jpnn.com, LONDON - Perdana Menteri (PM) Inggris Theresa May berhasil mempertahankan posisinya. Dia kembali lolos mosi tidak percaya. Rabu (16/1) dia unggul dengan dukungan 325 suara dalam voting pemakzulan di parlemen.
Tapi, posisinya belum aman. Jika tidak berhasil merumuskan kesepakatan final British Exit alias Brexit yang baru, dia terancam lengser lewat percepatan pemilihan umum (pemilu).
BACA JUGA: Brexit Kacau, Inggris di Ambang Malapetaka
"Saya mengundang anggota parlemen dari seluruh partai untuk mencari jalan keluar bersama-sama," ujar May sebagaimana dikutip Reuters, Kamis (17/1).
Setelah parlemen menolak kesepakatan final Brexit yang dia gagas, perempuan 62 tahun itu mau tidak mau harus merumuskan rencana alternatif (Plan B). Untuk itu, dia membutuhkan dukungan dari semua kubu.
BACA JUGA: Partai Oposisi Inggris Pecah Gara-Gara Brexit
Dalam waktu dekat, May menjadwalkan pertemuan dengan politisi senior seluruh partai. Menurut dia, sekaranglah saat yang paling tepat bagi semua pihak untuk mengesampingkan kepentingan pribadi. Kini kepentingan negara harus diutamakan.
May bakal memaparkan hasil pertemuannya dengan para tokoh politik itu di hadapan parlemen. Paparan tersebut berlangsung pada Senin (21/1). Diskusi menyusul setelah paparan itu.
BACA JUGA: Amerika Serikat Ikut Memprotes Kesepakatan Brexit
Dalam kesempatan tersebut, parlemen akan menguji Plan B yang May ajukan. Tahap itu berlanjut pada Selasa (29/1). Parlemen bakal memperdebatkan Plan B yang digagas May tersebut.
Ketua Partai Buruh Jeremy Corbyn menegaskan bahwa dirinya tidak akan menghadiri undangan May, kecuali opsi no-deal Brexit dicoret. Tapi, itu tidak mungkin. Makin dekatnya batas waktu untuk hengkang dari Uni Eropa (UE) membuat opsi tersebut menguat.
Bukan hanya Inggris, negara-negara anggota Uni Eropa juga waswas. Mereka ingin Inggris keluar dengan kesepakatan. Sayang, hal itu terlihat kian sulit tercapai. Jerman dan Prancis sudah bersiap jika opsi tanpa kesepakatan itu yang akhirnya diambil Inggris.
Menteri Luar Negeri Jerman Heiko Maas mengungkapkan bahwa dalam beberapa hari ke depan dirinya berupaya maksimal membantu Inggris mencapai kesepakatan. Jerman memberikan sinyal untuk memberi waktu dengan memundurkan waktu keluar dari UE. Meski begitu, dia juga mempersiapkan skenario terburuk agar penduduk Jerman tak ikut terkena dampak negatifnya.
Dilansir The Guardian, Prancis telah mengaktifkan rencana untuk mempersiapkan no-deal Brexit. Prancis telah mengalokasikan anggaran EUR 50 juta atau setara dengan Rp 811,1 miliar. "Pemerintah bertanggung jawab memastikan negara siap (jika no-deal terjadi, Red)," tegas Perdana Menteri Prancis Edouard Philippe.
Dalam tiga pekan ke depan, Prancis akan mengeluarkan lima dekrit. Salah satunya adalah otorisasi investasi dalam pembuatan infrastruktur baru. Pemerintah juga bakal merekrut 600 orang pekerja ekstra untuk menangani perdagangan lintas perbatasan jika Inggris keluar tanpa kesepakatan. (sha/c22/hep)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pendukung Brexit Mulai Panik
Redaktur & Reporter : Adil