Syariat Perintahkan Keselamatan, PBNU Terus Suarakan Penundaan Pilkada 2020

Kamis, 24 September 2020 – 16:35 WIB
Ketum PBNU KH Said Aqil Siroj didampingi sekretaris jenderalnya, Helmy Faishal Zaini. Foto: arsip JPNN.COM/Ricardo

jpnn.com, JAKARTA - Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Helmy Faishal Zaini menyatakan bahwa syariat menuntun umat menghindari bahaya, terutama yang mengancam keselamatan.

Atas pertimbangan syariat itu, PBNU mendesak pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menunda pelaksanaan Pilkada 2020.

BACA JUGA: Sesuai Hasil Wirid, Idris-Imam Dapat Nomor 2 di Pilkada Depok

Helmy menyampaikan itu saat menjadi pembicara dalam diskusi daring bertema Menimbang Pilkada Serentak 2020: Tetap 9 Desember 2020 atau Ditunda Demi Keselamatan Bersama yang diselenggarakan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Kamis (24/9).

"PBNU memandang, dalam syariat itu ada satu unsur penting yaitu menjaga keselamatan jiwa atau nyawa. Kami menyampaikan bahwa dasar pertimbangannya adalah menghindar dari kebinasaan harus didahulukan," tegasnya.

BACA JUGA: PBNU Minta Pilkada Ditunda, Said Aqil: Anggarannya untuk Penanganan Krisis Kesehatan Saja

Helmy menyadari Pilkada 2020 atau kontestasi politik memiliki sisi positif. Momen itu bisa dipakai rakyat untuk mencari pemimpin terbaik di daerah.

Namun, kata dia, Pilkada 2020 juga memiliki sisi negatif. Pandemi Covid-19 masih berlangsung di Indonesia ketika Pilkada 2020 dilaksanakan.

BACA JUGA: Polisi Ungkap Fakta Kematian Mahasiswi Cantik dan Ibunya

"Kemudaratan sudah tampak di depan mata. Dalam konteks itu, keselamatan jiwa dan nyawa adalah yang utama. Kalau agenda politik itu bisa ditunda. Kalau keselamatan itu tidak bisa ditunda," ungkap dia.

Helmy pun menilai kondisi Indonesia saat ini dengan sebutan kegentingan yang luar biasa.

Tidak sedikit masyarakat yang masih melanggar protokol kesehatan. Terbukti, pertambahan kasus terus memecahkan rekor per hari.

Di sisi lain, kata dia, pemerintah dan DPR memaksakan Pilkada 2020. Helmy mengkhawatirkan tahapan Pilkada menghadirkan klaster baru penularan Covid-19.

"Dari situ, kedaruratan atau kegentingan sudah tampak di depan mata. Coba bayangkan selama 71 hari kampanye, kemudian pencoblosan dengan tingkat kedisiplinan terhadap protokol kesehatan sangat lemah," beber dia. (ast/jpnn)

Simak! Video Pilihan Redaksi:


Redaktur & Reporter : Aristo Setiawan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler