Logistik Petani Jambi Dibom

Minggu, 06 Januari 2013 – 07:09 WIB
MENGGALA – Upaya puluhan petani Jambi menuntut tanah ulayat mereka dengan menggelar aksi jalan kaki 1.000 kilometer menuju Istana Negara  di Jakarta menemui hambatan. Mobil Suzuki Carry Pick-up BH 1349 YY yang mengangkut perbekalan dan pakaian mereka diduga dilempari bom molotov oleh orang tak dikenal saat parkir di lapangan tenis indoor Pemkab Tulangbawang sekitar pukul 03.00 WIB Sabtu (5/1).

Berdasarkan keterangan yang dihimpun Radar Lampung (Grup JPNN) dari lokasi kejadian, peristiwa itu bermula ketika Jumat malam (4/1), puluhan petani dari Suku Anak Dalam, Kabupaten Batanghari, Jambi, menginap di lapangan tenis indoor Menggala, Tuba, dalam aksi jalan kaki ke Istana Negara. Sebelumnya, mereka bertemu para tokoh adat Megou Pak Tuba di gedung R.A. Kartini.

Namun sekitar pukul 03.00, para petani yang tengah beristirahat dikejutkan oleh terbakarnya mobil bak terbuka pengangkut logistik yang diparkir di samping ruangan tempat mereka menginap. Melihat insiden ini, mereka langsung berusaha memadamkan api dengan peralatan seadanya.

Menurut keterangan salah satu peserta jalan kaki dari lokasi kejadian, mereka melihat dua orang kabur meninggalkan lokasi dengan mengendarai sepeda motor. Saat itu juga seluruh petani dievakuasi. Api berhasil dipadamkan petugas pemadam kebakaran pada pukul 03.29. 

Akibat kejadian itu, seluruh perlengkapan berupa pakaian, beras, dan logistik lainnya termasuk sebuah laptop habis terbakar. Kerugian diperkirakan mencapai Rp20 juta. Praktis, 35 petani Jambi yang telah menempuh perjalanan kaki lebih dari 550 km selama 25 hari itu hanya menyisakan baju di badan.

Di mobil pikap yang terbakar, anggota Polres Tuba mengamankan bekas botol yang diduga digunakan sebagai bom molotov. Botol itu langsung dibawa petugas sebagai barang bukti untuk mengungkap motif pembakaran.

Diketahui, aksi jalan kaki yang dilakukan warga Suku Anak Dalam 113 ini untuk mendukung perjuangan para petani Jambi lainnya yang sudah 49 hari berkemah di depan kantor Kementerian Kehutanan.

Kapolres Tuba AKBP Shobarmen mengatakan, hingga kemarin pihaknya masih menyelidiki kejadian tersebut. Selain melakukan olah tempat kejadian perkara, pihaknya juga telah mendatangkan tim Laboratorium Forensik (Labfor) Kriminal dari Palembang, Sumatera Selatan.

Langkah ini dilakukan untuk mengungkap pelaku pembakaran mobil pengangkut logistik para petani Jambi itu. ’’Kami masih selidiki apakah mobil ini dibakar atau karena hal lain. Kami sudah datangkan labfor. Mudah-mudahan bisa diketahui dengan segera penyebabnya,” kata dia.

Menurut Shobarmen, pihaknya akan mengawal aksi jalan kaki para petani Jambi ke Kabupaten Lampung Tengah, yang rencananya dilakukan hari ini.

’’Malam ini kami berikan pengamanan, baik secara terbuka maupun tertutup. Besok (hari ini, Red) pun ketika melanjutkan perjalanan kami kawal hingga perbatasan Lamteng,” paparnya.

Kapolsek Menggala Kompol Yusep Arfan menambahkan, hingga kemarin pihaknya telah meminta keterangan dua penjaga malam dan tiga warga Suku Anak Dalam 113 yang menginap di lapangan tenis indoor tersebut.

Sayang, penyelidikan masih menemui jalan buntu karena semua saksi mengaku tidak mengetahui secara jelas siapa pelaku pembakaran mobil itu. Mereka hanya melihat api telah berkobar dan membakar mobil tersebut.

Sementara, Ketua Deputi Politik Komite Pimpinan Wilayah Partai Rakyat Demokratik (KPW PRD) Lampung Rachmat Husein D.C. menduga pengeboman yang terjadi terhadap para petani Jambi tersebut telah direncanakan. Ia mencurigai ada sebuah skenario besar di balik insiden itu.

’’Kami rasa pengeboman ini sudah direncanakan. Saya tidak tahu siapa yang merencanakan itu. Yang pasti, para petani Jambi ini sekarang tidak punya logistik lagi, dan perjuangan kami tidak berhenti sampai di sini. Kami akan melanjutkan perjuangan ke Istana Negara,” ujar Husein –sapaan akrabnya– kemarin.

Dia secara tegas meminta aparat penegak hukum mengusut tuntas insiden itu. ’’Kami pun mengutuk keras tindakan pengeboman mobil logistik aksi jalan kaki 1.000 km ke Istana Negara yang dilakukan oleh petani Sumatera (Jambi dan Lampung),” ucapnya membacakan sikap PRD.

Selanjutnya, PRD juga menyerukan agar pemerintah SBY-Boediono, gubernur, bupati, dan wali kota se-Indonesia menegakkan serta melaksanakan pasal 33 UUD 1945 dan UU Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960 secara konsisten.

Terpisah, Wakil Bupati Tuba Heri Wardoyo juga langsung bereaksi terhadap kasus itu. Menurut dia, longmars Suku Anak Dalam sudah diterima Lembaga Adat Megou Pak Tuba dan telah dilepas untuk melanjutkan perjalanan. Namun karena kesorean, mereka meminta izin menginap di Gedung Kartini.

’’Namun, Gedung Kartini tidak cocok jadi tempat menginap. Kami pun mempersiapkan lapangan tenis indoor yang memiliki fasilitas MCK,” ujarnya melalui BlackBerry Messenger tadi malam.

Ditambahkan, pada malam itu, pihaknya juga membantu para petani dengan menyiapkan konsumsi. ’’Tetapi, pagi tadi ada berita kendaraan mereka terbakar. Saya sudah konfirmasikan ke Kapolres dan saat ini sudah ditangani kepolisian. Siang ini (kemarin, Red), mereka masih kita bantu untuk makanannya,” tandas Heri.

Sebelumnya diberitakan, puluhan warga Suku Anak Dalam 113 tiba di Kelurahan Menggala, Kecamatan Menggala, Tuba, Jumat (4/1). Sebelumnya, mereka telah menghabiskan waktu 24 hari berjalan kaki dari daerah asalnya dengan tujuan Istana Negara di Jakarta. Aksi ini dilakukan untuk mendesak pemerintah melalui menteri kehutanan menepati janjinya menginfakkan tanah yang selama ini menjadi tempat keberlangsungan hidup mereka.

Rombongan yang semula berjumlah seratusan orang dari Jambi ini diterima para tokoh adat Megou Pak Tulangbawang di gedung R.A. Kartini. Di antaranya Suttan Tulangbawang Pangeran Fatahilah Warga Negara, Pangeran Sempurna Jaya 3, Hi. Assahi Akip, dan Drs. Wan Mauli Sanggem.

Di gedung tersebut, Abbas Subuh yang merupakan ketua Suku Anak Dalam kepada para tokoh adat Megou Pak mengatakan bahwa lahan yang mereka tempati kini dicaplok perusahaan.

Padahal, hukum adat dan hukum agama lebih dahulu ada sebelum hukum positif. Parahnya lagi, perusahaan yang kini diberi izin lokasi itu tidak menghiraukan bahwa lokasi tersebut milik masyarakat. Mereka menggusur apa saja yang ada di lahan masyarakat. Pencaplokan ini terjadi sejak 2010 lalu, namun hingga kini belum ada penyelesaian dari pemerintah pusat.

Kedatangan mereka dengan cara berjalan kaki dengan jarak sekitar 1.000 km ini terpaksa dilakukan agar keadilan dapat berpihak kepada mereka selaku rakyat kecil. Sebab sejak saat itu hingga kini, Suku Anak Dalam 113 hidup terlunta-lunta.

Suku Anak Dalam yang juga didampingi Partai Rakyat Demokratik, Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi, dan Serikat Rakyat Miskin Lampung ini meminta agar pemerintah menegakkan pasal 33 UUD 1945; melaksanakan UU No. 5/1960 tentang Pokok Agraria; pengembalian tanah warga Kunangjaya II dan Mekar Jaya; pengembalian tanah adat Suku Anak Dalam 113; dan pencopotan Menteri Kehutanan RI Zulkifli Hasan. (fei/yud/p6/c1/fik)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kadin-Apindo Batam Gugat UMK ke PTUN

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler