jpnn.com, JAKARTA - Pemerintah akan melakukan pengetatan terhadap sejumlah barang impor yang mengganggu pangsa pasar produk dalam negeri.
Kebijakan tersebut dilatarbelakangi munculnya banyak keluhan, baik dari pedagang, asosiasi usaha, maupun masyarakat terkait membanjirnya barang impor di pasar tradisional maupun platform digital (e-Commerce).
BACA JUGA: Rekomendasi Rakernas PDIP soal Pangan, Setop Impor dan Lindungi Lahan Pertanian
Hal ini diungkap Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto seusai mengikuti rapat internal terkait lanjutan pembahasan pengetatan arus barang masuk impor yang dipimpin Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (6/10).
“Nah, yang eks impor ini kalau tidak diatur kembali, tentunya akan mengganggu pasar dan produksi dalam negeri. Juga maraknya impor ilegal pakaian bekas (thrifting), dan masih banyaknya PHK di industri tekstil," kata Menko Airlangga.
BACA JUGA: Bea Cukai Beber Ketentuan Pemeriksaan Barang Impor
Karena itu, lanjut Menko Airlangga, perlu pengaturan kembali untuk di-regulasi ulang.
Menko Airlangga menyampaikan pemerintah akan fokus pada pengetatan impor komoditas tertentu sesuai dengan arahan Presiden Jokowi.
Dia menyebutkan komoditas tertentu yang dipilih, antara lain pakaian jadi, mainan anak-anak, elektronik, alas kaki, kosmetik, barang tekstil sudah jadi lainnya, obat tradisional dan suplemen kesehatan, dan juga produk tas.
Saat ini, kata Menko Airlangga, pengawasan yang sifatnya post-border akan diubah menjadi pengawasan di Border, dengan pemenuhan Persetujuan Impor (PI) dan juga Laporan Surveyor (LS).
Saat ini dari total sebanyak 11.415 HS, terdapat ketentuan tata niaga impor (larangan atau pembatasan atau Lartas) terhadap 6.910 HS (sekitar 60,5 persen) dan sisanya sekitar 39,5 persen merupakan barang non-lartas.
Dari 60,5 persen komoditas yang terkena Lartas tersebut, sebanyak 3.662 HS (32,1 persen) dilakukan pengawasan di boder, dan sebanyak 3.248 HS (28,4 persen) dilakukan pengawasan post-border.
Karena itu, Menko Airlangga menegaskan perlu dilakukan pengetatan dengan mengubah pengawasan post-border menjadi border terhadap delapan kelompok komoditas tertentu (sebanyak 655 HS) sehingga ada regulasi yang harus diperbaiki dari kementerian.
"Jadi peraturan Mentan harus dilakukan perubahan, juga peraturan dari Menteri Perdagangan, Menteri Perindustrian, Badan POM, Kemenkes, ESDM, dan Kominfo. Bapak Presiden minta semua peraturan menteri tersebut bisa segera direvisi dalam waktu dua minggu,” ungkap Menko Airlangga.
Adanya perubahan pengawasan dari post-border menjadi pengawasan di border, terkait dengan dampaknya terhadap waktu layanan impor atau dwelling-time,
Menko Airlangga juga menyampaikan pemerintah sudah mengantisipasi dan berdasarkan perhitungan terkat dampak terhadap waktu layanan impor atau dwelling-time dengan adanya perubahan pengawasan dari post-border menjadi pengawasan di border.
Dia mengungkapkan dampaknya tidak signifikan, yaitu sekitar 0,11 hari.
Demikian juga dampak terhadap logistic-cost yang tidak terlalu signifikan.
Dalam kesempatan tersebut, Menko Airlangga menuturkan bahwa ada juga arahan Presiden Jokowi untuk memberikan tambahan kemudahan untuk menjual ke pasar dalam negeri, bagi industri yang rentan PHK (khususnya Industri TPT) yang berada di kawasan berfasilitas (seperti di kawasan berikat), yang diperkenankan untuk dapat menjual produk dalam negeri hasil produksi KB sebesar lebih dari 50 persen.
Untuk melaksanakan kebijakan ini akan diatur lebih lanjut pemberian rekomendasinya melalui Peraturan Menteri Perindustrian.
“Nah, usulan lain adalah akan dibentuknya Satgas Nasional yang terdiri dari Polri, Bea Cukai, Perdagangan, Perindustrian, Koperasi UKM, Kominfo dan Badan Karantina," ujar Menko Airlangga.
Selain itu, lanjut dia, juga perlu diperkuat terkait dengan penguatan kelembagaan untuk Badan Perlindungan Konsumen, dan kemudian KPPU, agar bisa menjaga unfair-practice di sektor digital, serta masalah penerapan semua standar, baik SNI, BPOM, maupun sertifikasi halal untuk sektor e-Commerce.
Menko Airlangga menyampaikan bahwa khusus untuk industri tekstil dan beberapa industri yang rentan PHK, akan ditindaklanjuti dengan kebijakan untuk melakukan restrukturisasi pembiayaan melalui KSSK, dan melalui lembaga Perbankan, agar industri tekstil tetap bisa bersaing dan menghindari PHK. (mrk/jpnn)
Jangan Lewatkan Video Terbaru:
Redaktur & Reporter : Sutresno Wahyudi