jpnn.com - Tak mengherankan jika saat ini banyak petani ingin beralih profesi lain. Salah satu alasannya karena kehidupan petani saat ini sangat memprihatinkan.
Peryataan ini disampaikan Direktur Utama PT Gendhis Multi Manis, Kamajaya saat dihubungi wartawan, Selasa (23/9) ketika menanggapi masalah yang dihadapi petani Indonesia. Kata dia, kondisi ini diperparah dengan daya saing rendah dan hasil pertanian juga terus dihantam oleh produk-produk impor dengan harga murah. Karena itu, sampai kapanpun, meski kerja keras, petani tidak akan bangkit.
BACA JUGA: Berantas Mafia, Perkuat Peran Negara
"Mereka sudah kerja keras banting tulang setahun penuh, begitu panen yang ada utangnya bertumpuk. Makanya mereka akan berpikir mencari pekerjaan lain. Ngapain lagi cape-cape banting tulang," jelas Kamajaya.
Tidak hanya petani yang menjerit, Indonesia yang punya kekayaan sumber daya alam, dan dikenal sebagai negara tropis, juga tidak bisa lagi mengekspor seperti dahulu.
BACA JUGA: Ekspor CPO ke Tiongkok Anjlok 70 Persen
"Kita ini tropical country. Sekarang kalau bicara gula misalnya, dulu kenapa kita eksportir gula. Karena kita itu punya tanah, punya alamnya dan punya komunitas petani yang luar biasa banyak. Sekarang permasalahannya, barang-barang impor menghantam barang-barang lokal. Jadi sampai kapanpun nggak akan bisa bangkit," ungkapnya.
Kamajaya mengatakan, dulu rendeman atau kader gula pada tebu itu 14 persen. Sekarang 7 persen. Makanya kalau dimaksimalkan, potensi produksi itu bisa 2 kali lipat.
BACA JUGA: Siapkan Anggaran 6,8 T Untuk Bangun Bandara
"Kalau misalnya Indonesia produksi 2,5 ton, dan balik, kan bisa 5 ton (produksinya). Bisa selesai perkara nggak perlu impor. Pola yang sama bisa diterapkan di semua pruduk. Wong dulu kita ekspor jagung kok, ekpor beras ke Thailand dan kemana-mana," bebernya.
Dia juga menekankan, Indonesia tidak akan mati kalau tidak impor. Justru menurutnya, negeri ini bisa bangkit kembali.
"Dulu zaman saya waktu kecil, banyak namanya soun. Soun itu terbuat dari singkong. Kenapa sekarang dipaksain pakai mie, pakai gandum. Zaman kecil saya, gula aren, gula jawa begitu banyak. Emang kita mati kalu nggak impor gula. Kan nggak?" ungkapnya.
Dengan usaha pabrik gulanya, Kamajaya dikenal dekat dengan petani. Karena pabrik gulanya yang dioperasikan berasal dari 100 persen tebu kebun plasma milik petani.
"Padahal Indonesia punya hamparan tanaman kelapa terbesar di dunia. Jadi palm sugar punya potensial for manufacturing luar biasa besar. Kenapa sekarang gula dirafinasikan. Bayangkan kalau kita punya gula jawa, gula aren itu meledak, kita bisa ekspor kemana-mana," sambungnya optimis.
Makanya dia berharap, petani harus dikasihani. Karena kondisi hidup mereka sudah sangat susah. "Sementara orang yang namanya dagang, sesusah apapun, yang namanya pengusaha jauh lebih baik kondisinya. Intinya harus bisa berbagi hidup ini. Itu saja," tegas Kamajaya. (awa/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sepakat Pangkas Proyeksi Cost Recovery
Redaktur : Tim Redaksi