Sepakat Pangkas Proyeksi Cost Recovery

Selasa, 23 September 2014 – 05:16 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Pemerintah dan DPR memangkas proyeksi cost recovery (biaya ditanggung pemerintah) minyak dan gas (migas). Target penerimaan di sektor sumber daya alam dengan sumbangan penerimaan negara terbesar itu juga dinaikkan.

Wakil Ketua Badan Anggaran DPR Tamsil Linrung mengatakan, pemerintah dan DPR memang ingin menggenjot optimalisasi peran sektor migas terhadap keuangan negara. Karena itu, ada tiga target yang diubah.

BACA JUGA: Ekspor CPO ke Tiongkok Anjlok 70 Persen

"Pertama, target lifting (produksi siap jual) minyak dinaikkan, cost recovery dipangkas, dan target penerimaan dinaikkan," ujar legislator dari Fraksi PKS tersebut saat rapat dengan perwakilan pemerintah, Senin (22/9).

Setelah melalui pembahasan panjang, Badan Anggaran DPR dan pemerintah akhirnya menyepakati target-target sektor migas yang akan dimasukkan APBN 2015. Yakni, target lifting minyak dinaikkan dari 845.000 barel per hari menjadi 900.000 per hari dan cost recovery dipangkas dari USD 16,5 miliar menjadi hanya USD 16,0 miliar. Sementara itu, target penerimaan sektor migas dinaikkan dari Rp 299,1 triliun menjadi Rp 326,96 triliun.
 

BACA JUGA: Ekspor Ayam Terkendala Penyakit Unggas

Cost recovery adalah biaya yang dikeluarkan perusahaan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) produsen migas saat melakukan eksplorasi dan eksploitasi yang bisa ditagihkan dan diganti pemerintah setelah KKKS berproduksi.

Pelaksana Tugas Kepala Satuan Kerja Khusus Hulu Migas (SKK Migas) Johannes Widjonarko mengakui, target kenaikan lifting seharusnya diikuti dengan kenaikan cost recovery. "Tapi, tadi diputuskan justru cost recovery diturunkan," ujarnya.

BACA JUGA: Daihatsu Hadirkan Empat Mobil Konsep di IIMS 2014

Menurut Widjonarko, logikanya, kenaikan target lifting akan membuat perusahaan migas harus lebih banyak beroperasi sehingga biaya yang dikeluarkan pun akan naik. Biaya yang naik itulah yang kemudian akan diganti negara melalui cost recovery.

"Dengan target 900 ribu barel per hari, kami justru usul cost recovery dinaikkan menjadi USD 17,8 miliar," ucapnya.

Anggota Badan Anggaran DPR Satya W. Yudha mengakui, pemangkasan cost recovery menjadi hanya USD 16 miliar sebenarnya memang tidak memiliki landasan yang kuat. Namun demikian, dia meminta pemerintah memahami keinginan DPR untuk menekan biaya sehingga ruang fiskal yang tersedia menjadi lebih luas.

"Jadi, itu tugas pemerintah nanti bagaimana bisa menggenjot lifting minyak, tetapi harus efisien," ujar legislator Fraksi Partai Golkar tersebut.

Sementara itu, naiknya target lifting minyak dan pemangkasan cost recovery berimbas pada naiknya proyeksi penerimaan negara dari sektor migas. Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Andin Hadiyanto mengungkapkan, dengan perubahan beberapa asumsi sektor migas, pemerintah menaikkan target penerimaan sektor migas dari awalnya Rp 303 triliun menjadi Rp 326,96 triliun.

"Kenaikan penerimaan ini diharapkan bisa memperluas ruang fiskal bagi pemerintahan mendatang," ujarnya. (owi/c10/sof)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Mahasiswa Makassar Belum Paham Tol Laut


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler