Karena Papua menyandang status khusus di Indonsia
“Jadi sekali lagi, intinya untuk daerah-daerah yang memiliki otonomi khusus dan menyandang keistimewaan, sepanjang undang-undang tentang keistimewaan mengatur proses pilkada berbeda dengan UU pilkada, maka aturan tersebutlah yang berlaku,” katanya.(gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Abraham Beber Alasan Pimpinan KPK Tak Temui Tim Transisi
Redaktur : Tim Redaksi