Lombok Barat Dukung Program Pendidikan Gizi di Sekolah

Sabtu, 12 Oktober 2019 – 15:47 WIB
Siswa MTs Ponpes NU Darussalam. Foto: Mesya/jpnn.com

jpnn.com, LOMBOK BARAT - Progam pendidikan gizi di sekolah yang ditetapkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mendapat respons positif pemda. Di Lombok Barat, program tersebut diperkuat dengan peraturan bupati yang ditetapkan 2019.

Menurut Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Lombok Barat M. Hendrayadi, pendidikan gizi sudah dilakukan pada 2018. Kemudian diperkuat dengan Perbup yang sasarannya SMP. Hingga 2019, ada 27 SMP negeri dan swasta yang menjadi pilot project. Tahun 2020, Disdikbud menargetkan 41 SMP negeri dan 12 SMP swasta sudah melaksanakan aksi gizi.

BACA JUGA: Tekan Stunting di NTB, Pendidikan Gizi di Sekolah Harus Diperkuat

"Dalam pelaksanaan pendidikan gizi ini kami mendapat dukungan dari Kemendikbud lewat SEAEMEO RECFON yang memberikan modul gizi baik untuk siswa, guru dan ortu," terang Hendrayadi yang ditemui JPNN.com di Lombok Barat, Jumat (11/10).

Dia menyebutkan, Perbup tentang pendidikan gizi di sekolah ini menjadi jembatan antara Disdikbud dan Kementerian Agama untuk kolaborasi. Sebagai instansi yang menaungi Madrasah Tsanawiyah, Kemenag juga akan ikut menyukseskan program tersebut.

BACA JUGA: Jokowi Tegaskan PKH Ini untuk Gizi dan Pendidikan Anak

"Kami sudah teken kerja sama dan sedang diinventarisir sekolah mana saja yang bisa dilanjutkan progran ini di 2020," ucapnya.

Untuk tataran PAUD dan SD, menurut Hendrayadi, programnya dipisahkan per kecamatan dengan dibantu perusahaan-perusahaan.

Pondok Pesantren NU Darussalam yang berdiri sejak 1986 dan memiliki 950 siswa belum mendapatkan pendidikan gizi. Bahkan untuk bantuan operasional, Ponpes ini hanya mengandalkan wali murid dan swadaya masyarakat.

"Siswa kami yang mondok 500 orang. Sisanya pulang pergi. Yang mondok ini bayar Rp 250 ribu per bulan, di mana Rp 75 ribu untuk pondok. Rp 300 ribu bayar kos (biaya makanan)," terang Pimpinan Ponpes NU Darussalam Tuan Guru Haji Hardiyatullah Ridwan saat menerima kunjungan Direktur SEAMEO RECFON Dr. Muchtaruddin Mansyur dan Direktur Kesehatan Lingkungan Kemenkes Dr Imran Nur Ali.

Dia mengungkapkan prasarana pesantren tidak memadai lagi dengan jumlah santri. Misalnya untuk tempat tidur, satu kamar ukuran 8x7 meter ditiduri 35 anak. Begitu juga tempat mandi dan toilet, tidak seimbang.

Beruntung dari Kemenkes memberikan bantuan pengadaan sarana air bersih, kamar mandi dan toilet. "Anak-anak kalau air bersihnya ada, fasilitas untuk mereka mandi, berwudu tersedia, mereka akan nyaman," ujar Imran.

Dia menyebutkan, pencegahan stunting tidak hanya fokus pada perbaikan gizi tetapi juga faktor lingkungan. Kalau lingkungan pesantren sehat dan nyaman, anak-anak akan tumbuh sempurna.

Senada itu Muchtaruddin mengutarakan, pihaknya akan masuk ke Ponpes-ponpes untuk sosialisasi pendidikan gizi. Kalau lingkungan pesantren sudah bagus, asupan gizi anak-anak yang mondok harus dijaga.

"Anak-anak yang mondok ini punya tiga ibu kos. Mereka yang memasak makanan untuk para santri. Nah, para ibu kos ini harus dibekali dengan pengetahuan tentang gizi agar menyediakan makanan walaupun sederhana tapi bergizi tinggi," tuturnya.

Selain itu kebiasaan anak cuci tangan sebelum makan terus digalakkan. Begitu juga dengan kebun gizi sangat tepat bila dilaksanakan di Ponpes. Paling tidak hasil kebunnya bisa dikonsumsi para santri.

Satu hal yang dikeluhkan pimpinan Ponpes NU Darussalam, sejak pesantren ini berdiri, belum ada bantuan dari Kementerian Agama. Mereka pernah mengajukan permohonan bantuan untuk sarana prasarana tetapi sampai saat ini tidak ada tanggapan.

"Mungkin banyak pondok yang butuh bantuan makanya kami belun. Alhamdulillah berkat swadaya masyarakat Ponpes ini masih bertahan," tandasnya. (esy/jpnn)




Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler