jpnn.com, JAKARTA - Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) menegaskan akan mendukung program Homestay Desa Wisata berkolaborasi dengan Kementerian Pariwisata.
Penegasan ini disampaikan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemendes PDTT Anwar Sanusi saat menyampaikan paparannya di Rakornas II Pariwisata membahas Homestay Desa Wisata di Hotel Bidakara, Jakarta.
BACA JUGA: Strategi Aceh Menjaring Wisman di Pesta Kesenian Bali
"Dari 1902 desa, atau asumsikan 2000 desa yang memiliki potensi desa wisata itu, jika tiap desa rata-rata membangun lima homestay saja, maka dari Kemendes sudah turut membangun lebih dari lima ribu homestay. Ini belum dari kementerian dan lembaga lainnya. Jadi target 20 ribu homestay bukan sebuah ilusi, bukan target yang ambisius," papar Anwar yang langsung disambut dengan tepuk tangan riuh sekitar 1000 peserta Rakornas itu.
Saat ini, jumlah desa yang berpotensi dibangun menjadi desa wisata ternyata sangat banyak.
BACA JUGA: STP Nusa Dua Bali Berguru dari Jawara My Kitchen Rules 2016
Untuk kategori desa wisata bahari, jumlahnya mencapai 787 desa. Kategori Desa Wisata Sungai, jumlahnya mencapai 576.
Desa Wisata Irigasi, angkanya menembus 165. Kemudian Desa Wisata Danau, jumlahnya mencapai 374.
BACA JUGA: 3 Kementerian Kompak Resmikan Program Pengembangan Desa Wisata Indonesia
"Mengenai anggarannya darimana untuk membangun homestay, pendanaannya nanti bisa dari dana desa. Berapa anggarannya, itu nantinya desa yang akan menentukan. Karena dana desa itu memberikan kewenangan desa untuk menentukan sendiri anggarannya. Jadi, kita bisa mengarahkan desa-desa yang memiliki potensi itu untuk menjadi Desa Wisata," ujar Anwar yang dipercaya Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo itu.
Anwar menambahkan, jika anggaran Kemendes PDTT tahun depan disetujui naik dua kali lipat menjadi Rp 120 triliun dari Rp 60 triliun pada tahun ini, maka kemungkinan besar pembangunan homestay akan lebih banyak lagi.
Minimal dua kali lipat dari yang bisa dilakukan tahun ini.
"Namun, dibutuhkan pengelolaan secara korporasi bisa melalui BUMDes atau lainnya agar pembangunan homestay ini benar-benar memberikan dampak ekonomi pada desa-desa yang memiliki potensi tersebut," kata Anwar.
Anwar mengungkapkan, saat ini dana desa yang diberikan ke masing-masing desa sebesar Rp 800 juta.
Terkait bagaimana pengembangan pariwisata di pedesaan dengan turut membantu pembangunan homestay, pihaknya berharap Kemenpar turut memberikan pendampingan dan membantu penjualan untuk desa yang memliki potensi dalam sektor pariwisata.
“Harus dikelola secara korporasi,” ujarnya.
"Jadi kami yang membangun homestay-nya. Sedangkan Kementerian Pariwisata yang akan turut membantu pemasarannya. Ini adalah kolaborasi yang pas. Desa dan pariwisata bersinergi membangun Desa Wisata," kata Anwar.
Anwar mengakui, pariwisata adalah cara yang cepat, mudah dan murah untuk menghidupkan usaha dengan konsep homestay desa wisata itu.
Pariwisata sedang bergairah. Kemendes bertanggung jawab untuk menghidupkan ekonomi masyarakat desa.
“Jadi sudah matching,” kata Anwar.
Anwar menambahkan, dana desa itu memang kewenangan mutlak masyarakat desa, tapi harus ada semacam rambu-rambu koridor yang digunakan sebagai alat memantau penggunaan dana.
"Prioritas penggunaan dana desa, ada semacam pergeseran, dua tahun pertama menyangkut kesiapan atau membangun infrastruktur. Namun bagi desa-desa yang memang memiliki potensi wisata, dana tersebut boleh digunakan untuk membangun infrastruktur untuk mendukung wisatanya, termasuk homestay," kata Anwar.
Dia menambahkan, untuk menjadikan sebuah desa wisata bisa berkembang tersebut diperlukan keterlibatan berbagai pihak.
Karena itu, Kemendes PDTT telah membentuk taskforce dengan melibatkan Kementerian Pariwisata dan kepala daerah di sejumlah kabupaten.
Kolaborasi Desa Wisata itu menurut Menteri Pariwisata Arief Yahya, bisa dengan cepat direalisasikan, karena target kunjungan wisman ke tanah air terus menanjak tajam.
Berharap amenitas dari industri yang tidak akan cukup waktu.
"Membangun hotel dan resort kelas dunia, itu butuh waktu lama, lima tahun belum tentu jadi. Tapi membangun homestay, enam bulan sudah cukup. Karena itu secara paralel, program pemberdayaan desa menjadi desa wisata itu akan sangat cantik," kata Menpar Arie.
Dia menambahkan, desa wisata sangat bisa dikembangkan potensinya bisa diambil dari desa-desa yang berada di 10 Bali Baru, atau 10 Top Destinasi.
Dari Danau Toba Sumut, Tanjung Kelayang Belitung, Tanjung Lesung Banten, Kepulauan Seribu Jakarta, Borobudur Jateng, Bromo Tengger Semeru (BTS) Jatim, Mandalika Lombok NTB, Labuan Bajo Komodo NTT, Wakatobi Sultra dan Morotai Maltara, bisa dipetakan untuk disulap menjadi desa wisata.
"Atau, bisa juga jatuh pada 10 Top Destinasi teraktif, seperti Sumatera Barat, NTB, Nangroe Aceh Darussalam (NAD), Banyuwangi, Sulawesi Utara dan lainnya. Ini sedang kami godok. Dan bila sudah dipetakan dan dipilih, akan langsung dibangun menjadi desa wisata berstandar global,” katanya.
Ketika desa wisata itu sudah siap jual, lanjut Arief, akan langsung dipromosikan, selling platform-nya juga dimasukkan dalam DMP atau Digital Market Place.
"Maka desa wisata itu bisa berfungsi ganda. Bisa sebagai amenitas dengan homestay, akomodasi di rumah penduduk yang sudah sadar wisata. Juga bisa sebagai atraksi, karena berada dalam atmosfer kehidupan masyarakat desa yang hommy, kaya dengan sentuhan budaya, dan nuansa kekeluargaan yang belum tentu bisa ditemukan di negara lain,” ujar Arief.(adv/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ini Dia Kampiun Morotai Underwater Photo Contest 2017
Redaktur & Reporter : Natalia