Lokal Naik, Ekspor Kakao Anjlok

Senin, 23 Juli 2012 – 00:47 WIB

JAKARTA - Ekspor biji kakao Indonesia tercatat mengalami penurunan ekspor yang signifikan pada semester pertama 2012. Asosiasi Kakao Indonesia (Askindo) membukukan ekspor produsen kakao ketiga terbesar di dunia ini hanya mencapai 66.120 ton pada paro pertama 2012, atau anjlok 44,17 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 118.447 ton. Lemahnya produksi biji kakao di dalam negeri dianggap menjadi penyebab menurunnya gairah eksportasi.

Sekretaris Eksekutif Askindo Firman Bakri Anom mengatakan, merosotnya performa produksi kakao pada enam bulan pertama 2012 dikarenakan anomali cuaca. Menurutnya,  cuaca pada awal tahun tak begitu mendukung untuk perkebunan kakao yang membutuhkan keadaan normal cuaca, yakni tidak kering dan tidak basah.

Akhirnya, April yang digadang-gadang menjadi musim puncak panen kakao selain Oktober, tak mampu mencatat kinerja yang memuaskan. Dilihat dari jumlah ekspor yang hanya 66.120 ton, diprediksi produksi kakao semester awal tak mencapai 50 persen dari target nasional sebesar 450 ribu ton.

Namun demikian, Firman masih optimistis melihat tren cuaca pada semester kedua yang cenderung membaik. Sehingga, diharapkan target produksi tahun ini mampu tercapai, dan meningkat dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 435 ribu ton. "Kami harap pada semester kedua cuaca lebih mendukung," jelasnya.

Proyeksi membaiknya cuaca pada semester kedua, juga dilihat sebagai peluang untuk menggenjot ekspor kakao, meskipun, realisasi ekspor pada semester pertama masih cukup jauh dari target. Ekspor kakao pada tahun ini diharapkan menyentuh angka 225 ribu ton, atau meningkat 12,5 persen dibandingkan ekspor sepanjang tahun 2011 yang mencapai 220 ribu ton.

"Saat ini ekspor kita paling besar masih ke Malaysia dan Singapura. Jadi tidak begitu ada imbas krisis global. Diharapkan potensinya masih tinggi," paparnya.

Firman menerangkan, dampak krisis produksi hulu kakao sebetulnya tak hanya berimbas pada pelemahan ekspor, namun juga dikhawatirkan tak mampu memberikan suplai yang cukup bagi industri kakao yang lebih hilir. Perlu diketahui, sejak diterapkannya kebijakan bea keluar kakao, maka biji kakao lebih diprioritaskan untuk diolah di dalam negeri.


Disebutkan, rerata konsumsi industri intermediate kakao di dalam negeri saja mencapai 200 ribu - 225 ribu ton per tahunnya. "Saat ini situasi yang dialami oleh industri hilir kakao adalah kekurangan sokongan bahan baku. Padahal, demand kakao cukup besar. Apalagi, tahun ini banyak industri di dalam negeri yang agresif ekspansif, dan meningkatkan kapasitas gilingnya," jelasnya

Asosisasi Industri Kakao memproyeksikan produksi kakao olahan tahun ini bisa meningkat 42,8 persen, yakni mencapai 399.840 ton, dari 280 ribu ton pada 2011. Pertumbuhan tersebut dikarenakan ekspansi yang telah dilakukan beberapa produsen pada kakao olahan, dengan nilai investasi mencapai USD 45 juta.

Industri tersebut di antaranya seperti PT General Food Industries, PT Bumitangerang Mesindotama, PT Cocoa Ventures Indonesia, PT Teja Sekawan, PT Kakao Mas Gemilang, PT Gandum Mas Kencana, PT Freyabadi Indotama, dan PT Sekawan Karsa Mulia.

Sebagai catatan, pertumbuhan produksi kakao olahan dalam dua tahun terakhir dikarenakan terjadi pemberlakuan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 67/PMK.011/2010 tentang Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar. (gal)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Perumnas Kesulitan Bangun Rumah Sederhana


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler