Literasi Finansial Dalam Kurikulum Merdeka Penting Diterapkan Sejak Usia Dini

Selasa, 22 Oktober 2024 – 04:09 WIB
Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan, Kemendikbudristek, Anindito Aditomo, dalam seminar daring "Bergerak Bersama untuk Pendidikan Literasi Finansial dalam Kurikulum Merdeka", dipantau, Senin (21/10). Foto tangkapan layar YouTube Kemdikbud

jpnn.com, JAKARTA - Literasi finansial yang termasuk dalam Kurikulum Merdeka amat penting diterapkan bagi anak didik sejak usia dini.

Hal itu akan membuat para siswa memahami cara mengelola uang dengan baik, menghindari kesalahan, dan mengembangkan kebiasaan sehat menggunakan uangnya di masa depan.

BACA JUGA: Rangkaian Hari Oeang ke-78, DJPPR Dukung Peningkatan Literasi Keuangan

"Kalau kita ingin anak-anak nantinya merdeka secara finansial maka mau tidak mau harus memahami tentang literasi finansial sebagai bekalnya," kata Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan, Kemendikbudristek, Anindito Aditomo, dalam seminar daring "Bergerak Bersama untuk Pendidikan Literasi Finansial dalam Kurikulum Merdeka", dipantau, Senin (21/10).

Literasi keuangan bukanlah kebijakan baru, lanjutnya, tetapi sekumpulan resources atau sumber daya, alat-alat atau metode yang akan memudahkan guru di sekolah untuk memberikan pemahaman atau literasi finansial kepada muridnya melalui Kurikulum Merdeka. Apalagi, fakta saat ini menunjukkan rendahnya literasi keuangan pada generasi muda.

BACA JUGA: Literasi Finansial Dorong Pertumbuhan UMKM

"Hal ini akan dapat membentuk karakter dan kebiasaan mengelola keuangan yang baik di masa depan," ucapnya.

Lulusan S1 Psikologi, Universitas Gadjah Mada (UGM) ini menambahkan, rendahnya literasi keuangan bukan hanya berdampak pada diri sendiri tetapi dampak kolektifnya sangat besar. Hal ini karena keputusan-keputusan finansial yang diambil amat buruk dan dampak berantainya besar.

BACA JUGA: Satu Dekade, Kemendikbudristek Sebut Pembangunan Pendidikan Makin Berdampak & Bermanfaat

"Misalnya, seseorang yang punya literasi rendah, dia akan cenderung terjerat untuk berutang, yang itu bisa saja merugikan keluarganya, kemudian kalau utangnya tidak bisa dibayar maka perputaran uang di masyarakat akan jadi lambat. Jadi ada dampak makro ekonomi," ungkapnya.

Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tahun 2023 menyebutkan, sebanyak 57,3% dari total kredit macet pinjaman daring perseorangan dalam skala nasional didominasi usia 19-34 tahun.

Data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) per Juli 2024, terdapat sekitar 4 juta pemain dan 168 juta transaksi judi online (judol) di Indonesia.

"Hal itu merupakan siklus jebakan berantai akibat rendahnya literasi finansial yang harus diputus bersama," tegasnya.

Anindito juga menyebutkan, pendidikan literasi finansial di sekolah bersifat fleksibel dan tidak hanya menjadi tanggung jawab para guru serta lembaga pendidikan. Semua pemangku kebijakan diharapkan turut memberikan kontribusi nyata meningkatkan kemampuan siswa terkait hal ini.

"Banyak orang memiliki akses ke layanan keuangan, tetapi pengetahuan, keterampilan dan sikap mereka tentang cara mengelola keuangan masih sangat rendah. Ini harus kita kerjakan bersama-sama secara sistematis," ungkapnya. (esy/jpnn)


Redaktur : Djainab Natalia Saroh
Reporter : Mesyia Muhammad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler