Little Jokowi

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Selasa, 07 Juni 2022 – 18:52 WIB
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo. Foto : Ricardo

jpnn.com - Tokoh-tokoh pemimpin besar dunia tentu dikagumi banyak orang, dan banyak yang mengidolakannya. 

Banyak yang sengaja meniru atau mengadopsi gaya kepemimpinan para tokoh besar itu. 

BACA JUGA: Ada yang Istimewa di Perayaan HUT Pertama Sukarelawan Teman Ganjar

Tidak terhitung berapa banyak orang yang mengidolakan Sukarno, sampai-sampai mereka meniru gaya berpakaiannya. 

Orang akan bangga disebut mirip Sukarno, meskipun hanya mirip secara fisik. 

BACA JUGA: Kalau Dijuluki Bapak Infrastruktur, Jokowi Terkesan Mirip Soeharto

Mungkin orang akan lebih bangga lagi kalau disebut mirip Sukarno karena kepemimpinannya atau kecerdasannya.

Pemimpin Malaysia Mahathir Mohamad dikenal dengan sebutan ‘’Little Sukarno’’ atau Sukarno Kecil. 

BACA JUGA: Kabar Terbaru Eks PM Malaysia Mahathir Mohamad, Sungguh Tragis Nasibnya

Disebut demikian karena Mahathir dikenal dengan kebijakannya yang nasionalistik dan ketegasannya dalam berdiplomasi dengan negara-negara barat. 

Sukarno sangat identik dengan sikapnya yang tegas terhadap barat yang imperlialistis. 

Salah satu ungkapan paling terkenal Sukarno adalah ‘’Inggris kita linggis, Amerika kita setrika’’. 

Dalam hal kemampuan retorika, Bung Karno memang jagonya. 

Di masa perjuangan kemerdekaan--ketika radio menjadi salah satu media komunikasi massa yang paling bisa diandalkan--Bung Karno memanfaatkan kemampuan orasinya melalui radio. 

Setiap pidatonya disiarkan oleh radio jutaan orang akan terhipnotis untuk mendengarkannya.

Salah satu ungkapan Bung Karno yang paling terkenal dalam hubungannya dengan negara-negara barat adalah ‘’Go to hell with your aids’’, pergilah ke neraka membawa uang bantuanmu. 

Ungkapan ini sampai sekarang masih sering dikutip oleh para politisi ketika berbicara mengenai kemandiran nasional. 

Sampai sekarang masih banyak yang memakai ungkapan ‘’berdikari’’ setiap kali berbicara mengenai kemandirian bangsa. 

Masih banyak yang mengutip frasa ‘’ampera’’ amanat penderitaan rakyat ketika berbicara mengenai keberpihakan kepada rakyat.

Semasa menjadi perdana menteri Malaysia Mahathir Mohammad sering memakai narasi-narasi ala Bung Karno dalam berbagai orasinya. 

Malaysia adalah anggota negara persemakmuran karena pernah dijajah oleh Inggris. 

Malaysia punya kedekatan sejarah dengan Inggris. Akan tetapi, hal itu tidak membuat Mahathir menghamba kepada Inggris. 

Sebaliknya, Mahathir sering bersikap tegas dan bahkan antagonistis terhadap Inggris.

Itulah sebabnya Mahathir mendapat julukan sebagai Little Sukarno. 

Julukan ini disandangnya dengan bangga, tetapi bagi bangsa Indonesia julukan yang melekat kepada Mahathir menjadi semacam ironi karena tidak ada pemimpin Indonesia yang mendapat julukan itu.

Banyak yang mengaku sebagai pengikut Bung Karno, tetapi tidak berhasil meyakinkan publik bahwa ia benar-benar mengikuti filosofi kepemimpinan Bung Karno. 

Di Indonesia banyak politisi yang mengutip Bung Karno dalam berbagai kesempatan berpidato, tetapi belum ada yangbenar-benar mempunyai kaliber seperti Sukarno.

Sukarno dikenal dengan nasionalismenya yang tinggi dan keberpihakannya yang besar terhadap nasib rakyat. 

Kecintaan dan konitmennya terhadap perjuangan untuk kepentingan rakyat kecil dituangkannya dalam filosofi ‘’Marhaenisme’’ yang dia ambil dari nama seorang petani bernama Marhaen. 

Petani Marhaen adalah tipikal petani Indonesia yang menjadi korban ketidakadilan struktural dalam sistem ekonomi yang kapitalistis. 

Marhaen hanya bisa menawarkan tenaganya sebagai buruh tani dan menjual jasanya kepada pemilik lahan. 

Orang-orang seperti Marhaen ini akan menjadi bagian dari lapisan terbawah rakyat miskin yang dipisahkan oleh gap yang sangat mengaga dengan kelompok elite yang menguasai modal dan alat-alat produksi.

Marhaen menjadi representasi ‘’wong cilik’’ yang menjadi fokus perjuangan Bung Karno. 

Marhaenisme dan pembelaan terhadap wong cilik ini kemudian menjadi jargon perjuangan partai-partai yang mengklaim diri sebagai partai nasionalis. 

PDIP di bawah kepemimpinan Megawati Soekarnoputri selalu mengidentifikasikan dirinya sebagai partai wong cilik dan mengasosiasikannya dengan perjuangan Bung Karno. 

PDIP menjadikan perjuangan kepentingan wong cilik sebagai identitas partai. Berbagai jargon yang identik dengan Sukarnoisme sering dikutip oleh petinggi-petinggi partai. Program utama kepresidenan Jokowi ‘’Nawacita’’ sengaja dimirip-miripkan dengan Sukarnoisme dengan keberpihakan kepada wong cilik sebagai fokus utamanya.

Akan tetapi, Jokowi tidak pernah disebut sebagai Little Sukarno. 

Dalam beberapa kasus justru kebijakan Jokowi dianggap tidak sesuai dengan cita-cita Bung Karno.  

Sebaliknya, kebijakan Jokowi disebut lebih berpihak kepada ‘’wong gede’’ orang besar pemilik modal, ketimbang berpihak kepada wong cilik. 

Jokowi malah pernah disebut sebagai ‘’Little Soeharto’’ karena fokusnya kepada pembangunanisme mengalahkan komitmennya kepada wong cilik.

Salah satu contoh paling nyata adalah lahirnya Undang-Undang Cipta Kerja, Omnibus Law yang didesain untuk menciptakan atmosfer investasi yang lebih nyaman bagi para pemilik modal asing. 

Untuk menciptakan kemudahan bagi modal asing, undang-undang ini banyak mengorbankan kepentingan buruh dan tenaga kerja kelas bawah.  

Undang-undang ini ditentang keras dan digugat oleh para buruh, tetapi pemerintah bersikukuh mempertahankannya. 

Undang-undang ini memperhadapkan langsung pemerintah dengan para buruh yang menjadi representasi wong cilik. 

Keputusan Mahkamah Konstitusi bahwa undang-undang ini bertentangan dengan konstitusi tidak digubris oleh pemerintah.

PDIP sebagai the ruling party mulai risau dengan keadaan ini. 

Identitasnya sebagai partai wong cilik banyak dipertanyakan orang. 

Cara pemerintah mengatasi krisis minyak goreng yang berkepanjangan sampai sekarang juga menunjukkan tidak jelasnya komitmen pemerintah terhadap kepentingan wong cilik. 

Dalam krisis minyak goreng terlihat bahwa pemerintah lebih memikirkan kepentingan para pemilik modal dan pemilik alat-alat produksi di industri sawit.

PDIP sebagai pemilik otoritas yang kemudian memberikan mandat kepada Jokowi sebagai petugas partai mulai berpikir keras bagaimana caranya mengembalikan citra partai sebagai partai wong cilik. 

Ada upaya untuk menarik kembali mandat itu dengan cara menentukan sendiri siapa calon presiden yang bakal menggantikan Jokowi pasca-2024.

Sebagai sang empunya mandat PDIP merasa punya hak sepenuhnya untuk menentukan jagonya sendiri. 

Akan tetapi, Jokowi sebagai pemegang mandat punya skenario yang berbeda dengan PDIP. 

Jokowi diperkirakan sudah mempersiapkan jagonya sendiri dan bersiap-siap untuk menghadapi segala kemungkinan, termasuk berhadapan langsung dengan PDIP pada palagan 2024.

Jokowi disebut-sebut sudah menyiapkan suksesornya sendiri. 

Jokowi menyiapkan protégé sendiri, dan Jokowi sudah menyiapkan ‘’The Little Jokowi’’ sebagai calon pengganti. Nama yang disebut-sebut sebagai ‘’Little Jokowi’’ sangat mungkin adalah Ganjar Pranowo. 

Tanpa restu dari PDIP Ganjar sudah melangkah jauh memasarkan diri sebagai penerus estafet Jokowi.

Para elite PDIP beramai-ramai menyerang Ganjar. 

Ada yang menyebutnya ‘’kemlinthi’’, ada yang menyebutnya ‘’kebanteren’’, ada yang menyebutnya tidak menghormati Megawati Soekarnoputri sebagai supremo partai. 

Ada yang mengritik Ganjar karena secara sengaja menjiplak gaya Jokowi. 

Ganjar memang lebih terlihat sebagai ‘’cover version’’ dari Jokowi. Gayanya dalam melakukan komunikasi politik dianggap sebagai kopi-paste Jokowi kalau tidak sepenuhnya menjiplak gaya Jokowi. 

Ganjar melakukan ‘’kopasus’’—kopi paste ubah sedikit—terhadap gaya Jokowi. 

Dengan mengemulasi gaya Jokowi, Ganjar bisa dengan mudah mendapat dukungan dari pendukung Jokowi. 

Apakah Ganjar akan menjadi versi yang lebih baik dari Jokowi, atau akankah Ganjar menjadi versi baru yang sama saja dengan versi lama, atau apakah Ganjar tidak lebih baik dari versi aslinya, itulah pertanyaan dan tantangan yang harus dijawab oleh Ganjar.

PDIP sebagai pemilik mandat merasa tidak nyaman dengan kondisi ini dan menyiapkan sendiri jagonya. Sangat mungkin jagoan PDIP ini akan berhadap-hadapan dengan Little Jokowi pada pilpres 2024. (*) 


Redaktur : M. Kusdharmadi
Reporter : Cak Abror

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler