jpnn.com, JAKARTA - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) merekomendasi penundaan Pilkad Serentak 2020 kepada pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Menurut LIPI, memaksakan pelaksanaan Pilkada 2020 pada masa pandemi Covid-19 bukanlah langkah bijak.
BACA JUGA: Syariat Perintahkan Keselamatan, PBNU Terus Suarakan Penundaan Pilkada 2020
"Sikap berkeras diri untuk tetap melangsungkan Pilkada 2020 bukanlah sebuah sikap bijak dari sebuah pemerintahan demokratis yang terbentuk atas dasar kehendak rakyat," kata Kepala Pusat Penelitian Politik LIPI Firman Noor saat membacakan pernyataan sikap secara daring, Kamis (1/10).
Firman menambahkan, terdapat beberapa alasan yang mendasari LIPI merekomendasikan penundaan pelaksanaan Pilkada 2020. Misalnya, Pilkada 2020 berpotensi menimbulkan pelanggaran prinsip kemanusiaan akibat aspek-aspek keselamatan manusia terabaikan.
BACA JUGA: Ganjar Minta Pemerintah Pusat Mempertimbangkan Usulan Penundaan Pilkada Serentak
Alasan berikutnya ialah angka penyebaran kasus positif Covid-19 di Indonesia masih terus meningkat dan belum menunjukkan penurunan.
"Data Satgas Covid-19 menyebut kecenderungan kenaikan kasus Covid-19 harian sepanjang September 2020 atau dua bulan menjelang Pilkada 2020 hingga empat kali lipat dibandingkan pada rata-rata kasus Covid-19 periode Juli hingga Agustus 2020," ujar Firman.
BACA JUGA: KPU Ambil Ancang-ancang, Siapkan Sejumlah Opsi Penundaan Pilkada
Firman menambahkan, LIPI melihat fakta di lapangan yang menunjukkan tingkat kedisiplinan masyarakat, peserta, dan penyelenggara Pilkada 2020 dalam mematuhi protokol kesehatan Covid-19 masih rendah.
"Kerumunan massa dan arak-arakan pendukung pasangan calon masih terus terjadi dan sulit untuk dikendalikan," ungkap Firman.
Selain itu, LIPI menganggap pelaksanaan Pilkada 2020 pada masa pandemi justru menunjukan pertentangan dan berpotensi mereduksi upaya bangsa dalam berperang menghadapi Covid-19.
"Pemerintah di satu sisi melakukan pembatasan untuk menghindari kerumumanan masyarakat dengan adanya kebijakan pembatasan aktivitas masyarakat, tetapi memberikan peluang terjadinya konsentrasi massa pada tahapan-tahapan penyelenggaraan pilkada 2020," beber dia.
LIPI tak menampik argumen yang menganggap Pilkada 2020 perlu dilaksanakan demi meningkatkan perekonomian. Namun, kata Firman, argumen Pilkada 2020 meningkatkan daya beli masyarakat dan menggerakkan ekonomi nasional masih belum bisa dipastikan.
LIPI justru melihat pelaksanan Pilkada 2020 berpotensi mengakibatkan jatuhnya korban dan memperpanjang situasi krisis yang berdampak pada kehidupan ekonomi.
"Resesi ekonomi tidak serta-merta terkait dengan pagelaran politik semacam pilkada," katanya.
Firman menegaskan, anggaran untuk Pilkada 2020 hanya sebesar Rp. 20,6 triliun atau setara dengan 3,3 persen dari dana program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sebesar Rp. 667 triliun.
"Tentu merupakan jumlah yang tidak seberapa dibanding dampak yang diharapkan dari stimulus dana APBN secara keseluruhan," pungkas dia.(ast/jpnn)
Yuk, Simak Juga Video ini!
Redaktur & Reporter : Aristo Setiawan