jpnn.com - JAKARTA - Lembaga Perlidungan Anak (LPA) Indonesia mendorong penyelenggaraan proses hukum yang menyeluruh dan tuntas atas kasus-kasus Tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
Ini agar pengeksploitasi memenuhi kewajibannya membayar ganti rugi (restitusi) bagi korban, sesuai perintah UU Pemberatasan TPPO.
BACA JUGA: Yakinlah... Pemerintah Bisa Bebaskan WNI Sandera Abu Sayyaf
"Keterlibatan orang dekat para korban dalam menjerumuskan para korban harus ditelusuri. Apabila dugaan keterlibatan tersebut terbukti, kepada mereka pantas diberikan hukuman pemberatan," tegas Ketua LPA Indonesia Seto Mulyadi menyikapi kasus dugaan perdagangan orang yang menimpa 15 anak asal Lampung dan Jawa Barat. Ke-15 anak ini ditemukan di Provinsi Bali.
Menurut Seto, untuk menangkal anak-anak menjadi korban TPPO, pemerintah dan masyarakat perlu mengambil langkah maksimal guna menekan jumlah siswa putus sekolah.
BACA JUGA: Penanganan TPPO Harus Terorganisasi
Selain itu, perlu digiatkan inisiatif-inisiatif berupa pengadaan pekerjaan yang memungkinkan anak-anak putus sekolah memperolah pelatihan kerja dan bekerja di lingkungan mereka sendiri, dengan tetap mengacu pada perundang-undangan.
"Itu dimaksudkan untuk memperkecil potensi migrasi di kalangan anak-anak putus sekolah," ucapnya.
BACA JUGA: WNI Korban Penyanderaan Memang Sakit Tapi..
Ditambahkan Seto, pelatihan pengasuhan efektif bisa mencegah masalah-masalah susulan dari kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Anak-anak korban KDRT bisa menjadikan kabur dari rumah sebagai 'solusi' atas masalah tersebut, dan itu berarti KDRT menciptakan prakondisi bagi terposisikannya anak sebagai korban potensial TPPO.
Sebagaimana pada banyak kasus TPPO lainnya, usia sebenarnya anak-anak dipalsukan sehingga mereka disangka telah cukup umur untuk memasuki dunia kerja. Pemalsuan data dan dokumen kependudukan korban mengirim pesan nyaring tentang perlunya perapian data kependudukan warga masyarakat.
Tertatanya data kependudukan warga (mulai dari RT, RW, kelurahan, kecamatan, bupati/walikota, dst.) dapat berfungsi sebagai safeguard atas viktimisasi sistemik terhadap masyarakat--khususnya anak-anak--selaku korban potensial. Kartu Anak Indonesia, yang dicanangkan Pemerintah belum lama ini, harus mendapat pengelolaan ekstra.
"Pemerintah sepatutnya mengaktivasi karang taruna, PKK, PGRI, dan perkumpulan-perkumpulan warga pada level terkecil lainnya sebagai forum untuk mengedukasi masyarakat akan modus-modus TPPO," pungkasnya. (esy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sebanyak 48.186 Calon Jamaah Haji Akan Diberangkatkan Dari Bandara Halim
Redaktur : Tim Redaksi